apurus rinufa

tulisan sebagai pengingat terutama untuk diri sendiri dan bukan bermaksud untuk menggurui atau apapun. sekedar share dan eksplor saja. maaf jika tak berkenan. trima kasih.

Kamis, 24 November 2016

cumlaude

CUMLAUDE TAK MENJAMIN

Ada satu hal yang tidak pernah saya targetkan yaitu menjadi yang terbaik diantara yang baik. Saya hanya berusaha menjalani apa yang seharusnya dijalani sebagai apapun itu.

Ketika jumat 09 September 2016 diadakan gladi kotor menjelang wisuda sekaligus yudisium dimana saat itu diumumkan mengenai kelulusan beserta IPK masing-masing mahasiswa dan satu hal yang tidak pernah saya bayangkan adalah IPK tertinggi jalur alih jenjang dan itulah yang saya raih. Rasa tak percaya pun menghampiri hingga harus berdiri didepan mahasiswa lainnya untuk menerima bunga plastik merah sebagai tanda penghargaan. Semua rasa bercampur saat itu, ada bahagia dan ada juga rasa tak percaya. Karena saya merasa bukanlah orang yang pintar. Karena saya yakin jika diukur soal kepintaran maka teman-teman saya yang lain banyak yang lebih dari saya mengingat pengalaman dan masa kerja mereka yang melebihi saya. Rasa bahagia saat seorang dosen metodologi penelitian yang sering saya ganggu karena konsultasi skripsi padahal bukan beliau pembimbing skripsi saya, memberikan setangkai bunga plastik berwarna merah.


Saya masih berpikir mengapa saya bisa dapatkan hal tersebut. Maka saat itu saya mengingat-ingat kembali hal apa yang sudah saya lakukan. Saya tidak pintar. Namun jika dibilang rajin, mungkin ya. Satu prinsip yang tak boleh dilupakan adalah bahwa RAJIN ITU MODAL. Itu juga yang diucapkan oleh dosen penguji KTI saat diploma tiga dahulu bahwa saya itu rajin maka saya lulus.

Mengingat masa perkuliahan, saya ingat betul dimana setiap sabtu minggu saya harus dikampus dari pagi hingga sore dimana sebelum atau setelahnya saya masih harus bekerja shift tiga yaitu dinas malam. Pernah juga saya 2x24 jam tidak pulang ke rumah demi itu semua. Entahlah saya pantas mendapatkannya atau tidak jika mengingat hal ini. Pernah ada seorang teman yang mengatakan bahwa EMANG MATERINYA MASUK KE OTAK SEHABIS MASUK MALAM LANGSUNG LANJUT KULIAH. Saya tak pikirkan soal hal itu. Yang penting adalah saya menjalani apa yang seharusnya saya jalani. Begitu pula dengan perkuliahan. Saat waktunya kuliah yah harus datang untuk mengikuti materi bukan datang tandatangan kemudian pergi lagi entah kemana. Soal materi akan masuk ke otak atau tidak itu urusan belakangan. Toh setiap perkuliahan saya selalu membawa hp jadul yang kecil untuk merekam proses perkuliahan dan tak lupa meminta soft copy materi kepada dosen untuk saya print kemudian baca-baca di rumah. Beres kan? Karena ada satu hal yang saya ingat bahwa YANG MASUK SAJA BELUM TENTU MENGERTI APALAGI YANG TIDAK. Sekalipun saat kuliah mungkin saya sudah tak fokus karena sudah capek terlebih dahulu tetapi setidaknya saya tahu materi apa yang disampaikan oleh dosen dan kapan materi tersebut tersampaikan toh saat perkuliahan walaupun capek tetapi saya masih dalam keadaan sadar walaupun terkantuk namun tidak pingsan atau pun koma hingga tak tahu apa yang terjadi.

Saat gladi bersih wisuda 16 September 2016 tepatnya digedung yang akan dilaksanakan untuk wisuda esok hari, saya pun masih dikejutkan bahwa saya akan dipanggil maju ke depan bersama dengan orang tua atau pendamping wisuda untuk menerima penghargaan lagi. Saya pikir sudah cukup saat yudisium pengumuman IPK tersebut namun ternyata tidak dan masih berlanjut hingga wisuda esok.

17 September 2016, hari yang dinantikan oleh semua mahasiswa yaitu wisuda baik program sarjana ataupun diploma. Saat itu ada hal yang membuat saya ingin menangis rasanya namun berusaha saya tahan karena jika saya sampai meneteskan air mata saya khawatir makeupnya luntur ciiiiin hehehe, saat berjalan akan dipindahkan tali pada topi toga sebelumnya saya diberikan selempang dengan tulisan “cumlaude”. Rasanya kembali saya tak percaya akan hal tersebut.

Saat kedua kalinya maju ke depan karena dipanggil untuk menerima penghargaan, saat itu pula seorang ketua PPNI Kabupaten Tangerang yang juga bekerja di sebuah rumah sakit pemerintah di daerah kabupaten juga pernah mengajar dikelas alih jenjang memberikan penghargaan langsung kepada saya berupa piagam penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi. Entahlah apa yang harus saya ucapkan lagi. Rasanya masih tak percaya akan semua itu. Apakah saya pantas untuk menerimanya? Padahal saat diploma tiga dahulu saya bukanlah siapa-siapa dan hanya mahasiswa yang lulus dengan IPK sangat memuaskan dan tidak cumlaude.
Rasanya seperti memakan omongan sendiri. cumlaude itu tak pernah saya targetkan. bahkan sebelumnya saya pernah berpikir bahwa UNTUK APA CUMLAUDE? KARENA CUMLAUDE TAK MENJAMIN hal tersebut saya ucapkan karena melihat teman yang cumlaude waktu wisuda diploma tiga lalu dan sekarang tidak bekerja dimanapun hanya menjadi ibu rumah tangga dengan bisnis onlinenya di luar bidang yang ia pelajari dahulu.

Dahulu saat lulus diploma tiga saya pun pernah mengatakan seperti ini JIKA ADIK SAYA TAK MAU KULIAH, YA SUDAH SAYA YANG KULIAH LAGI. Itu semua pun terjadi, karena saya melanjutkan pendidikan sarjana bersamaan dengan adik saya yang lulus sekolah menengah atas dan memasuki bangku perkuliahan.

Saat masih duduk dibangku sekolah menengah atas pun saya pernah mengatakan bahwa DARIPADA PERAWAT MENDINGAN BIDAN BISA BUKA PRAKTEK SENDIRI. Alhasil saya malah lulus di keperawatan ya sudah maka saya lanjutkan. Saya pun cukup senang dengan profesi ini.



