apurus rinufa

tulisan sebagai pengingat terutama untuk diri sendiri dan bukan bermaksud untuk menggurui atau apapun. sekedar share dan eksplor saja. maaf jika tak berkenan. trima kasih.

Selasa, 29 Desember 2015

tanding dan latihan


LATIHAN VS TANDING
240315
Latihan vs tanding??? Pernah ada dan mungkin sering ada yang bilang “buat apa latihan kalo gak pernah tanding???”. Jujur saya adalah orang tersebut. Orang yang mungkin masih dibilang masih latihan karate namun saya tak pernah mengikuti satu pun event pertandingan. Kalo ada yang tanya kenapa? Jawaban saya selalu adalah waktu. Entah itu hanya alasan saja atau apa? yah memang waktu yang tak pernah pas yang selalu menjadi alasan saya jika ada yang bertanya “koq ga ikut tanding kak?”. Yah alasan saya selalu saja “waktu” yang tak pernah pas. Karena event pertandingan biasanya selalu bentrok dengan jadwal kerja saya. Yah waktu saya belum kerja event pertandingan bentrok dengan kuliah saya. Waktu saya belum kuliah saat itu saya masih sabuk muda masih sekolah belum waktunya untuk turun pertandingan mungkin. Entah apa penyebabnya? Memang tak jarang saya di tawari soal pertandingan.
Tetapi jika saya bertanya kepada diri saya dan jika ditelaah lebih dalam lagi “kenapa saya tak pernah ikut tanding?” yah jawaban yang mungkin sangat pribadi untuk saya adalah back to basic kembali ke tujuan awal kenapa saya mengikuti latihan karate. Jujur saat awal saya mengikuti latihan karate memang tak pernah ada pikiran untuk mengikuti event pertandingan dan menjadi atlet. Tidak dan bukan itu. Tujuan utama saya dalam karate adalah kegiatan. Yah kegiatan. Mungkin ini sudah ada ditulisan saya sebelumnya yang berjudul “awal mula ikut kegiatan karate”. Karena saat itu saya bosan dengan kegiatan yang itu itu saja yaitu rumah dan sekolah maka saya pun mencari kegiatan lain dan bertemu lah saya dengan “karate”. Maka dari itu jika ada yang tanya kenapa saya mengikuti latihan karate yah jawaban saya adalah “kegiatan” selain dari pada olahraga. Yah alasan kedua mungkin adalah “olahraga”. Lalu kenapa mesti olahraga beladiri “karate”? karena hanya itu yang saat itu ada dan saya bisa. Jujur saya tak suka dengan olahraga yang memakai bola apapun jenis olahraga itu baik futsal, sepakbola, basket dan apapun yang olahraganya memakai bola saya tak suka. Beda yah bola dengan cock. Karena olahraga yang menggunakan cock itu saya masih suka dan masih mengejarnya hahaha. Kenapa ga suka olahraga bola? Yah karena saya berpikir satu bola koq direbutin rame-rame hehehe yah selain itu memang ada alasan lain yang menyebabkan saya tak menyukai itu dan lebih kepada pengalaman saya soal bola. Yah intinya saya tak suka olahraga yang identik dengan bola terutama satu bola untuk rame-rame huft. Kalo satu bola satu orang mungkin masih wajar kali yah.
Yah selain alasan “kegiatan” dan “olahraga” yang merupakan tujuan saya mengikuti latihan karate dan juga alasan saya mengapa tak pernah mengikuti pertandingan?. Namun ada hal lain yang membuat saya lebih tak mau mengikuti pertandingan karate. Entah lah ini picik atau bagaimana? Saya tak mau jika saya mengikuti pertandingan lalu kalah atau pun menang dan saya tak latihan karate lagi karena kekalahan yang membuat saya mungkin akan down dan malu sehingga tak mau latihan lagi ataupun kemenangan yang membuat saya menjadi besar kepala dan akhirnya malas latihan bahkan lebih dari itu yaitu meninggalkan karate. Jujur saya tak mau itu. Maka dari itu mungkin saya tak mau mengikuti event pertandingan karate. Yah terserah jika ada yang berpikir “takut” atau “mental lemah” atau apa lah itu silakan saja. Tapi saya tak mau seperti pengalaman yang sudah-sudah yang saya amati yaitu “hilang setelah tanding” begitu kata pelatih saya istilahnya seperti ikan lele. Kalo pas mau ada ujian tingkat sabuk dan mendekati event pertandingan baru deh pada banyak yang latihan hahaha.
Yah menurut saya semua kembali kepada back to basic. Apa tujuan mu mengikuti kegiatan karate? Buat saya jika seseorang mengikuti kegiatan karate dengan tujuan menjadi atlet atau prestasi atau ingin mendapat beasiswa atau semacam itu, yah wajar saja sih jika semua itu telah tercapai dalam beberapa waktu maka lama-lama orang itu akan meninggalkan karate. Karena memang keinginan atau tujuannya telah tercapai lalu mau apa lagi. Istilahnya kacang lupa kulit kali yah hehehe. Yah walaupun alasan mereka tidak latihan karate lagi yang akhirnya mereka tinggalkan memang beragama. Ada yang alasan kuliah, kerja, rumah tangga dan lainnya. Yah memang saya akui dan saya alami serta rasakan, saat sudah kuliah dan kerja memang susah cari waktu untuk latihan. Mengingat karate yang saya ikuti memang merupakan kegiatan ekskul dari sekolah saat saya SMA. Tetapi yah itu dia lagi back to basic. Masa sih dari waktu 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, serta 30 hari dalam sebulan tak ada satu hari pun yang membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam untuk datang latihan karate. Yah mengingat latihan karate kurang lebih 2 jam setiap latihan. Terserah pagi atau sore yah rata-rata porsinya segitu.
