apurus rinufa

tulisan sebagai pengingat terutama untuk diri sendiri dan bukan bermaksud untuk menggurui atau apapun. sekedar share dan eksplor saja. maaf jika tak berkenan. trima kasih.

Kamis, 24 November 2016

cumlaude

CUMLAUDE TAK MENJAMIN

Ada satu hal yang tidak pernah saya targetkan yaitu menjadi yang terbaik diantara yang baik. Saya hanya berusaha menjalani apa yang seharusnya dijalani sebagai apapun itu.

Ketika jumat 09 September 2016 diadakan gladi kotor menjelang wisuda sekaligus yudisium dimana saat itu diumumkan mengenai kelulusan beserta IPK masing-masing mahasiswa dan satu hal yang tidak pernah saya bayangkan adalah IPK tertinggi jalur alih jenjang dan itulah yang saya raih. Rasa tak percaya pun menghampiri hingga harus berdiri didepan mahasiswa lainnya untuk menerima bunga plastik merah sebagai tanda penghargaan. Semua rasa bercampur saat itu, ada bahagia dan ada juga rasa tak percaya. Karena saya merasa bukanlah orang yang pintar. Karena saya yakin jika diukur soal kepintaran maka teman-teman saya yang lain banyak yang lebih dari saya mengingat pengalaman dan masa kerja mereka yang melebihi saya. Rasa bahagia saat seorang dosen metodologi penelitian yang sering saya ganggu karena konsultasi skripsi padahal bukan beliau pembimbing skripsi saya, memberikan setangkai bunga plastik berwarna merah.


Saya masih berpikir mengapa saya bisa dapatkan hal tersebut. Maka saat itu saya mengingat-ingat kembali hal apa yang sudah saya lakukan. Saya tidak pintar. Namun jika dibilang rajin, mungkin ya. Satu prinsip yang tak boleh dilupakan adalah bahwa RAJIN ITU MODAL. Itu juga yang diucapkan oleh dosen penguji KTI saat diploma tiga dahulu bahwa saya itu rajin maka saya lulus.

Mengingat masa perkuliahan, saya ingat betul dimana setiap sabtu minggu saya harus dikampus dari pagi hingga sore dimana sebelum atau setelahnya saya masih harus bekerja shift tiga yaitu dinas malam. Pernah juga saya 2x24 jam tidak pulang ke rumah demi itu semua. Entahlah saya pantas mendapatkannya atau tidak jika mengingat hal ini. Pernah ada seorang teman yang mengatakan bahwa EMANG MATERINYA MASUK KE OTAK SEHABIS MASUK MALAM LANGSUNG LANJUT KULIAH. Saya tak pikirkan soal hal itu. Yang penting adalah saya menjalani apa yang seharusnya saya jalani. Begitu pula dengan perkuliahan. Saat waktunya kuliah yah harus datang untuk mengikuti materi bukan datang tandatangan kemudian pergi lagi entah kemana. Soal materi akan masuk ke otak atau tidak itu urusan belakangan. Toh setiap perkuliahan saya selalu membawa hp jadul yang kecil untuk merekam proses perkuliahan dan tak lupa meminta soft copy materi kepada dosen untuk saya print kemudian baca-baca di rumah. Beres kan? Karena ada satu hal yang saya ingat bahwa YANG MASUK SAJA BELUM TENTU MENGERTI APALAGI YANG TIDAK. Sekalipun saat kuliah mungkin saya sudah tak fokus karena sudah capek terlebih dahulu tetapi setidaknya saya tahu materi apa yang disampaikan oleh dosen dan kapan materi tersebut tersampaikan toh saat perkuliahan walaupun capek tetapi saya masih dalam keadaan sadar walaupun terkantuk namun tidak pingsan atau pun koma hingga tak tahu apa yang terjadi.

Saat gladi bersih wisuda 16 September 2016 tepatnya digedung yang akan dilaksanakan untuk wisuda esok hari, saya pun masih dikejutkan bahwa saya akan dipanggil maju ke depan bersama dengan orang tua atau pendamping wisuda untuk menerima penghargaan lagi. Saya pikir sudah cukup saat yudisium pengumuman IPK tersebut namun ternyata tidak dan masih berlanjut hingga wisuda esok.

17 September 2016, hari yang dinantikan oleh semua mahasiswa yaitu wisuda baik program sarjana ataupun diploma. Saat itu ada hal yang membuat saya ingin menangis rasanya namun berusaha saya tahan karena jika saya sampai meneteskan air mata saya khawatir makeupnya luntur ciiiiin hehehe, saat berjalan akan dipindahkan tali pada topi toga sebelumnya saya diberikan selempang dengan tulisan “cumlaude”. Rasanya kembali saya tak percaya akan hal tersebut.