Sepertinya apa yang telah terjadi pada hidup sesuai ataupun terbalik dengan apa yang pernah dipikirkan.

ibunya mana

IBUNYA YANG MANA?

Entah ini pernah terjadi atau tidak, tetapi hal ini berkeliaran di benak saya. Entah dari mana saya dapatkan pemikiran ini. Entah pengaruh apa sehingga muncul pemikiran seperti ini. Entah pemikiran ini hanya sebuah lelucon dan berlebihan atau tidak. Entah kalian mau mengatakan saya terlalu berlebihan dan terlalu berpikir jauh, itu terserah kalian.
Begini, jika benih berasal dari Ny. A dan Tn. B namun kemudian yang hamil/mengandung hingga melahirkan adalah Ny. C, maka pertanyaan yang sedang bekecamuk dipikiran saya adalah siapakah ibu kandung bayinya nanti?
Bukan hal yang tak mungkin jika hal tersebut akan terjadi. Semakin canggihnya teknologi kedokteran dan kesehatan serta inginnya seseorang memiliki anak yang berasal dari dirinya sendiri dan bukan adopsi, maka saya rasa hal tersebut bisa saja terjadi sekalipun kemungkinan biayanya mahal.
Istilah awamnya mungkin pinjam rahim, namun tetap berasal dari benih pasangan suami istri dan antara Ny. C dengan Tn. B tidak berhubungan seksual. Namun benih dari Tn. B dan yang hamil adalah Ny. C.
Bukan hanya pertanyaan siapa ibunya si bayi yang berkecamuk dalam pikiran saya. Namun bagaimana hukumnya dari sudut pandang medis dan agama dalam hal ini islam?
Jika pengertian ibu menurut kamus bahasa Indonesia yang saya baca adalah perempuan yang melahirkan, lalu bagaimana dengan benih yang berasal dari Ny. A?
Bagaimana dengan akte lahir si anak nanti? Tak mungkin rasanya akan ada nama dua ibu pada akte tersebut.


hujan

DIGUYUR HUJAN

Minggu 13 november 2016
Saat pagi hari ada rasa enggan dan malas untuk mengikuti pengajian, guyuran hujan pagi itu membuatku demikian. Namun akhirnya aku tetap berangkat. Sampai sana memang hujan tidak begitu deras seperti saat berangkat dan dapat dikatakan juga reda hingga akhirnya selesai. Saat pengajian berlangsung, kedatangan syeh dari syiria, yaman dan Malaysia. Entah ada apa? Saya jadi berpikir, seandainya tadi saya menuruti rasa malas mungkin saya tak akan mendengar suara syeh tersebut dengan bahasa arabnya. Walaupun tidak bisa melihatnya.

Beberapa kali mengikuti pengajian disana rasanya ada yang aneh. Dimana jika hari cerah yaitu tak turun hujan seperti hari minggu tersebut, udara selama berjalannya pengajian sejuk namun setelah bubarnya pengajian panasnya matahari baru terasa. Entah ada apa? Tapi itulah yang saya rasakan.


Kedua di sore harinya, seperti biasa jika minggu libur maka saya latihan karate di puspem. Saat hendak berangkat hujan belum turun hingga saya menaiki angkot. Namun saat diperjalanan tiba-tiba saja hujan turun lebat dan tak reda juga hingga saya sampai. Saat itu saya berpikir, ada apa ini? Saat pagi hari pergi pengajian hujan reda dan sore hari hendak latihan tiba-tiba hujan lebat pun turun. Apa jangan-jangan saya tak direstui untuk latihan sehingga hujan lebat pun turun? Pikiran macam-macam berkecamuk dalam benak saya. Mengapa begini? Ditambah saat saya sedang bingung dengan kegiatan yang telah lama saya ikuti itu. Bingung apakah yang selama ini saya ikuti benar menurut agama dan sampai sekarang pun saya masih mencari tentang kebenaran itu? Namun saat berjalannya latihan, saya merasa beruntung karena mendapatkan ilmu baru. Biasanya jika keadaan seperti itu apalagi saat hendak berangkat sudah hujan saya jarang datang latihan. Entah ada apa dan apa yang telah terjadi hari itu? Saya merasa ada hikmah dari kedua kegiatan di hari itu karena hujan.

serasa akan copot

SERASA MAU COPOT

29 oktober 2016
Pulang dinas pagi saat itu saya berniat menemui teman di sekitar kebon nanas tangerang untuk mengantar sertifikatnya yang selama ini saya simpan. Seperti biasa saya selalu menggunakan angkuta kota. Saat itu angkot yang saya tumpangi memang tak banyak penumpang bahkan hanya tinggal saya sendiri dan karena macet maka angkot pun melewati jalan yang bukan seharusnya untuk menghindari macet. Saat lewat jalan lain tiba-tiba saja angkot berhenti dan saya lihat sudah ada motor dengan penumpangnya. Entah apa yang persis terjadi saya pun tak tahu karena saat itu saya tak memperhatikan jalan, sibuk dengan handphone khawatir teman saya menunggu. Saya rasa sepertinya angkot tersebut seperti hendak menabrak motor. Saya pikir semua akan selesai dengan meminta maaf. Namun ternyata tidak karena setelah itu sang pengendara motor tiba-tiba saja menonjok supir angkot. Keduanya tak ada yang mau mengalah. Sama-sama saling merasa benar. Tidak sang pengendara motor dan tidak juga sang supir angkot. Jalanan pun saat itu menjadi semakin macet. Karena angkot dan motor tidak berjalan. Sedangkan di belakang angkot banyak kendaraan lain yang menunggu karena akan melewati jalan tersebut. Akhirnya saya turun dari angkot tersebut karena ingin segera menemui teman. Kemudian angkot dan motor pun dipinggirkan agar kendaraan lain dapat lewat. Setelah itu entahlah apa yang terjadi dengan supir angkot dan pengendara motor itu. Karena saya langsung bergegas meninggalkan tempat tersebut. Saat kejadian itu rasanya jantung terasa mau copot. Melihat secara langsung orang menonjok dengan sangat marah. Sedangkan si supir angkot agak tak berdaya. Karena susah untuk melawan pengendara motor itu.

Sang pengendara motor yang membawa penumpang sangat marah seolah-olah dia tak pernah berbuat salah. Padahal rasanya tak ada satu pun yang terluka. Yah tidak tahu juga apakah motornya lecet atau tidak. Yang pasti saya rasa hal tersebut sebenarnya bisa diselesaikan tanpa emosi. Tapi begitulah jika orang merasa selalu benar padahal semua itu juga belum tentu. Tak mungkin juga dalam mengendarai motor dia tak pernah sekalipun tak berbuat kesalahan seperti menyalip misalnya atau hal lainnya. Jadi agak sombong juga lah si pengendara motor itu sampai mengejar sang supir angkot. Supir angkot pun entah salah atau tidak, saya tak mendengar ucapan maaf darinya. Hanya teriakan sang istri supir “tolong suami saya jangan dipukuli”.