Jujur saya mengikuti kegiatan karate dari kelas 2 SMA hingga sekarang kurang lebih sudah hampir 9 tahun kali yah dan entah sampai kapan. Walaupun sekarang-sekarang ini saya masih latihan namun dengan intensitas yang jarang tapi setidak-tidaknya disempatkan dalam satu bulan itu saya harus ada waktu untuk karate. Terserah latihan dimanapun entah itu sekolah atau pusat latihannya. Yang penting saya harus ada waktu olahraga salah satunya karate. Karena bukan hanya karate saat ini yang saya kejar sebagai olahragaa rutin saya yang minimal sekali saya lakukan sebulan sekali. Yah itu lah jika tujuan dari kegiatan karate adalah olahraga akan berbeda dengan tujuan kegiatan karate untuk menjadi atlet atau apapun itu. Terserah mau berpikir pernyataan saya seperti apa. tapi itulah saya. Karena buat saya jika tujuan saya mengikuti kegiatan karate adalah olahraga maka rasanya tak ada sebab atau pun alasan untuk tidak latihan bahkan sampai meninggalkan kegiatan tersebut.
Yah walaupun saya sendiri tak tahu sampai kapan mengikuti kegiatan karate. Kenapa begitu? Yah sempat beberapa waktu lalu dan sudah sangat lama rasanya bapak menanyakan itu kepada saya saat saya sudah lulus sekolah dan masih saja latihan karate bahkan saat saya sudah kerja sekalipun yang saya ingat adalah “mau sampai kapan latihan karate?” yah saya tak pernah menjawab itu. Karena saya ingin tak ada batasan waktu saya untuk karate. Dengan kata lain saya tetap ingin latihan karate mungkin sampai saya mati jika memungkinkan dan jika Allah mengijinkan. Jujur saya tak ada pikiran untuk tidak mengikuti atau berhenti dari kegiatan karate saat ini. Saat ini? Yah karena memang sebelum-sebelum godaan selalu datang yang intinya “duh males latihan capek dan bla bla bla”. Tapi saat pikiran itu datang saya berpikir lagi kalo mau berhenti mah dari dulu-dulu saat masih sabuk putih.
Mengingat sekarang saya sabuk coklat yang mungkin suatu saat bisa mengikuti ujian kenaikan sabuk hitam tapi saya tak mau sabuk hitam. Bukan apa-apa saya takut jika saya menyandang karateka sabuk hitam dan saya tak intens latihan serta tak punya murid untuk dilatih lalu untuk apa? dan saya pun tak tau kesananya seperti apa? akankah saya masih bisa latihan sesuai harapan saya diatas tadi atau bagaimana? Bagaimana jika saya menikah dan ternyata pasangan saya tak mengijinkan saya untuk karate lagi? Itulah yang saya takutkan dan saya pikirkan sehingga bisa dibilang stak dulu deh di sabuk coklat. Karena sebelumnya ada senior saya yang sudah menikah dan seperti itu rasanya pasti wajib mengurus rumah tangga yaitu suami dan anak sehingga selain tak diijinkan mungkin juga tak ada waktu tapi itu mungkin dan entahlah itu kan hanya prediksi saya saja. Karena sesungguhnya pun karateka sabuk coklat diharuskan mempunyai murid untuk dilatih dan menjadi salah satu syarat jika ingin mengikuti ujian sabuk hitam kalau tak salah seperti itu.
Yah kalau mau berhenti dari kegiatan karate sebaiknya memang dari dulu saat saya masih sabuk putih. Kalau sekarang-sekarang yah sayang kemana dan bagaimana pengorbanan saya selama ini terutama saat mengikuti ujian kenaikan sabuk yang pasti panas-panasan kaki sampai melepuh karena harus lari di bawah terik matahari jam 12 siang serta capek mungkin. Yah “capek” dan “bosan” adalah dua kata yang selalu pelatih saya sebutkan saat latihan. Kalau gak mau capek yah gak usah latihan karate. Begitu katanya. Dan memang itu lah nyatanya. Entah memang sudah terlalu cinta dengan kegiatan karate atau bagaimana? Setiap ada godaan seperti itu tetap saja tak bisa membuat saya untuk tidak latihan karate. Bahkan jika saya lama tak latihan yang ada rasa kangen terhadap karate melanda yang membuat saya akhirnya latihan lagi.
Sempat ingat ada teman saya yang saat SMA sama-sama mengikuti kegiatan karate namun dia sudah tak latihan lagi yah seperti yang saya bilang meninggalkan karate. Dia bertanya kepada saya “masih latihan karate?” yah saya jawab saja seadanya “masih tapi jarang”. Dia bilang “kan gue yang ngajak lo, kenapa jadi lo yang nerus yah? hahaha”. Yah begitulah kiranya yang terjadi adanya hehehe.
Yah itu lah saya. Intinya saya mengikuti karate untuk olahraga bukan untuk menjadi atlet maka dari itu saya tak pernah sekalipun mengikuti event pertandingan hehehe. Terserah menurut anda ada yang salah atau tidak dalam hal ini. Tapi itu adalah tujuan dan prinsip saya hehehe. Trima kasih.....

