apurus rinufa

tulisan sebagai pengingat terutama untuk diri sendiri dan bukan bermaksud untuk menggurui atau apapun. sekedar share dan eksplor saja. maaf jika tak berkenan. trima kasih.

Selasa, 22 Januari 2019

pendidikan

copas dari facebook
PERTIMBANGAN PENDIDIKAN ANAK
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum ibu. Saya punya anak usia 5 tahun 5 bulan, awalnya saya mau masukkan SD, saya lakukan tanpa pengetahuan yang cukup. Setelah saya baca beberapa referensi, termasuk dari tulisan ibu, saya putuskan untuk kembali TK, padahal dia sudah bisa membaca, menulis dan berhitung. Ada yang ingin saya tanyakan bu, apakah itu tidak berpengaruh terhadap psikologis anak yang merasa kelasnya diturunkan? Walaupun anaknya terlihat tidak apa-apa.
Terima kasih sebelumnya bu.
🇯🇦🇼🇦🇧🇦🇳​:
Wa'alaikumussalam,
Saya senang sekali mendengar akhirnya ibu memutuskan untuk mengembalikan anak ibu ke TK. Beban SD sekarang sudah sangat, sangat berat. dan kalau dia masuk SD di usia yang sangat dini, kasihan.
Menjawab surat ibu, tentunya sedikit banyaknya pastilah ada pengaruh psikologis terhadap anak yang merasa kelasnya di turunkan (atau tidak naik-naik), walaupun anaknya terlihat tidak apa-apa. Untuk menghindari hal ini saya menyarankan teori hitung mundur, agar jangan karena salah kalkulasinya orang tua, anak yang terkena dampaknya.
Gini teorinya:
Katakan anak lahir bulan November (bisa bulan apa saja, nanti tinggal disesuaikan).
Idealnya masuk SD kan usia 7 tahun, dan tahun ajaran baru kan Juli.
Jadi, kalau mau masuk SD, ambil usia yang paling mendekati 7 tahun, kan berarti pilihannya hanya 6.8 tahun (nggak mungkin 7.8, ketuaan).
Nah, tinggal hitung mundur. Kalau masuk SD 6.8 tahun, maka masuk TK B-nya kurangi 1 tahun saja jadi 5.8 tahun.
Saya sarankan agar anak TIDAK masuk TK.A, karena TK hanya mengajarkan warna, huruf, angka, tepuk tangan, bernyanyi dan berbaris. Untuk apa sih melakukan itu bertahun-tahun, iya kan?
Tapiiii, kl bapak/ibu maksaaaaaaa masukin anaknya ke TK A, ya dengan hitungan di atas berarti TK A-nya di usia 4.8 tahun, dan kalau lebih keukeuuuhhhhh merekeeeuuhhh mau masukin anak ke playgroup ya 3.8 tahun. Gak, gak perlu PAUD sebelum itu. Wong playgroup dan TK A saja gak perlu kok.
Tapi kalau anak ibu sudah terlanjur sekolah playgroup sejak 2.5 tahun (apalagi yang lebih muda dari 2 tahun) ya berarti nanti TK A 3.5 tahun, TK B 4.5 tahun dan masuk SD 5.5 tahun.
SD negeri tampaknya punya peraturan untuk tidak membolehkan anak yg sebelia itu masuk SD (Saya kurang paham tentang hal ini)
SD swasta pun kalau tidak salah 5.10 tahun, jadi dengan demikian, kalau ibu yang memasukkan anak 2.5 tahun, pas anaknya lulus TK B 5.5 tahun, jadi kalang kabut sendiri. masuk SD belum 'bisa', masuk TK lagi, yang bener aja, masa' TK aja 4 tahun, bosenlah..
Jadi, minimal SD itu 6.5 tahun lah. Lebih bagus, kurang jangan.