Dalam keadaan seperti itu sebenarnya saya bingung apa yang harus saya lakukan. Di satu sisi saya tidak mengetahui persis bagaimana kejadiannya yang tiba-tiba saja membuat sang pengendara motor itu marah. Namun di sisi lain rasanya saya geram dengan aksi tonjok pengendara motor yang menunjukkan bahwa dirinya seolah-olah paling benar. Maka akhirnya saya pun memutuskan untuk pergi saja melanjutkan tujuan saya menemui teman dan memberi sertifikat padanya. Namun tetap saja sepanjang jalan rasanya jantung saya masih mau copot, cemas, gelisah dan deg-degan membuat saya takut hingga akhirnya saya bertemu dengan teman dan menceritakan apa yang barusan saya alami. Berumtunglah dia mengerti dan membuat aku sedikit tenang hingga akhirnya aku pulang ke rumah dan meninggalkan temanku itu.

Selasa, 11 Oktober 2016

HP MANDI SUNGAI

HANDPHONE NYEMPLUNG

Hari ini tanggal 10 Muharram 1438 Hijriah yaitu hari Asyura tepatnya 11 Oktober 2016. Seperti biasa setiap tahun selalu ada acara festival Al-Azhom dalam rangka menyambut tahun baru hijriah dan saya pun kesana mengingat besok adalah hari terakhir acara.  Sepulangnya dari sana saat akan menaiki angkutan kota saya bertemu dengan seorang penjual nasi goreng depan pintu keluar rumah sakit kemudian dia bertanya, saat saya menjawabnya entah kenapa tiba-tiba handphone saya terlempar dari genggaman tangan dan akhirnya jatuh kedalam sungai. Ya disekitar tempat tersebut ada aliran anak sungai yang memang tidak besar tetapi lumayan berair. Langsung saja penjual nasi goreng tersebut menolong saya dengan masuk ke dalam sungai tersebut sehingga pakaiannya basah dan akhirnya handphone saya kembali. Awalnya sang penjual nasi goreng tersebut mengatakan bahwa sungainya dalam, saya pun langsung hilang harapan namun agak tak percaya karena setahu saya sedalam-dalamnya sungai tersebut dalam banget.

Saya bingung saat itu. Ada rasa tak enak juga dengan sang penjual nasi goreng tersebut karena telah membuat pakaiannya basah saat akan berjualan. Entah apa yang harus saya lakukan? Cukupkah hanya dengan meminta maaf dan mengucapkan terima kasih? Saya rasa tak cukup hanya sampai disitu.

Saat hanphone tersebut jatuh ke sungai, entah apalah yang ada diotak saya. Saat itu saya hanya berpikir tentang isi dari pada handphone tersebut yaitu saya harus datang kembali ke galeri salah satu operator untuk mengurus nomor handphone saya agar tetap yang lama. Lalu bagaimana dengan data-data di dalam memory card? Serta bagaimana jika ditanya mana handphonenya? Mengingat handphone tersebut adalah pemberian sang paman yang walaupun saat ini sedang tidak harmonis dengan keluarga saya.

Ada hal yang saya bingung dengan diri saya, yaitu saya merasa tidak begitu panik saat saya menyaksikan sendiri bagaimana handphone tersebut nyemplung ke dalam sungai. Saya juga teringat beberapa bulan lalu tepatnya bulan ramadhan saat handphone saya hilang didalam angkutan kota.

Entahlah memang saya ini ceroboh atau bagaimana? Yang pasti sepulang dari tempat itu saya masih memikirkan kejadian tersebut didalam angkot dan apa yang harus saya lakukan untuk orang yang telah menolong saya.

HANDPHONE NYEMPLUNG
HANDPHONE MANDI


Entahlah setelah mandi di sungai apakah handphone tersebut masih dapat digunakan atau tidak?

Minggu, 11 September 2016

SKRIPSI SESUATU

SKRIPSI ITU SESUATU

Akhirnya sidang skripsi berlalu, namun dibalik itu semua banyak sekali cerita tentangnya. Dari mulai laptop rusak dan data hilang hingga handphone pun hilang.

Awalnya sejak januari 2016 bahkan jauh sebelum itu saya memang sudah merencanakan skripsi tentang BBLR. Hal ini sudah direncanakan sejak memasuki perkuliahan. Mengingat saat itu saya memang pemegang laporan penyakit terbanyak. Sehingga data-datanya pun saya ketahui. Maka itulah saya putuskan untuk mengambil judul tentang BBLR. Saat itu judul yang saya ajukan adalah tentang pengetahuan dengan BBLR. Karena awalnya sih ingin tahu saja apakah ibu yang mempunyai bayi dengan BBLR mengetahui tentang BBLR itu sendiri sehingga ia pun tahu mengapa bayinya BBLR. Karena seringnya saya ditanya seperti itu oleh keluarga bayi.

Proses proposal skripsi agak tertunda karena adanya seminar keperawatan yang harus dilaksanakan. Awalnya sidang proposal skripsi dijadwalkan bulan maret 2016 namun diundur menjadi bulan april 2016.

02 April 2016
Hal pertama yang tidak bisa dilupakan adalah satu minggu sebelum sidang proposal skripsi saya memutuskan untuk mengganti judul. Mengingat saat itu saya konsulkan judul tersebut dan dikatakan bahwa “jika pun nanti ada hubungan maka hubungannya bias atau semu”. Dia pun mengatakan “mengapa tidak ambil judul yang lain saja seperti anemia dengan BBLR misalnya”. Namun saya katakan “kalau judul itu sudah sering”. Dia menjawab “ya tidak apa-apa kan beda waktu dan tempat”. Maka setelah itu saya pun memikirkannya dan akhirnya saya putuskan untuk mengganti judul. Saya pun khawatir jika nanti hasilnya akan bias atau semu dan bisa-bisa saya harus penelitian ulang. Maka saya putuskan untuk mengganti judul dengan menggunakan data sekunder bukan primer.

Setelah saya memutuskan untuk mengganti judul, maka saya langsung mengontak sang dosen pembimbing. Beliau mengatakan saya boleh ganti judul dan tetap seminggu lagi saya harus maju untuk sidang proposal. Setelah acc ganti judul oleh dosen pembimbing, maka saya langsung mengontak beberapa orang untuk mencari data yang kira-kira bisa saya jadikan sebagai judul.