Senin, 21 Desember 2015

UJIAN???


UJIAN ATAU TIDAK?

Kamis siang 5 november 2015 saya mendapat kabar tentang ujian kenaikan sabuk hitam yaitu ujian DAN (sebutan untuk karateka penyandang sabuk hitam). Mengingat penawaran ujian tersebut diperuntukan untuk karateka penyandang sabuk cokelat tua. Mengingat saya adalah salah satunya dan entah sudah berapa tahun saya berada pada tingkatan sabuk itu. Ada info seperti itu menjadi pengingat tersendiri untuk saya. Namun ketika mengetahui mengenai waktu pelaksanaan ujian DAN tersebut, ternyata adalah sabtu dan minggu tanggal 19 & 20 desember 2015 mendatang dan kebetulan pada hari tersebut sudah dijadwalkan akan diadakan uas di kampus tempat saya kuliah saat ini. Sejujurnya saya tak begitu tertarik akan ujian DAN tersebut. Mengapa? Karena ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan saya sehingga saya enggan untuk mengikutinya.

Pertama, jujur sejak awal saya mengikuti kegiatan karate yaitu sejak SMA kelas 2, saya tak berambisi untuk menjadi seorang karateka penyandang sabuk hitam karena saat itu tujuan saya mengikuti karate adalah untuk suatu kegiatan yang bermanfaat yaitu olahraga, rasanya menjadi karateka penyandang sabuk cokelat saja sudah cukup bagi saya untuk saat ini.