Terus, kenapa gitu ga pake TK A? karena 0-8 tahun itu adalah anak usia dini. Anak usia dini ini kerjanya (dan maunya) cuma maiiiiiiinnnnnn melulu. Dari situ dan dengan cara itu mereka belajar. Kalau ibu masukin TK A, katakan 1 hari 3 jam saja, kalau TK A - nya masuk 3x seminggu, berarti seminggu ibu sudah mengambil 9 jam dari waktu bermainnya. Sebulan, jadi berapa jam? Setahun? Belum kalau ibu sekolahkan dia dari kelas toddler, paud, playgroup, TK A, ...dst. Sudah berapa jam ibu ambil waktu bermainnya? Anak yang terampas waktu bermainnya, akan menjadi orang dewasa yang kekanak-kanakan. Mau??
Jadi, kalau ibu sudah terlanjur salah hitung, saya sarankan pindah sekolah, mencegah pengaruh buruk akan 'teman-teman yang lain 'naik' kelas, dan dia 'tidak'. Kalau pindah sekolah kan setidaknya dia merasa 'lulus' juga dari sekolah itu dan pindah ke sekolah lain (walaupun TK kembali). Dan juga tidak jadi 1 kelas sama adik-adik kelasnya di TK A yang akan naik TK B. Banyak yang bisa protes bahwa anaknya begitu, tidak apa-apa. Efek psikologis tidak semua serta merta muncul, jadi bisa jadi sekarang tidak apa-apa.. nantinya..mana kita tahu kan?
Lalu, kenapa 'tidak boleh' anak-anak masuk SD terlalu dini? karena:
1. Kurikulum SD jaman sekarang sudah 'gila', tidak seperti SD jaman kita dulu. Anak masuk SD sekarang (seperti yang semua ibu-ibu ketahui dan lalui) sudah diharapkan membaca dengan lancar. Jaman kita dulu, di SD baru di ajarkan membaca. (siapa yang tidak ingat siapa kakaknya Budi?).
Sekarang, di kelas 1, anak sudah diharapkan bisa mengisi kalimat :
Hari Raya Nyepi dirayakan oleh umat yang beragama _______ .
Padahal anak yang baru belajar baca, baca 2 huruf mati yang bergabung seperti ng, ny, kadang masih susah.
Dan jujur saja, saya aja sulit hafal umat beragama mana yang merayakan hari raya apa, apalagi ketika saya umur 5 dulu. Dari pertanyaan itu saja kita bisa lihat bahwa BUKAN SAJA anak kita sudah harus bisa membaca dengan lancar, dia sudah harus mulai mengerti (atau menghafal?) banyak aspek lain. Jadi kalau membaca kalimat tersebut saja tidak bisa, apalagi menjawabnya, kan?
Jadi, jaman sudahh berubah, berhentilah melihat ke spion dengan kalimat-kalimat.. 'zaman saya sd dulu...', 'waktu saya kecil...', 'saya dulu gak papa...'... please dong.
Jaman bapak/ibu SD mah jaman kuda gigit besi (emang kuda gigit besi beneran?), jauh berbeda dengan jaman sekarang.
Kurikulumnya beda, otaknya beda, karakternya beda, ORANGNYA beda. Jangan di sama-samain. Bukannya bapak/ibu dengan ibu/bapaknya bapak/ibu dulu, beda juga kan?
Lalu, jaman kita (kayak jaman saya dan ibu sama aja ya, hehehe), mana bisaaaa masuk SD umur 5?? (apa sekolah saya aja ya yang gak ngebolehin?). Kecuali tangan ibu panjang banget sampai tangan kiri ibu bisa menyentuh kuping kanan melewati atas kepala, yang biasanya hanya bisa dilakukan oleh anak-anak yang berusia menjelang 7. Terus, ada yang nanya, emang kenapa sih kalau anak-anak di ajar membaca lebih dini, So What Geto Loh ??. Pertanyaan yang bagus. yang membuat saya masuk ke nomer...