Akhirnya saya putuskan untuk mengganti judul antara preeklampsia dengan BBLR. Langsung juga saya mencari sumber-sumber buku yang sudah ada di kamar dan lemari buku pribadi saya. Setelah saya ditemukan sumber-sumber tersebut saya langsung mencari teman yang laptopnya bisa saya pinjam mengingat saat itu laptop saya sedang rusak dan harus instal ulang. Inilah hal kedua yang tak bisa dilupakan juga. Sudah ganti judul dan seminggu lagi harus sidang proposal saat itu pula laptop rusak dan data pun hilang karena install ulang dan tak bisa diselamatkan semua. Hanya beberapa data saja yang bisa kembali dan itu pun bukan data tentang proposal. Untungnya sebelum saya membawa laptop ke tempat install, saya sempat menyimpan data tentang proposal di flashdisk.

Besoknya 03 April 2016 saya meminjam laptop di teman dan kemudian langsung mengetik dan mengedit yang diperlukan. Beruntungnya hari itu proposal sudah siap dan tinggal di cetak kemudian siap dikonsulkan esoknya.

Saat besoknya proposal tersebut dikonsulkan, disarankan untuk menambah judul yaitu antara karakteristik dan preeklampsia dengan BBLR. Awalnya sih bingung karena khawatir akan banyak variabel. Namun jika tidak dijadikan judul juga akan masalah saat ditanya mengingat didalam teorinya sudah ada hanya tinggal menambah sedikit saja. Akhirnya saya putuskan untuk memakai judul tersebut.

Proses selanjutnya tetap berjalan hingga akhirnya sidang proposal 08 April 2016 (080416). Hal ketiga yang tak bisa dilupakan juga adalah saya sidang proposal setelah dinas malam. Awalnya sidang dijadwalkan tanggal 09 April 2016. Saat tanggal 07 April 2016 saya menemui sang dosen pembimbing bersama dengan teman yang lain. Saat itu pula saya kaget karena besok 08 April 2016 harus maju sidang proposal. Jika sudah begitu mau bagaimana lagi? Siap tak siap ya harus siap. Untungnya beberapa persen sudah jadi walaupun masih banyak hal yang harus disiapkan. Karena waktunya tak sempat bahkan tak terpikir juga jadilah proposal skripsi yang sangat apa adanya. Dari judul langsung BAB I. Ingat juga banyak sekali kertas yang dilipat tanda banyak yang harus direvisi. Hal keempat yang tak bisa dilupakan lagi adalah sang dosen pembimbing meminjamkan saya laptop untuk mengerjakan proposal skripsi yang akan disidangkan besok. Sangat baik sekali pembimbing saya itu.

Setelah sidang proposal maka revisi-revisi pun dilakukan hingga akhirnya ketiga dosen penguji acc agar proposal dapat diteruskan penelitian. Setelah mengambil data dan proses pengolahan pun dilakukan. Tepat bulan puasa hari ketiga handphone saya hilang di angkot saat sedang perjalanan pulang http://apurusrinufa.blogspot.co.id/2016/06/hp-hilang.html. Itulah hal kelima yang tidak bisa saya lupakan juga. Mengingat handphone hilang saat sedang proses skripsi. Hingga saya pun bingung untuk mengontak orang-orang yang saya anggap penting terutama dalam proses skripsi ini seperti pembimbing misalnya.

Tepat tanggal 04 Agustus 2016 saya sidang skripsi yang pertama. Akhirnya segala apa yang sudah dilakukan disidangkan hari itu dan ada rasa sedikit puas. Sedikit saja karena saya tak mau berlebihan juga. Alhamdulillah revisi skripsi tak sebanyak dengan revisi proposal. Lipatan kertas pun tak sebanyak saat proposal. Walau pengujinya ada yang berbeda namun ada juga yang sama.

Jika diingat-ingat lagi saya sidang proposal tanggal 080416 dan sidang skripsi tanggal 040816. Agak unik dan lucu juga yang antara angka 4 dan 8. Agak tak bisa dilupakan juga nih.

Semua ini tak lepas dari peran orang tua yang sangat utama yang selalu menanyakan “memang belum selesai?”. My Parents is My Power. Kedua adalah sang paman yang juga menanyakan “gimana skripsi atau penelitiannya? Populasinya berapa? Sampelnya berapa? Oh cukuplah sampel 10% dari populasi”. My Uncle is My Motivation.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah sangat membantu dalam skripsi saya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terima kasih kepada sang pembimbing ibu Ns. Siti Latipah Skep., M.K.K.K (ibu mimie) yang sudah baik banget dan ibu Erna Juliana Simatupang SST., MKM yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat terutama tentang penelitian. Lama-lama saya lebih tertarik penelitian dari pada asuhan keperawatan yang terkadang berubah-ubah hehehe. Oneday semoga suatu saat saya bisa menjadi seperti beliau-beliau.

Selasa, 23 Agustus 2016

KETIKA KEBIASAAN BERUBAH

KETIKA KEBIASAAN BERUBAH

Entahlah ini adalah hal baik atau buruk. Karena  ada sesuatu yang sudah berubah tanpa diketahui oleh sang atasan. Terutama di ruang bayi sakit disebuah rumah sakit milik pemerintah kabupaten. Dahulu di tempat ku bekerja memandikan bayi pada waktu subuh. Namun sekarang beberapa orang terkadang memandikan bayi disaat memulai shift ketiga atau malam. Kadang juga ada yang memandikan bayi di tengah malam atau dini hari. Entah ini suatu hal yang baik atau tidak? Tetapi saya rasa orang yang awam dan tidak begitu mengerti akan kesehatan pun tahu ini baik atau tidak.

Awalnya, dahulu semua pekerjaan dilakukan sesuai shiftnya walaupun si pekerja di shift berikutnya sudah datang lebih awal. Sekarang semua pekerjaan pada shift tiga khususnya yaitu shift malam bisa-bisa telah selesai dikerjakan pada saat pergantian shift. Yah begitulah yang terjadi akhir-akhir ini dan sudah beberapa lama, namun saya rasa sang atasan tak mengetahuinya karena dilakukan pada malam hari. Entah baik atau tidak, namun jika sudah dikerjakan oleh mereka maka saya mau bilang apa? Toh saya juga bukan atasan. Hanya terkadang penanggung jawab shift yang belum tentu dipertimbangkan bahkan didengar. Tak masalah untuk saya toh saya juga tak mau menjadi kepala shift. Sekalipun saya pernah mengatakan “memang tak bisa dikerjakan pagi yah?”  mereka hanya senyam senyum saja dan diam dengan tetap melakukan hal tersebut. Dalam hati saya bergumam, jika memang tak sanggup ya sudah tak usah dikerjakan gampang kan?