Kedua adalah tanggung jawab. Tanggung jawab sebagai seorang karateka maupun sebagai penyandang sabuk hitam nantinya seandainya saya mengikuti ujian DAN tersebut walaupun belum pasti lulus. Karena setahu saya karateka penyandang sabuk cokelat apalagi hitam sudah selayaknya dan seharusnya mempunyai murid untuk dilatih dan membuka tempat latihan sendiri baik itu sebagai ekskul di suatu sekolah ataupun di tempat lain dalam arti lain bertanggung jawab mengembangkan ilmu bela diri karate, “harus bisa menjadi pelatih jangan hanya dilatih dan sebaliknya jangan hanya mau melatih tapi tak mau dilatih, keduanya harus seimbang” itulah kata-kata yang pernah diucapkan oleh pelatih saya. Namun hal itu tidak atau belum dapat saya lakukan. Mengingat pekerjaan saya yang memakai sistem tiga shift dan khawatir waktu latihan bentrok dengan kegiatan lain sehingga dapat menjadikan saya tidak konsisten dengan waktu latihan seandainya saya membuka latihan karate di suatu tempat dan khawatir juga tak ada teman yang dapat menggantikan saat saya berhalangan, intinya adalah saya belum dapat melakukan hal itu dan khawatir dengan tanggung jawab tersebut.

Selain itu, sebagai karateka penyandang sabuk cokelat tua, saya merasa banyak sekali kekurangan. Terutama kurang waktu latihan. Jujur semenjak saya bekerja apalagi ditambah dengan kuliah, waktu saya untuk latihan amat sangat jarang. Sangat bisa dihitung berapa kali saya latihan. Sebulan sekali mungkin ada. Karena memang saya menjadwalkan untuk latihan karate seminimalnya dalam sebulan itu saya ada waktu untuk latihan. Syukur-syukur bisa lebih. Namun kalau tak bisa ya apa mau dikata. Jangan memaksakan diri juga. Karena memang selayaknya dan seharusnya latihan karate itu baiknya seminggu minimal dua kali atau lebih bahkan jika sudah menyandang tingkatan sabuk yang tinggi seperti cokelat salah satunya kalau bisa malah latihan seminggu enam kali begitu yang pernah pelatih saya katakan dan ia lakukan juga hal tersebut. Namun pada kenyataannya saya amat sangat jauh dari yang seharusnya dilakukan.

Satu hal juga yang saya khawatirkan yaitu mengenai pasangan hidup. Jujur saya khawatir seandainya mendapatkan pasangan hidup yang tidak mendukung saya dalam kegiatan karate. Saya memang ingin sekali tetap bisa latihan sampai batas waktu yang tak ditentukan karena sayang rasanya jika saya meninggalkan karate begitu saja, kalau pun mau berhenti dari kegiatan karate mengapa tidak sejak dahulu saat masih SMA dan saat masih baru. Saya berharap minimal pasangan saya kelak masih memberi ijin kepada saya untuk tetap bisa latihan sebagai olahraga walaupun dengan syarat atau konsekuensi yang diberikan. Syukur-syukur seandainya dia juga seorang karateka yang mungkin juga akan mendukung bahkan membantu maka kemungkinan hal diatas pun akan berubah. Namun itu bukanlah salah satu kriteria. Apa yang Allah SWT berikan untuk saya nanti pasti yang terbaik untuk saya termasuk soal pasangan.

Pertimbangan ketiga adalah waktu dan biaya. Waktu sudah jelas bentrok dengan jadwal uas tadi. Biaya yang lumayan karena seharga gaji saya sebulan. Biaya yang tercantum di info tentang ujian belum termasuk biaya akomodasi lainnya, jadi hanya biaya ujian saja. Memang sih tempat ujian kali ini tak seperti tahun sebelumnya yang biasanya diadakan di tempat yang jauh, tapi ujian kali ini diadakan di OSO SPORT CENTER BEKASI dimana tempat itu adalah PUSAT KKI (Kushin Ryu M Karate-Do Indonesia) salah satu perguruan karate yang berada dibawah naungan FORKI (Federasi Olah Raga Karate Indonesia) dan setiap karateka khususnya dari KKI pasti ingin kesana. Mengingat tahun sebelumnya ujian diadakan di daerah lampung (jika saya tak salah ingat) dan harus menyebrang pulau bagi yang berasal dari daerah pulau jawa dan pulau lainnya karena biasanya saat ujian DAN dari berbagai daerah akan datang dan berkumpullah di suatu tempat yang bisa juga dijadikan sebagai ajang silaturahmi antar karateka dari berbagai daerah. Inilah salah satu hal positif yang membuat saya enggan meninggalkan karate walaupun tak berambisi untuk hal lain dibidang ini.