2. Yayasan kami pernah mengundang Dr. dr. H. Taufik Pasiak M.Pd, IM. Kes (semoga tidak ada kesalahan dalam penulisan titel ) seorang ahli otak (yang mau tau lebih lanjut tentang beliau, silahkan meng-googlenya sendiri), dalam sebuah seminar. Kata beliau kurang lebih seperti ini: saya heran, orang tua jaman sekarang ini seneng banget kalau anaknya sudah bisa baca sejak usia dini. Kayaknya semakin muda anaknya bisa baca, emaknya semakin bangga. Padahal ya, kalau dilihat dari ilmu otak, Allah belum mempersiapkan otak anak yang berusia 5 tahun untuk bisa membaca. Kenapa? karena huruf itu adalah simbol (gambar yg bentuknya begini:K, di baca nya KA. Dan kalau ditambah dengan sesuatu yg berbentuk i, di baca KI. ) Itu seperti menuangkan air ke gelas yang belum ada. Apa yang terjadi kalau kita menuangkan air ke gelas yg tidak ada? Ya, airnya tumpah kemana-mana. Begitulah kira-kira perumpamaannya. 'Pemaksaan' tersebut berdampak ke bagian-bagian otak yang lain yang bisa jadi tidak langsung terlihat dampaknya, tapi tetap berdampak.
Kita bu, suka 'memaksakan anak tanpa ilmu', nanti kalau anak 'rusak', kita tinggal bagian menyesalnya saja. Sudah telat, tidak ada lagi yang kita bisa lakukan. Banyak, saya yakin, yang akan membela diri dan mengatakan 'anak saya udah bisa baca dari umur 4th, sekarang tidak mengalami kesulitan mengikuti pelajaran, atau bahkan telah menjadi orang dewasa yang ternyata tidak kenapa-kenapa". Saya bukan ahli otak. Saya percaya saja dengan ahlinya yang sudah mempelajari organ misterius dari Allah itu bertahun-tahun lamanya (lihat aja dari titelnya yang panjang). Kalau ada yang mau melawan teori ini, monggo langsung saja menanyakannya ke Bapak Taufik yang saya yakin bisa menjawabnya dengan lebih baik. Saya hanya meneruskan ilmu, walau cuma se-ayat ðŸ˜‰
3. Saya merasa agama Islam juga 'menyarankan' demikian. Bukankah di usia anak yang ke-7 anak sudah boleh mulai diajarkan untuk shalat? Kesimpulan saya, di usia itulah anak sudah boleh diajarkan sesuatu yang lebih 'berat', dan lebih 'serius', sesuatu yang akan dilakukannya seumur hidupnya, setiap waktu: kalau dalam agama itu shalat, dalam edukasi, membaca. Untuk itu saya simpulkan bahwa ajaran Rasulullah yang telah berabad-abad diberlakukan, dengan temuan sains bapak Taufik beberapa tahun belakangan ini.. sinkron! Dan dengan alasan itulah menurut saya pula, masuk SD sebaiknya sedekat mungkin dengan usia 7. Masa' iya sekolah lebih penting daripada shalat?
Terus, gimana dong bu, kalau anaknya minta-minta terus?
Pertanyaan tersebut membawa saya ke poin nomer...
4. Kalau anak ibu meminta terus-menerus permen yang banyak yang ibu tahu akan merusak gigi dan ginjalnya, apakah ibu akan memberi?
Kalau anak ibu terus-menerus meminta bermain dengan gunting atau pisau yang tajam yang ibu tahu akan membahayakan dan melukai dirinya, apakah ibu akan memberi?
Kalau anak ibu minta adik 10 orang, apakah ibu akan memberi?
Kalau jawaban dari 3 pertanyaan di atas adalah TIDAK, kenapa sekarang dengan membaca artikel ini, ibu tahu bahwa mengajarkan anak usia 5 membaca akan berdampak buruk pada otaknya, dan dia minta-minta terus sekolah di usia yang sangat dini sehingga nanti dia masuk SD (dan sudah bisa membaca) di usia 5-an, ibu beri?
Bagian otak yang mengatur cara berpikir logis, membuat keputusan dengan bijak, dll (prefrontal cortex) baru matang di usia 25 tahun. Itu berarti bahwa kita bahkan harus 'membimbing' anak tentang jurusan yang akan dia ambil sewaktu kuliah (karena masuk kuliah kan belum 25 tahun). Lah, sekarang masa' iya dia yang 'menentukan' kapan masuk TK atau SD-nya sendiri?