Saat kedua kalinya maju ke depan karena dipanggil untuk menerima penghargaan, saat itu pula seorang ketua PPNI Kabupaten Tangerang yang juga bekerja di sebuah rumah sakit pemerintah di daerah kabupaten juga pernah mengajar dikelas alih jenjang memberikan penghargaan langsung kepada saya berupa piagam penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi. Entahlah apa yang harus saya ucapkan lagi. Rasanya masih tak percaya akan semua itu. Apakah saya pantas untuk menerimanya? Padahal saat diploma tiga dahulu saya bukanlah siapa-siapa dan hanya mahasiswa yang lulus dengan IPK sangat memuaskan dan tidak cumlaude.
Rasanya seperti memakan omongan sendiri. cumlaude itu tak pernah saya targetkan. bahkan sebelumnya saya pernah berpikir bahwa UNTUK APA CUMLAUDE? KARENA CUMLAUDE TAK MENJAMIN hal tersebut saya ucapkan karena melihat teman yang cumlaude waktu wisuda diploma tiga lalu dan sekarang tidak bekerja dimanapun hanya menjadi ibu rumah tangga dengan bisnis onlinenya di luar bidang yang ia pelajari dahulu.

Dahulu saat lulus diploma tiga saya pun pernah mengatakan seperti ini JIKA ADIK SAYA TAK MAU KULIAH, YA SUDAH SAYA YANG KULIAH LAGI. Itu semua pun terjadi, karena saya melanjutkan pendidikan sarjana bersamaan dengan adik saya yang lulus sekolah menengah atas dan memasuki bangku perkuliahan.

Saat masih duduk dibangku sekolah menengah atas pun saya pernah mengatakan bahwa DARIPADA PERAWAT MENDINGAN BIDAN BISA BUKA PRAKTEK SENDIRI. Alhasil saya malah lulus di keperawatan ya sudah maka saya lanjutkan. Saya pun cukup senang dengan profesi ini.



Sepertinya apa yang telah terjadi pada hidup sesuai ataupun terbalik dengan apa yang pernah dipikirkan.

ibunya mana

IBUNYA YANG MANA?

Entah ini pernah terjadi atau tidak, tetapi hal ini berkeliaran di benak saya. Entah dari mana saya dapatkan pemikiran ini. Entah pengaruh apa sehingga muncul pemikiran seperti ini. Entah pemikiran ini hanya sebuah lelucon dan berlebihan atau tidak. Entah kalian mau mengatakan saya terlalu berlebihan dan terlalu berpikir jauh, itu terserah kalian.
Begini, jika benih berasal dari Ny. A dan Tn. B namun kemudian yang hamil/mengandung hingga melahirkan adalah Ny. C, maka pertanyaan yang sedang bekecamuk dipikiran saya adalah siapakah ibu kandung bayinya nanti?
Bukan hal yang tak mungkin jika hal tersebut akan terjadi. Semakin canggihnya teknologi kedokteran dan kesehatan serta inginnya seseorang memiliki anak yang berasal dari dirinya sendiri dan bukan adopsi, maka saya rasa hal tersebut bisa saja terjadi sekalipun kemungkinan biayanya mahal.
Istilah awamnya mungkin pinjam rahim, namun tetap berasal dari benih pasangan suami istri dan antara Ny. C dengan Tn. B tidak berhubungan seksual. Namun benih dari Tn. B dan yang hamil adalah Ny. C.
Bukan hanya pertanyaan siapa ibunya si bayi yang berkecamuk dalam pikiran saya. Namun bagaimana hukumnya dari sudut pandang medis dan agama dalam hal ini islam?
Jika pengertian ibu menurut kamus bahasa Indonesia yang saya baca adalah perempuan yang melahirkan, lalu bagaimana dengan benih yang berasal dari Ny. A?
Bagaimana dengan akte lahir si anak nanti? Tak mungkin rasanya akan ada nama dua ibu pada akte tersebut.


hujan

DIGUYUR HUJAN

Minggu 13 november 2016
Saat pagi hari ada rasa enggan dan malas untuk mengikuti pengajian, guyuran hujan pagi itu membuatku demikian. Namun akhirnya aku tetap berangkat. Sampai sana memang hujan tidak begitu deras seperti saat berangkat dan dapat dikatakan juga reda hingga akhirnya selesai. Saat pengajian berlangsung, kedatangan syeh dari syiria, yaman dan Malaysia. Entah ada apa? Saya jadi berpikir, seandainya tadi saya menuruti rasa malas mungkin saya tak akan mendengar suara syeh tersebut dengan bahasa arabnya. Walaupun tidak bisa melihatnya.

Beberapa kali mengikuti pengajian disana rasanya ada yang aneh. Dimana jika hari cerah yaitu tak turun hujan seperti hari minggu tersebut, udara selama berjalannya pengajian sejuk namun setelah bubarnya pengajian panasnya matahari baru terasa. Entah ada apa? Tapi itulah yang saya rasakan.