Itulah beberapa pertimbangan saya soal ikut ujian atau tidak? Dan pada akhirnya saya memilih untuk tidak mengikutinya karena waktu yang bentrok dengan UAS. Walaupun mungkin teman-teman saya yang lain ada beberapa yang akan mengikuti ujian DAN tersebut. Ya silakan saja, itu kan hak setiap karateka.

Senin, 14 Desember 2015

menulis

TAK HANYA MENULIS

Jika dikatakan menulis itu mudah, tak salah juga pernyataan seperti itu. Tetapi jika dikatakan menulis itu tidak mudah, tak salah juga jika ada yang mengatakan seperti itu. Mudah dan tidaknya tergantung yang menjalaninya.

Untuk saya pribadi, jika hanya sekedar menulis masih dapat dikatakan mudah. Tetapi yang sulit dan mempunyai tantangan tersendiri adalah mengaplikasikan sebuah tulisan dengan kehidupan pribadi sang penulis. Apalagi jika tulisan yang sering dibuat adalah tentang hal-hal kebaikan atau anjuran-anjuran maka mau tak mau suka tak suka ia pun harus mengaplikasikan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-harinya. Seperti misalnya sebuah judul tulisan “jangan malas” maka sang penulis pun harus mengaplikasikan judul tulisan itu dalam hidupnya yaitu sang penulis tak boleh malas dalam hal apapun. Itulah yang menurut saya agak sulit namun mempunyai tantangan tersendiri.

Jangan sampai hanya menulis saja, tetapi apa yang dituliskan itu adalah kosong. Maksudnya adalah tidak mengamalkan apa yang telah ditulisnya itu.

Sebuah tulisan tentang apapun akan menjadi pengingat tersendiri bagi pembaca atau pun penulisnya. Seperti judul tulisan “jangan malas” tadi dapat menjadi alarm tersendiri ketika seseorang sedang mengalami kemalasan. Bagi penulis saat ia malas mungkin ia akan ingat dengan tulisan yang pernah ia tulis dan ia harus mengamalkan tulisan itu jadilah ia yang tadinya sedang malas berubah menjadi mau mengerjakan sesuatu. Agar juga sang penulis tak hanya bisa menulis saja atau dengan kata lain jangan hanya bisa ngomong doank tetapi kenyataannya tak ada. Bagi pembaca bisa juga hal tersebut menjadi pengingat dalam hidupnya karena isi tulisan-tulisan tersebut yang pernah dibacanya membuat ia ingat tatkala ia sedang malas mengerjakan sesuatu hal akhirnya ia pun membuang rasa malas itu. Nah kalau sudah begini berarti sebuah tulisan tak hanya bermanfaat bagi penulis itu sendiri saja, tetapi juga bermanfaat bagi pembaca dan bahkan dapat menebar manfaat dan kebaikan melalui sebuah tulisan yang bermanfaat.

Maka salah satu cara menebar kebaikan dan manfaat adalah dengan cara menulis yaitu menulis tentang kebaikan atau menulis tentang suatu hal yang bermanfaat. Karena seperti kita ketahui “sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain” bukankah begitu?

Minggu, 06 Desember 2015

ngampusssss


KE KAMPUS

Jum'at 04 desember 2015, saat ke kampus politeknik untuk menemani teman untuk legalisir ijazah dan transkrip untuk suatu keperluan. Saat ke sana ada hal yang membuat lucu dan mengingat masa lalu. Saat seorang ibu bagian administrasi untuk legalisir menanyakan suatu hal yaitu “kamu dulu bukannya mantan si A?”. Dalam hati “aduh kenapa malah itu yang diingat oleh si ibu”. Ya karena memang itu adalah sebuah kenyataan dan sebuah kesalahan tersendiri untuk saya maka saya jawab saja “iya itu dulu” dan teman saya menambahkan “sekarang mah mantannya udah nikah dan udah punya anak malah”. Aduh itu temen memperjelas lagi dan teman saya malah ketawa-tawa saat sang ibu itu menanyakan hal tersebut. “kenapa itu yang diingat sama si ibu, kan yang lain lagi banyak. Satpam saja kenal sama gue karena gue sering keluar sendirian untuk latihan karate” curhatku kepada teman saat itu dan teman hanya asyik saja ketawa-tawa. Huft............