Yang pasti saya sendiri jikapun datang lebih awal dari jam yang seharusnya tidak pernah melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan pada shift berikutnya. Berusaha saja melakukan sesuai dengan waktu yang seharusnya dilakukan. Seperti memandikan atau mengelap bayi, biarkan saja mereka melakukan sesuka hati mereka. Toh mereka yang melakukan sudah semua dewasa bahkan ada juga yang sudah bersuami, berkeluarga bahkan mempunyai anak.

Entahlah mereka yang melakukan hal tersebut punya pikiran atau tidak? Pernah atau tidak mereka memikirkan jikalau hal tersebut terjadi pada anak mereka suatu saat nanti seperti misalnya memandikan bayi dimalam hari atau tengah malam dini hari.

Intinya mereka memandikan bayi dimalam atau tengah hari agar saat subuh tidak memandikan lagi dan bisa tidur sampai bablas hingga pergantian shift selanjutnya. Jika jumlah bayi banyak dan ada pertimbangan lain seperti kondisi saat hari raya yang pekerjanya setelah subuh akan melaksanakan shalat ied barulah saya setuju memandikan bayi lebih awal namun tidak dimalam atau tengah hari juga, mungkin disepertiga malam terakhir di waktu terakhir paling utama untuk shalat tahajud.

Bukan soal memandikan saja, terkadang mereka menyuruh orang tua bayi untuk memerah asinya agar bisa diberikan kepada sang bayi. Namun terkadang entah karena tidak tahu atau malas untuk mengecek asi, maka asi yang telah diperah oleh sang ibu kandung bayi terkadang tidak diberikan. Yang saya heran juga apakah mereka mau seperti itu yaitu saat asi mereka sudah dipompa namun tidak diberikan kepada anaknya.

Entahlah apakah mereka pernah berpikir atau tidak seandainya hal tersebut terjadi pada mereka?


TERKADANG ANTARA TIDAK MAU, TIDAK BISA, TIDAK SEMPAT DAN MALAS ITU BEDA TIPIS. HANYA DIRI SENDIRI YANG MENGETAHUINYA.

Senin, 15 Agustus 2016

nyesal

PENYESALAN

Emang yah yang namanya penyesalan selalu datang belakangan. Kalau duluan namanya bukan penyesalan sih tetapi pemikiran mungkin yah.

Ini juga yang gue alamin sekarang. Gue nyesal karena gue udah pinjemin kamera digital ke adik gue sendiri. Yah walaupun adik yang secara garis keturunan adalah kandung. Namun sejujurnya gue gak begitu suka. Karena satu dan lain hal.

Belum lama tepatnya hari sabtu 130816 dia pinjam kamera digital gue. Awalnya emang dia udah bilang sehari sebelumnya via whatsapp. Tapi ga gue respon. Karena gue inget sebelumnya yaitu waktu gue pinjemin kamare digital eh pas dibalikin malah rusak entah kenapa? Akhirnya gue beli kamera digital yang baru karena kamera lama tidak bisa diperbaiki dengan harga murah. Yaudah daripada uangnya untuk memperbaiki kamera yang belum tentu baik banget mendingan uangnya buat beli yang baru ajah deh.

Waktu dia pinjam gue udah tanya berapa lama? Dia bilang sehari. Gue juga bilang datanya jangan dihapus. Tapi sampai hari minggu kamera gue belum juga dibalikin sama dia.

Akhirnya hari ini senin 150816 kamera gue emang balik. Tetapi saat gue cek datanya gak utuh. Seperti data yang sudah dihapus kemudian berusaha dikembalikan lagi. Gue emang bukan orang yang mengerti banget tentang hal itu. Namun gue juga bukan orang yang bodoh akan hal tersebut.

Salahnya gue adalah tidak belajar dari pengalaman sebelumnya dimana saat kamera gue pinjamkan dan kembali dengan keadaan rusak. Padahal saat dia bilang mau pinjam kamera feeling akan suatu hal sudah ada. Karena saat itu gue berpikir “waktu dulu gue pinjemin rusak, kalau sekarang gue pinjemin rusak lagi berarti gue nanti harus beli baru dong”. Saat kamera tersebut gue pinjamkan, gue inget banget masih ada data di kamera tersebut. Maka dari itu gue bilang datanya jangan dihapus. Mengingat belum semua data gue remove ke tempat lain. Entah sudah feeling atau bukan, saat gue tanya mana kamera gue dia malah bilang ntar masih dibackup. Dari kata backup itu gue udah mulai curiga jangan-jangan data-data gue kehapus kemudian dikembalikan lagi.

Saat ia kembalikan kamera itu ke gue, langsung gue cek dan ternyata benar saja feeling gue. Data yang ada adalah data yang sebelumnya hilang atau terhapus kemudian dikembalikan lagi. Karena datanya tidak berurutan dan berantakan. Gue walaupun gak detail hapal data apa saja tetapi gue tahu apa saja urutannya itu.

Karena hal tersebut langsunglah emosi gue menaik. Daripada gue marah-marah dan data gue belum tentu balik seperti semua saat awal belum dipinjam. Maka gue mendingan pergi entah kemana dengan kemarahan yang gue bawa.

Rasanya pengen gue banting itu kamera didepan mukanya. Tapi gue inget lagi, gue belinya pakai uang sendiri jadi pikir-pikir lagi deh kalau mau ngerusakin barang sendiri. Beda dengan orang yang ga pernah beli ini itu dan bisanya hanya pakai atau pinjam.

Entah hal wajar atau tidak dengan kemarahan gue. Yang pasti coba deh tanyakan kepada diri sendiri, jika data penting kita hilang oleh orang lain sekalipun masih ada hubungan saudara. Bagaimana? Apalagi jika data tersebut adalah data titipan orang lain.


Sabtu, 18 Juni 2016

ompong

SI A OMPONG

Selasa 14 juni 2016 kebetulan saat itu saya masuk kerja sore dan saat jam besuk seperti biasa banyak keluarga pasien yang datang untuk melihat bayi mereka. Saat itu ada keluarga bayi Ny. ST2 (karena kembar namun yang satu sudah pulang lebih dahulu) datang menjenguk bayinya dan menyusui. Kebetulan saat itu saya membedong bayinya dan ayah bertanya-tanya tentang kondisi bayi, karena saya tak begitu hapal maka saya pun mengatakan “nanti yah pak, menyusui ajah dulu yah”. Sudahlah sang bayi saya berikan kepada sang ibu untuk menyusui.