Kedua di sore harinya, seperti biasa jika minggu libur maka saya latihan karate di puspem. Saat hendak berangkat hujan belum turun hingga saya menaiki angkot. Namun saat diperjalanan tiba-tiba saja hujan turun lebat dan tak reda juga hingga saya sampai. Saat itu saya berpikir, ada apa ini? Saat pagi hari pergi pengajian hujan reda dan sore hari hendak latihan tiba-tiba hujan lebat pun turun. Apa jangan-jangan saya tak direstui untuk latihan sehingga hujan lebat pun turun? Pikiran macam-macam berkecamuk dalam benak saya. Mengapa begini? Ditambah saat saya sedang bingung dengan kegiatan yang telah lama saya ikuti itu. Bingung apakah yang selama ini saya ikuti benar menurut agama dan sampai sekarang pun saya masih mencari tentang kebenaran itu? Namun saat berjalannya latihan, saya merasa beruntung karena mendapatkan ilmu baru. Biasanya jika keadaan seperti itu apalagi saat hendak berangkat sudah hujan saya jarang datang latihan. Entah ada apa dan apa yang telah terjadi hari itu? Saya merasa ada hikmah dari kedua kegiatan di hari itu karena hujan.

serasa akan copot

SERASA MAU COPOT

29 oktober 2016
Pulang dinas pagi saat itu saya berniat menemui teman di sekitar kebon nanas tangerang untuk mengantar sertifikatnya yang selama ini saya simpan. Seperti biasa saya selalu menggunakan angkuta kota. Saat itu angkot yang saya tumpangi memang tak banyak penumpang bahkan hanya tinggal saya sendiri dan karena macet maka angkot pun melewati jalan yang bukan seharusnya untuk menghindari macet. Saat lewat jalan lain tiba-tiba saja angkot berhenti dan saya lihat sudah ada motor dengan penumpangnya. Entah apa yang persis terjadi saya pun tak tahu karena saat itu saya tak memperhatikan jalan, sibuk dengan handphone khawatir teman saya menunggu. Saya rasa sepertinya angkot tersebut seperti hendak menabrak motor. Saya pikir semua akan selesai dengan meminta maaf. Namun ternyata tidak karena setelah itu sang pengendara motor tiba-tiba saja menonjok supir angkot. Keduanya tak ada yang mau mengalah. Sama-sama saling merasa benar. Tidak sang pengendara motor dan tidak juga sang supir angkot. Jalanan pun saat itu menjadi semakin macet. Karena angkot dan motor tidak berjalan. Sedangkan di belakang angkot banyak kendaraan lain yang menunggu karena akan melewati jalan tersebut. Akhirnya saya turun dari angkot tersebut karena ingin segera menemui teman. Kemudian angkot dan motor pun dipinggirkan agar kendaraan lain dapat lewat. Setelah itu entahlah apa yang terjadi dengan supir angkot dan pengendara motor itu. Karena saya langsung bergegas meninggalkan tempat tersebut. Saat kejadian itu rasanya jantung terasa mau copot. Melihat secara langsung orang menonjok dengan sangat marah. Sedangkan si supir angkot agak tak berdaya. Karena susah untuk melawan pengendara motor itu.

Sang pengendara motor yang membawa penumpang sangat marah seolah-olah dia tak pernah berbuat salah. Padahal rasanya tak ada satu pun yang terluka. Yah tidak tahu juga apakah motornya lecet atau tidak. Yang pasti saya rasa hal tersebut sebenarnya bisa diselesaikan tanpa emosi. Tapi begitulah jika orang merasa selalu benar padahal semua itu juga belum tentu. Tak mungkin juga dalam mengendarai motor dia tak pernah sekalipun tak berbuat kesalahan seperti menyalip misalnya atau hal lainnya. Jadi agak sombong juga lah si pengendara motor itu sampai mengejar sang supir angkot. Supir angkot pun entah salah atau tidak, saya tak mendengar ucapan maaf darinya. Hanya teriakan sang istri supir “tolong suami saya jangan dipukuli”.

Dalam keadaan seperti itu sebenarnya saya bingung apa yang harus saya lakukan. Di satu sisi saya tidak mengetahui persis bagaimana kejadiannya yang tiba-tiba saja membuat sang pengendara motor itu marah. Namun di sisi lain rasanya saya geram dengan aksi tonjok pengendara motor yang menunjukkan bahwa dirinya seolah-olah paling benar. Maka akhirnya saya pun memutuskan untuk pergi saja melanjutkan tujuan saya menemui teman dan memberi sertifikat padanya. Namun tetap saja sepanjang jalan rasanya jantung saya masih mau copot, cemas, gelisah dan deg-degan membuat saya takut hingga akhirnya saya bertemu dengan teman dan menceritakan apa yang barusan saya alami. Berumtunglah dia mengerti dan membuat aku sedikit tenang hingga akhirnya aku pulang ke rumah dan meninggalkan temanku itu.