Dulu saat lulus dan ke kampus yang sering ditanya adalah “sudah bekerja atau belum?”. Jika jawabannya adalah “sudah”. Maka biasanya ia akan bertanya lagi “kerja dimana”. Terus deh itu pertanyaan. Sesungguhnya saya bosan dengan pertanyaan itu.

Setelah beberapa tahun tak ke kampus dan tiba-tiba ke kampus lagi untuk suatu keperluan karena mungkin seorang alumnus suatu perguruan tinggi tak mungkin ke kampus lagi tanpa adanya suatu keperluan tertentu. Kembali lagi pertanyaan yang sama selalu di lontarkan yang menurut saya pertanyaan itu sudah biasa dan monoton. Pertanyaan itu adalah “kerja dimana sekarang?” dan jika pertanyaan itu telah di jawab maka pertanyaan selanjutnya adalah “sudah nikah atau belum?” hahaha lagi-lagi pertanyaan itu yang menurut saya monoton. Ya karena ditanya maka saya jawabnya dengan sesungguhnya.

Setelah saya pikir-pikir mengapa orang-orang kampus juga menanyakan hal yang menurut saya monoton. Walaupun bukan dosen langsung yang menanyakan hal tersebut. Namun apakah memang tak ada pertanyaan yang lain. Semisalnya pertanyaan seperti itu “kerja dimana?” tak apalah itu pertanyaan sebagai pembuka, kemudian mungkin bisa dilanjut dengan pertanyaan “sebagai apa? Pelaksana atau pegawai? Masih saja jadi pegawai? Mau sampai kapan jadi pegawai?” atau mungkin bisa juga dengan pertanyaan yang berhubungan dengan akademis, misalnya “sekarang kuliah lagi gak?”. Jujur sesungguhnya saya menginginkan suatu pertanyaan yang tidak biasa saja dan juga tidak terkesan monoton. Pertanyaan tentang pernikahan dan bekerja itu merupakan suatu pertanyaan yang monoton kecuali jika setelah itu ada pertanyaan lagi yang tidak monoton dan pertanyaan itu sesuatu semisalnya seperti tadi pertanyaan tentang pendidikan lanjutan atau pun tentang karir lanjutan.

Selasa, 01 Desember 2015

galau


GALAU KAH SAYA?
230315

Entah lah ada apa lagi dengan saya? Jujur sebenarnya saat ini saya tak mau memikirkan hal itu karena saya ingin mengejar yang mungkin harus saya kejar mengenai potensi apa yang ada dalam diri saya. Tapi karena yang telah berbicara adalah ibu yah jadi nya gimana gitu????? Mungkin akan berbeda jika yang berbicara bukan lah ibu.

Berawal dari keinginan saya untuk mengikuti kursus menulis online angkatan ke 5 yang hanya akan diambil 15 orang. Yah awalnya saya daftar saja dan ternyata di respon serta harus menginvestasikan sejumlah uang jika memang benar-benar fix ikut kursus karena jika tidak maka akan digantikan oleh orang lain. Karena harus transfer sejumlah uang dan kebetulan kondisi keuangan saya saat ini sedang tidak stabil maka saya pun memikirkan beberapa pertimbangan yang terutama dipikirkan adalah ijin orangtua terutama ibu. Karena saya rasa orangtua terutama ibu perlu tahu apa yang saya lakukan yah intinya saya ingin minta doa restu dari keduanya karena jujur ada rasa takut dalam diri saya yaitu takut gagal dan kecewa. Barangkali saja dengan saya berbicara kepada orangtua saya semua urusan dan hajat saya dilancarkan amiiin.