Apalagi kalau alasan ibu adalah karena dia bongsor, takut ketuaan, bosen di rumah, dll, aduh itu saya udah gak mau bahas deh, saking gak masuk akalnya. Jangan-jangan ibunya juga belum 25 ðŸ™‚
Jadi, kemampuan sosialisasinya gimana dong bu? Anak tidak perlu belajar sosialisasi dengan teman-teman seusianya di usia yang sangat dini. Kalaupun ibu sekolahkan, anak akan bermain dengan temannya, bukan bersama temannya. Apa bedanya?
Kalau dengan, si A main dengan boneka di sebelah si B yang lagi main dengan mobil-mobilan.
Kalau bersama, bonekanya dinaikin ke mobil-mobilannya dan mereka bersama-sama naik turun gunung yang dibuat dari kursi-kursi yang di balik-balik. Ngerti kan bedanya?
Di bawah 5 tahun, belum umurnya bermain bersama, apalagi belajar konsep yang lebih abstrak seperti sharing, gantian, ngantri, percaya diri.. hedeeeh, jauh beneeerr. Orang dewasa aja banyak yang belum bisa begitu kan?;)
'sosialisasi' dan semua konsep di atas itu di ajarkan dan dilatih di rumah juga sudah cukup. dengan dan oleh ibu, bapak, syukur-syukur ada mbak, nenek, kakek, anak tetangga sebelah kanan, dan kiri. Kalau gak ada, ketemuan sama sepupunya yang sebaya seminggu sekali juga cukup. Percayalah.
Kalau emang dasarnya anaknya pemalu, bakal jadi pemalu juga nantinya. Pemalu mah karakter, gak bisa diubah. Toh ada juga kan orang dewasa yang pemalu? Lagipula, malu itu bagus. Justru yang mengkhawatirkan kita sekarang adalah generasi yang gak ada malunya kan? (nyowel kasus SMP mesum beberapa waktu lalu). Jadi, sifat pemalu itu justru positif, jangan dihilangkan.
Kalau sekolah terlalu dini, terus pas kelas 3 SD nya bosen, apa gak lebih ruwet? Lah gimana gak bosen..nih ya: TK 3 tahun (4 kalau maknya pake salah ngitung), kalau dia masuk SD-nya umur 5 tahun, berarti pas dia kelas 3 SD umur 7 tahun, dia udh 6 tahun sekolah. Gila kan? Padahal sekolah masih 13 tahun lagi, itu kalau S1-nya selesai 4 tahun, belum dihitung S2. Kalau kelas 3 aja udah bosen, gimana mau S3??
Jadi bu, membaca itu sama hal nya dengan ibadah, yang penting itu bukan bisanya, tapi sukanya. Siapa sih sekarang yang gak bisa shalat? gak bisa baca? bisanya sih gampang, suka nya itu lho yang susah. Jadi sebelum 7, fokus ke sukanya sajalah dulu, tanamkan suka membaca dengan menyediakan buku di setiap sudut rumah, membaca bersama setiap waktu, dan lain-lain. Jangan sibuk memasukkan anak les calistung di tempat-tempat yang saya yakin ibu lebih hafal namanya. Yang sudah melakukan 'kesalahan' ini di anak pertama, jangan melakukannya lagi di anak kedua dan seterusnya. Cukup kakaknya saja yang jadi kelinci percobaan ibu-bapaknya menjadi orangtua.
Jadi demikan bu, semoga dengan anak ibu masuk usia SD nanti 6.5 tahun, dia sudah lebih siap, matang dan happy. Jadi yang paling tua di kelas karena teman-temannya di bawah 6 semua? gak papa. Orangtua anak-anak yang lain mungkin belum punya ilmunya. Semoga anak ibu jadi trend-setter, syukur-syukur ibu bisa meneruskan ilmu ini untuk orangtua lainnya, (terutama ayahnya anak-anak, karena biasanya mereka tidak mengerti dan ngotot ) bahwa berbeda untuk kebaikan itu tidak apa-apa ðŸ™‚ .....
Salam YKBH