Saat di nurse station ada seorang lelaki yang mengaku ponakan Ny. ST sebut saja lelaki itu si A atau si ompong hahaha. Orang itu si A ompong berdiri di depan meja nurse station karena menurut saya mengganggu pemandangan maka saya pun bertanya keperluannya apa. Si A ompong itu pun menanyakan kondisi bayi Ny. ST2 kemudian saya tanya keluarganya (ayah dan ibunya) mana? Maksudnya adalah biar saya sekalian menjelaskan kepada orang tua bayi karena seperti itu prosedurnya.

Tak lama orang tau bayi pun disamping si A ompong itu yaitu sang ayah bayi. Saya pun menjelaskan bahwa bayinya masih harus mendapatkan therapy injeksi antibiotic. Kemudian si A ompong bertanya tentang antibiotic apa yang diberikan? Saya pun bingung awalnya dan berpikir siapa si A ompong ini sampai bertanya tentang nama antibiotic apa yang diberikan? Karena biasanya tidak pernah sampai seperti itu. Karena hal tersebut maka saya pun bertanya kepada si A ompong  siapa dia? Dengan sombongnya dia pun menjelaskan bahwa ia juga orang kesehatan yang mengerti tentang medis, direktur rumah sakit umum pun kenal dengannya, di keluarga saya cuma saya yang mengerti medis, jadi tolong jelaskan kepada saya saja. Saya mengabaikan bahwa ia kenal dengan direktur rumah sakit umum bu desi dan jika saya tak salah dengar ia pun menyebut-nyebut satu partai politik yaitu PDIP. Entahlah apa maksudnya.

Setelah itu saya pun memberitahu antibiotic apa yang diberikan. Kemudian dia pun bertanya lagi tentang hasil laboratorium terakhir maka saya pun harus membuka rekam medis untuk mengetahui hasilnya. Saya perlihatkan hasil laboratorium terakhir kepada sang ayah bayi dan si A ompong sambil menjelaskannya. Namun tak lama si A ompong marah-marah karena saya menjelaskan kepada sang ayah dan arah mata saya juga kepada dia bukan si A ompong. Dikemukakanlah siapa si A ompong dengan sombongnya, menurutnya dia mengaku mengenal dokter desi, saya bisa menelepon dokter desi sang direktur, saya mengenal semua dokter rumah sakit umum ini, saya membawahi 18 klinik, dokter-dokter itu bawahan saya, saya bisa saja memecat kamu walaupun kamu sudah lama bekerja disini, jangan kaku begitu dan bla bla bla. Saat dia berbicara seperti itu saya memilih diam karena jika orang marah-marah seperti itu saya balas maka akan menjadi semakin marah. Maka saya memilih diam untuk mendengarkan ocehannya sampai selesai. Lagipula saya pikir jika saya membalas kemarahannya yang ada saya sama saja dengan dia dan juga membuang-buang waktu apalagi saat itu mendekati berbuka puasa. Jika suasana tambah panas yang ada saya tidak buka puasa dengan yang manis malah dengan emosi selain itu tak enak juga dengan keluarga pasien yang lain. Maka saya diam dan mendengarkannya hingga selesai karena itu pun yang ia inginkan.

Teman saya yang mengetahui hal ini mencoba berbicara kepada si A ompong namun sayangnya sebelum ia bicara pun si A ompong sudah menskak duluan dengan mengatakan “sebentar saya belum selesai”. Ya sudah saya teruskan saja mendengar ocehan marah-marahnya sampai selesai. Saya pun tak ingat betul apa yang diucapkannya. Akhirnya dia pun berhenti dan meminta maaf apalagi dia juga sedang berpuasa ramadhan.

Setelah dia selesai marah-marah tadi barulah saya berbicara “saya ngerti bapak orang kesehatan dan mengerti medis, namun peraturan kami yang harus mengetahui kondisi bayi adalah orang tua bayi maka saya pun harus menjelaskan kepada orang tua bayi, toh saya menjelaskannya ada bapak dan bapak, jadi jika bapak ini (sang ayah bayi) tak mengerti bisa bertanya lagi kepada bapak (si A ompong), tak jadi masalah kan?”. Namun si A ompong itu tetap tidak terima dan mengatakan “masalah nanti seperti kaset kusut, suster mau menjelaskan berulang-ulang ke bapaknya, dia itu ga ngerti medis, dan bla-bla-bla”. Saya kembali hanya mendengarkan sampai akhirnya dia selesai. Saat selesai saya bertanya “oh yaudah pak, ada lagi? Udah?”. Dia pun kembali berbicara “Ya sudah suster begini ajah kalau ada apa-apa tolong hubungi saya”. Saya jawab saja “oh iya kalau ada apa-apa kami akan hubungi nomor handphone yang ada di rekam medis ini yah”. Dia pun masih berbicara “hubungi saya saja suster, saya minta maaf suster yang tadi marah-marah, saya memang seperti itu”. Saat itu sang ayah hanya diam saja, entahlah apa yang ada dipikirannya.

Intinya si A ompong itu tidak terima karena saya menjelaskan kondisi bayi kepada sang ayah walaupun disampingnya ada dia dan ia ingin jika ada sesuatu yang diberitahu terlebih dahulu adalah dirinya bukan orang tua bayi. Namun prosedur rumah sakit bukanlah seperti itu. Karena anak adalah tanggung jawab orang tua jadi jika terjadi sesuatu maka kami pun menghubungi orang tuanya bukan yang lain. Kecuali pada kenyataannya sang orang tua sudah tak ada lagi di dunia ini.

Menurut sang teman yang awalnya ingin berbicara saat si A ompong sedang nyerocos ngomong, orang itu si A ompong pernah ribut dengan Wakaru dan mengaku kakak atau adik Ny. ST, tapi tadi ngakunya ponakan Ny. ST, rese emang orangnya. Saya hanya bisa ber-oh dan pantas saja tadi seperti itu.

Setelah marah-marah tadi si A ompong duduk menyender tembok dengan ayah sang bayi tak lama ia pun pamit, karena saat itu saya mendengarnya walaupun sedang dibelakang, ia pun menyebutkan namanya dengan inisial A. Kemudian setelah sang ibu selesai menyusui ia pun bertanya tentang kondisi anaknya namun kali ini teman saya yang ambil alih menjelaskan. Dalam hati saya sama saja kaset kusut dong. Saya pikir urusannya sudah selesai, namun ternyata tidak karena saat saya masuk malam si A ompong kembali datang dan berulah.