Entah hal apa yang membuat saya berkeinginan untuk mengikuti kursus menulis online itu? Yah memang sudah satu atau dua tahun ini saya suka menulis. Karena rasanya memang beda. Akan berbeda jika kita hanya berbicara karena dengan menulis kita juga akan ingat apa yang pernah kita tulis mungkin. Yah karena saya berpikir apakah tulisan saya selama ini hanya sampai tahap blog saja kah? Karena tulisan yang telah saya tulis biasanya saya publikasikan sendiri dalam blog saya jika memang menurut saya itu layak di publikasi. Maka dari itu saat melihat media sosial facebook salah seorang penulis best seller yang sudah terkenal membuka kembali kursus menulis online hingga terbit maka saya pun mencoba mencari tahu tentang hal itu. Tanya sana dan tanya sini. Karena saya merasa saya memerlukan bimbingan atau pun saran dalam menulis. Namun saya juga tak mau asal makanya saya sendiri cari info dan kebetulan saya mendapat beberapa info dari peserta kursus menulis online angkatan sebelumnya. Bukan hanya itu saat saya iseng menulis dan telah selesai saya pernah memberi tulisan saya kepada teman kuliah via email entah judul tulisan apa yang saya kirim saya lupa dan setelah dia membacanya responnya adalah “bagus, kenapa tidak jadi penulis saja?”. Yah kata-katanya itulah salah satu yang menjadi pendorong saya untuk mengikuti kursus menulis online itu. Yah jujur saya sebenarnya saya juga kurang pede dengan tulisan saya sendiri. Maka dari itu saya berkeinginan mengikuti kursus menulis online karena saya merasa kurang pede, takut, butuh bimbingan dan mungkin saran agar tulisan saya bagus dan mungkin juga patut dibaca hehehe.

Disaat saya membicarakan keinginan saya untuk kursus menulis online, respon kedua orangtua saya adalah “terserah”. Terserah yang mungkin merupakan satu kata beribu makna. Yah makin galau deh hahaha. Jawaban yang mungkin hampir sama dari keduanya adalah “satu-satu dulu lah kuliah s1 dulu ajah beresin habis itu terserah, kalo ngambil banyak takutnya keteteran belum nanti tugas kuliah belum ini belum itu, tapi ya terserah kalo mau tetap ikut. Ini mah hanya saran dan pandangan saja”. Namun ujung dari semua respon orangtua adalah “terserah”. Yah saya juga menjelaskan tentang kursus menulis online itu gimana dari info yang saya dapatkan dari peserta sebelumnya serta dari info yang telah tertera di web. Yah karena jawaban orangtua adalah “terserah” maka akhirnya saya pun berani mengambil kursus menulis online ini tentunya dengan tanya sana dan sini terlebih dahulu. Yah jujur saya bukanlah orang yang percaya hanya padaa satu sumber karena rasanya gak akan objektif atau kurang lah jika hanya mendapatkan info pada satu sumber hehehe. Saya pun bercerita tentang niat saya kursus menulis online ini kepada teman saya yang pernah saya kirimi tulisan saya itu dan juga konsul kepada paman saya. Namun tak ada respon dari paman, ya sudahlah. Dan sebelum saya menceritakan niat saya ikut kursus menulis online kepada orangtua, saya telah bercerita kepada teman saya dan sarannya adalah bicarakan dengan orangtua saya. Setelah saya bicarakan dengan ibu dan bapak serta respon keduanya adalah “terserah” maka saya pun kembali menceritakan hal itu kepada teman saya dan responnya adalah “yah itu karena orang tua tau sifat anaknya seperti apa”. Jujur saja saya bukan lah tipe orang yang suka di larang namun jika memang pelarangan itu kuat maka biasanya saya pun mengalah. Dan seandainya saat saya bicarakan itu kepada orangtua respon mereka adalah “tidak” mungkin saya pun tidak akan mengikuti kursus itu. Yah pada akhirnya semua keputusan kembali kepada saya dan akhirnya saya mengikuti hati kecil saya untuk tetap mengikuti kursus menulis online itu. Beres deh galau yang satu? Loh memang ada galau yang lain? Yaaaah gitu deh.

