apurus rinufa

tulisan sebagai pengingat terutama untuk diri sendiri dan bukan bermaksud untuk menggurui atau apapun. sekedar share dan eksplor saja. maaf jika tak berkenan. trima kasih.

Sabtu, 14 November 2015

sempurnah


SEMPURNA

Sempurna, satu kata yang sering didengar. Satu kata yang menunjukkan bahwa sesuatu hal lengkap, utuh, tak ada cacat sedikit pun. Satu kata pula yang mungkin diinginkan setiap orang dalam segala hal. Bolehkah manusia berharap sempurna atau menginginkan hal yang sempurna? Sedangkan seperti yang kita ketahui tak ada manusia yang sempurna dan setiap segala sesuatu hal baik manusia atau lainnya pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Lalu pantaskah kita sebagai manusia menginginkan kesempurnaan? Apalagi kita menginginkan kesempurnaan itu berasal dari diri orang lain tanpa mengukur diri sendiri, apakah kita sempurna sehingga menginginkan yang sempurna?

Contoh simpel yang menurut saya adalah dalam memilih pasangan. Awalnya saya pikir orang yang sudah berumur namun belum juga menikah itu hanya ada dalam dongeng atau pun televisi saja. Walaupun apa yang ada di televisi itu ada kalanya sebuah kenyataan. Namun bedanya terkadang apa yang ada di televisi belum tentu ada di lingkungan sekitar atau bahkan sangat dekat dengan kita. Itulah awal yang saya pikir terutama tentang jodoh. Jujur saya cukup kaget saat mengetahui bahwa ada beberapa teman saya yang mungkin jika dilihat dari usia seharusnya sudah berumah tangga dan bahkan ada yang bilang “seharusnya sudah punya anak dua tuh”. Walaupun jujur saya sendiri belum menikah. Namun yaitu saya cukup kaget juga dengan apa yang saya temui dan ketahui. Seseorang yang saya pikir sudah menikah atau sekalipun belum menikah usianya tak jauh dari usia saya. Namun ternyata tidak. Pantas saat mengenalnya ada sesuatu yang aneh yang saya rasa. Karena biasanya jika saya mengajak seseorang yang sudah berumah tangga dan punya anak, pastinya ada kesan terburu-buru ingin cepat selesai jika sedang bersama saya, saya pahami hal ini. Karena pastinya bersama dengan suami dan anak adalah lebih penting ketimbang bersama saya. Inilah yang terkadang membuat saya sedih saat ditinggal menikah oleh teman-teman sebaya saya yang berarti terkadang saya harus mencari teman yang masih sama-sama belum menikah. Karena pasti ruang lingkup dan tanggung jawabnya pun akan berbeda.

Jujur terkadang ada hal penasaran mengapa sampai usia itu belum juga berumah tangga? Apakah ada masalah? Walaupun seandainya ada pertanyaan itu terlontar kepada saya mungkin saya hanya akan bisa menjawab dengan jawaban “belum waktunya” atau “belum bertemu dengan jodohnya”. Namun itu bukan sebuah jawaban yang memuaskan untuk saya saat saya sedang penasaran dengan mengapa ia belum juga menikah? Ya saya tahu jika Allah SWT belum berkehendak maka apapun yang kita rencanakan maka tak akan berhasil. Namun rasa penasaran itu belum terobati juga. Akhirnya saya beranikan diri untuk bertanya langsung kepada narasumbernya hehehe. Dan jawaban yang saya dapat yaitu “belum ada yang sreg ajah” dengan santainya ia mengatakan seperti itu. Ada juga jawaban dari teman-temannya yang menurut pandangan mereka adalah “dia mah pilih-pilih” dan “dia mah nyari yang sempurna”. Untuk jawaban yang “pilih-pilih” baiklah saya setuju dengan hal ini karena memang bukankah kita harus selektif dalam memilih apapun itu terutama juga pasangan, namun baiknya dalam memilih tersebut tetapkan kriteria yang akan menjadi sebuah prioritas dalam pilihan nantinya. Namun dengan jawaban “sempurna” itu membuat saya berpikir “pantaskah mencari yang sempurna sedangkan kita sendiri tak sempurna? bukankah Allah SWT memberi sesuai dengan hambaNya? Dalam arti wanita baik-baik untuk laki-laki baik-baik dan begitu juga sebaliknya? Dan yang pasti yang Allah SWT berikan itu adalah yang terbaik, karena Allah SWT memberi yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan? Lagi pula menikah itu bukankah untuk menggenapkan setengah agama, yang berarti jika diibaratkan yang satu punya setengah dan yang satu lagi juga punya setengah kemudian disatukan dalam pernikahan maka bukankah yang sama-sama setengah itu akan menjadi satu? Satu yang berarti sempurna. Yang berarti sempurna karena pernikahana, sempurna melalui proses pernikahan. Tetapi jika sebelum menikah sudah mencari dan menginginkan yang sempurna lebih dahulu bagaimana?”. Jujur saya tak habis pikir dengan kriteria “sempurna” itu. Yang ada lagi di otak saya adalah jika seseorang itu memilih pendekatan dengan lawan jenis melalui proses yang tidak dianjurkan oleh Agama Islam semisal pacaran, maka setiap dia punya pacar dan kemudian tidak sreg dengan lawan jenisnya itu lalu putus kemudian dapat lagi yang baru dan tidak sreg juga, maka saya pikir akan berapa banyak mantan pacarnya nanti yah? Hehehe. Kalau dari awal memang sudah tidak sreg, lalu mengapa diteruskan dengan proses yang tak baik?

Sempurna, berusaha menjadi diri sendiri yang sempurna dalam hal positif mungkin itu baik. Tetapi jangan dibuat-buat, apa adanya saja. Namun apakah pantas juga menuntut sebuah kesempurnaan dari orang lain?