16 juni 2016 saat saya masuk malam sekitar jam 10an malam si A ompong datang dan yang menemuinya bukan saya melainkan teman. Info yang saya dapatkan adalah si A ompong tak terima karena kami perawat perinatologi menghubungi orang tua bayi karena sang bayi akan tranfusi darah yang diakibatkan dari hasil hemoglobin yang rendah dan ia juga mengatakan kami “GEBLEK” kali yah. Kemudian dia pun kembali berkoar-koar dengan menyebut nama sang direktur rumah sakit umum yaitu ibu atau dokter desi. Secara prosedur memang seharusnya kami menghubungi orang tua bayi bukan orang lain sekalipun mengaku saudara. Ngaku-ngaku saudara itu gampang.

Tak lama sang perawat jaga tiba-tiba datang tanpa kami memanggilnya. Si A ompong itu pun mengatakan “suster curang ada yang belain” itu info yang saya dapat dari teman. Kemudian sang perawat jaga malah membela si A ompong itu dan mengatakan nanti kalau ada apa-apa hubungi bapak ini ajah. Saya bingung koq malah begitu sang perawat jaga. Main percaya dengan orang yang mengaku “saudara”. Ya sudah entah bagaimana akhirnya si A ompong itu menghilang dari ruangan perinatologi. Yang pasti info yang saya dapatkan juga dari teman adalah si A ompong mencorat-coret nomor handphone sang orang tua bayi hingga tak terlihat sama sekali.

Sesuatu banget itu omongan kata “GEBLEK”. Saya cukup kesal saat teman menceritakan itu. Seperti dia paling pintar sedunia saja. Toh kalau ia mengerti medis atau kesehatan seharusnya mungkin tak banyak bertanya dan mengerti juga prosedur yang seharusnya. Kalau pun dia mau marah-marah jika kami melakukan sesuatu tak sesuai prosedur. Orang aneh.

Saat paginya 17 juni 2016 sang teman menceritakan kejadian semalam dan tempo hari saat saya masuk sore. Banyak yang merespon negatif soal tindakan saya yang hanya diam ketika si A ompong marah-marah dan menganggap saya payah serta hanya berani kandang saja bahkan membawa-bawa nama KARATE. Saya pikir apa hubungannya karate dengan hal ini. Karate itu olahraga. Sekalipun karate itu olahraga keras, namun tak semua hal dapat diselesaikan dengan kekerasan. Yang ada nanti suasana akan bertambah keruh dan bermasalah berkepanjangan. Terserah mereka mau bicara apa. Karena saat itu DIAM adalah pilihan yang tepat untuk saya. Toh saat teman saya hendak bicara pun langsung di SKAK oleh si A ompong itu. Lagipula ketika seseorang nyerocos marah-marah pantaskah kita membalasnya dengan hal yang sama? Atau malah menantangnya? Bukankah nanti yang ada suasana semakin keruh? Itu yang sejujurnya yang tidak saya inginkan. Jika saya ladeni kemarahannya dengan hal yang sama bukan hanya waktu dan tenaga saya yang rugi namun puasa saya pun rugi. Waktu bisa saja akan bertambah panjang yang seharusnya dia marah-marah hanya sebentar namun karena kita menantang atau meladeninya bisa saja menjadi lama bahkan berkelanjutan.

Apakah seperti itu menangani orang yang sedang emosi marah-marah, yaitu membalasnya dengan hal yang sama? Biarkan saja orang lain menganggap saya seperti apa? Yang pasti saya punya alasan dan prinsip mengapa lebih memilih DIAM dibanding balik menantangnya. Lagipula malas juga meladeni orang seperti itu yang hanya bisa memamerkan kesombongannya. Ingat pula DIAM ITU EMAS dan setahu saya harga EMAS ITU MAHAL. Jadi bisa juga DIAM ITU MAHAL hahaha.

Banyak yang berasumsi bahwa si A ompong itu adalah LSM ataupun kader. Yah mau siapapun dia, seharusnya tak seperti itu. Pasien ya tetap pasien. Prosedur ya tetap prosedur. Mau ia kenal dengan seluruh orang di rumah sakit itu pun status keluarga pasien tetaplah seperti itu. Terkadang anehnya adalah orang-orang atasan sana itu lebih membela atau memilih mereka di banding orang yang jelas-jelas mengabdi untuk rumah sakit.


Akhirnya saat saya dinas malam kedua 17 juni 2016 malam, sang bayi Ny. ST2 itu telah pulang. Mungkin setelah tranfusi pada malam sebelumnya dimana si A ompong complain, kemudian cek darah ulang sehabis tranfusi dan mungkin hasilnya bagus maka dari itu sang bayi Ny. ST2 diperbolehkan pulang. Intinya yang saya ketahui sang bayi Ny. ST2 itu sudah tidak ada ketika saya dinas malam kedua saat itu. Untung saja sang bayi pulang ke rumah dan bukan ke rahmatullah. Karena biasanya jika ada keluarga yang rese maka kondisi sang pasien ikut-ikutan menurun. Tapi itu biasanya loh.

Jumat, 17 Juni 2016

hp hilang

HANDPHONE HILANG

Sabtu lalu 11 juni 2016 ketika pulang dari rumah sakit bukan karena kerja namun karena mengerjakan tugas skripsi di salah satu ruangan teman. Ketika pulang setelah zuhur dengan menggunakan angkot dan saat akan sampai tujuan, saya hendak mengambil dompet di tas namun ketika melihat tas resletingnya terbuka. Kemudian saat saya melihat isinya handphone saya tidak ada.

Seingat saya terakhir meninggalkan ruangan itu tak ada barang yang tertinggal dan saya ingat betul memasukkan handphone ke dalam tas. Saat di jalan sebelum naik angkot pun saya tak mengeluarkan handphone karena memang tak ada keperluan. Entah sepertinya handphone saya ada yang mengambil. Karena sebelumnya ada seorang ibu dan anak menaiki angkot dan agak ribet-ribet begitu.

Kebetulan tas yang saya gunakan adalah ransel dan tetap dibelakang tidak saya pindahkan ke depan karena saya pun duduk di pojok angkot dengan tas tertindih oleh badan saya. Tak lama ada ibu dan anaknya naik angkot dan duduk di pojok sebrang saya. Kemudian tiba-tiba ibu tersebut pindah dan mendorong saya sehingga ia berada di posisi awal saya duduk. Tas saya masih dalam posisi awal yaitu di belakang. Sang ibu tersebut membuka jendela, saya pun bingung kenapa ia pindah tempat padahal posisinya adalah sama-sama di pojok dan ada kaca jendela juga yang bisa dibuka tutup. Setelah sang ibu tersebut membuka kaca jendela dengan ribetnya, kemudian tak lama ia pun ribet menutup kaca jendela dengan alasan terlalu terbuka kelebaran atau bagaimana begitu.