Oh iya saya membicarakan tentang kursus menulis online itu secara terpisah, saya bicara kepada ibu dulu baru kepada bapak, karena setelah bicara dengan ibu saya disuruh tanya lagi dengan bapak. Ya sudah saya lakukan saja. Saat bicara hal itu kepada ibu, tiba-tiba saja ibu menanyakan saya soal pasangan. Ini lah yang membuat saya galau. Galau? Yah galau karena yang bicara adalah ibu. Dan ibu pun mengatakan berani bertanya kaya gitu jika tak ada bapak dan adik-adik saya. Yah inti pembicaraan ibu mungkin sudah ada dalam tulisan saya sebelumnya yaitu “ibu sih ga mau buru-buru tapi kalo bisa sebelum 25”. Hadeuh jadi pusing dan kepikiran saya soal itu. Ga buru-buru tapi kalo bisa gak lebih dari 25 hufft. Jujur saat ini saya sudah pasrah dengan hal itu makanya saya ingin mengikuti kursus menulis online karena memang tak mau memikirkan hal itu biarlah saja mengalir apa adanya. Karena rasanya percuma kalo hanya dipikirkan jika tidak diperbuat mungkin. Yah entah secara langsung atau tidak itu rasanya seperti patokan atau target untuk saya dari ibu. Jujur saya tak ingin ada patokan atau target untuk hal itu. Yah kalo Allah menghendaki saya menikah sebelum 25 tahun yah alhamdulilah tapi kalo Allah berkehendak lain saya mau bilang apa? toh semua yang Allah berikan kepada hambanya pasti yang terbaik. Yah sebulan lagi usia saya 23 tahun kalo mengikuti keinginan ibu berarti satu atau dua tahun lagi donk hadeuuuh tepok jidat dah.......

Ibu juga kepoin saya hehehe “ada yang deket?” yah saya jawab jujur saja “tidak ada” toh memang nyatanya begitu. Yang deket sih ga ada tapi kalo yang disuka ada sih tapi belum tentu orang itu suka dengan saya, lagi pula rasanya dia sudah ada calon. Ya sudah lah hahaha. “yah kalo ada yang deketin juga hati-hati jangan asal, orang juga akan mikir kalo akan deketin riri karena riri itu........................” begitu kata ibu (sengaja saya titik-titik karena yang ibu bilang itu adalah sifat saya, biarlah orang lain saja yang menilai). Yah begitulah kiranya pertanyaan dan pesen ibu huft.....

Yah karena sempat kepikiran dan pusing dengan hal itu karena serasa dikejar-kejar sesuatu maka saya pun menceritakan apa yang saya pikirkan kepada teman kerja saya yang tentunya sudah menikah. Karena jika bicara hal ini kepada teman yang belum menikah yah saya rasa sama saja donk hehehe. Yah jawaban teman saya adalah “wajar orangtua nanya kaya gitu apalagi ibu” ya sudah lah. Eh nanya lagi dengan pertanyaan yang sama dengan ibu “ada yang deket?” yah saya menggeleng karena memang seperti itu. Akhirnya saya cerita sempat beberapa waktu lalu saya dikenalin dengan teman SMA teman kerja saya (yang ini teman kerja saya belum nikah yah) yah walau memang sebelumnya dia minta ijin dulu mau atau tidak saya dikenalin dengan teman SMA nya temanan dan kenalan ajah koq ya sudah saya mau saja tapi sebelumnya saya bilang kepada teman kerja saya sebelum saya dikenalin dengan temannya dan sebelum pin bb nya diberikan kepada temannya itu “maaf-maaf kalo nanti dia komplen saya jutek karena memang kaya gitu saya kalo belum kenal bgtz apalagi ke cowok kadang suka sengaja”. Yah setelah saya ceritakan seperti itu kepada teman kerja saya yang telah menikah jawabannya adalah “jangan jutek-jutek sama cowo nanti mikir lagi kalo mau ngedeketin”. Saya jawab saya kaya gitu sengaja pengen tau sesabar apa si cowo dan semental apa dia kalo baru gitu ajah mundur yah gimana coba. Memang sih saat saya bbm sama cowo yang dikenalin teman saya itu, dia pernah bilang “kamu jutek dan judes yah” saya jawab ajah “iyah kalo emang belum kenal kaya gitu”. Yah saya bilang juga sama temen saya yang sudah menikah lagi pula dia juga minta saya ganti dp foto saya tapi dia sendiri dp nya juga ga jelas yah intinya sih ga ada yang ngalah eh tau-tau nya di delcon sama itu cowo ya sudah lah. Yah intinya saran dari teman kerja saya yang telah menikah itu adalah “jangan jutek-jutek sama cowo” huft tapi entahlah. Entah jutek juga kah saya dengan cowo yang saya suka atau saya begitu hanya dengan cowo yang tidak sreg di hati saya? Entahlah hehehe. Saya bingung, jalani sajalah......