Saat itu saya memang sudah mempunyai prasangka karena sang ibu tersebut terlihat ribet sekali. Namun saya tak terpikirkan akan handphone saya yang hilang. Yang saya pikir adalah jika ia akan mengambil dompet maka kemungkinan akan susah dan terasa oleh saya. Saya pun sempat melihatnya sebentar dan ada jaket ditangannya. Tak lama setelah ia ribet, ia pun turun dengan anaknya di tempat yang entah wajar atau tidak ia turun. Karena ia turun di tengah tempat perbaikan jalan.

Tak lama setelah itu karena akan turun angkot maka saya pun mengambil dompet dengan itu maka tas pun saya posisikan didepan. Namun itulah saat melihat tas tiba-tiba saya dapatkan resletingnya terbuka dan langsung saja saya melihat isinya ternyata handphone saya dengan case berwarna pink tak ada. Saya memang membawa dua handphone kemana-mana karena jika yang satu mati habis batere maka masih ada yang satu lagi yang bisa dihubungi. Namun tetaplah yang dominan adalah handphone yang casenya pink tersebut. Beruntungnya handphone yang satu berwarna hitam masih ada didalam tas di tempat yang sama dengan handphone pink tersebut.

Alhamdulillah handphone yang hilang atau diambil hanya satu. Karena berwarna pink dan mungkin juga terlihat mencolok maka itulah yang diambil dengan gampangnya. Karena handphone yang satunya berwarna hitam dan tidak terlihat jika hanya melihat tas tanpa merabanya maka mungkin tak ia ambil handphone itu.

Saat saya menyadari bahwa handphone saya hilang, awalnya memang biasa saja. Karena saya pikir handphone masih bisa beli dan bisa juga dijadikan alasan untuk membeli yang baru hehe. Namun setelah lama, saya pun bingung karena semua kontak dan data-data penting ada di dalam handphone tersebut. Bukan handphone hilang yang masalah tetapi yang jadi masalah adalah nomor handphone saya yang sudah banyak orang ketahui, juga data-data dan kontak orang banyak. Saya khawatirnya yang mengambilnya menyalahgunakan data-data saya baik berupa gambar atau video lainnya. Semoga saja tidak.

Saya pun bingung bagaimana agar nomor handphone saya yang hilang tersebut bisa kembali lagi. Akhirnya dengan menggunakan handphone hitam yang Alhamdulillah tidak hilang saya mengontak teman yang kebetulan kontaknya ada di handphone tersebut. Alhamdulillah ia bersedia membantu agar nomor handphone saya kembali lagi.


Akhirnya senin 13 juni 2016 saya dengan bantuan teman mengurus nomor handphone yang hilang agar kembali lagi dan Alhamdulillah berhasil. Akhirnya nomor handphone saya masih yang lama dan tak perlu ribet mengganti nomor handphone. Karena tentunya akan ribet jika saya membeli kartu baru dan nomor baru.

Senin, 13 Juni 2016

JARANG DATANG

PUSPEM

Kemarin minggu 12 juni 2016 setelah satu bulan yang lalu tepatnya mei selama sebulan penuh saya tak datang latihan karate di puspem maka hari itu saya sempatkan datang latihan di puspem yang kebetulan juga saya libur dari pekerjaan, perkuliahan, acara-acara seminar workshop dan lainnya. Saya akui kedatangan saya telat. Maka saat akan dilakukan TC yaitu Training Center, yang tidak atau jarang latihan diinstruksikan memisahkan diri. Sudah telat dan jarang datang pula. Maka dengan sadar saya langsung memisahkan diri. Beruntungnya saat itu ada teman saya juga yang bernasib sama yaitu jarang datang latihan di puspem (pusat pemerintahan) dengan berbagai alasan.

Sejujurnya saya ingin sekali latihan bergabung dengan TC karena materi yang didapat biasanya adalah materi yang jarang, namun apa daya jika sang pelatih tak mengijinkan. Saya pun mengerti dan maklum karena mungkin akan mengganggu yang lainnya. Ya sudahlah mau bagaimana lagi?

Jika ditanya kenapa tak pernah atau jarang datang latihan ke puspem? Maka ini jawaban saya, hari minggu yang mungkin buat sebagian orang merupakan hari libur, namun tidak bagi saya. Jadwal di hari minggu itu biasanya lebih padat dari pada hari lain. Hari minggu jika saya tak kerja ya kuliah ataupun mengikuti acara-acara seminar atau workshop dan lainnya. Itu jadwal untuk saat ini. Karena untuk ke depannya saya tak tahu akan bagaimana.

Kemudian jika ditanya, memang acara seminar setiap minggu? Sejujurnya iya, ada acara seminar yang dilakukan setiap minggu tetapi dengan penyelenggara yang berbeda dan biasanya mereka menyelenggarakan selalu di weekend jika tidak hari sabtu ya minggu mungkin juga dengan alasan tertentu karena sebagian orang kemungkinan libur di hari itu.

Kenapa rajin banget sih ikutan seminar begitu? Semua itu untuk menunjang profesi saya yaitu keperawatan. Dimana legalitas profesi atau STR (Surat Tanda Registrasi) yang saya punya akan berakhir setiap lima tahun sekali dan untuk memperpanjang dibutuhkan sekian puluh SKP (Satuan Kredit Profesi) yang bisa didapatkan salah satunya dari mengikuti seminar yang bersertifikat SKP PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia). Jika tak memiliki sekian puluh SKP, maka kemungkinan untuk memperpanjang STR tersebut harus mengikuti tes uji kompetensi profesi yang kelulusannya belum tentu dijamin. Mengingat banyak lulusan keperawatan namun secara profesi mereka tak lulus uji kompetensi sehingga harus mengulang tes agar mendapatkan STR yang berlaku. Itu yang saya ketahui. Mohon maaf jika salah.

Bukan hanya soal sertifikat atau SKP yang akan didapat jika mengikuti seminar atau workshop, namun update ilmu terbaru juga sangat saya butuhkan ataupun ilmu-ilmu lainnya. Karena jujur saya menyukai semua jenis seminar apalagi jika ada sertifikatnya hehehe sebagai bukti.

Bagaimana jika STR tidak diperpanjang? Jika tak diperpanjang maka kemungkinan tidak bisa bekerja di profesi tersebut. Karena STR itu adalah bukti legalitas profesi dan setahu saya sekarang ini untuk lulusan keperawatan yang baru lulus dan akan bekerja maka dibutuhkan STR karena itu pun salah satu syarat dari instansi pekerjaan. Mereka tak mau jika karyawannya tak memiliki STR apalagi saat-saat ini sedang musim AKREDITASI yang salah satunya adalah soal STR juga.




Maka itulah alasan saya mengapa jarang datang latihan ke puspem? Membahas soal karate yang ujung-ujungnya membahas soal profesi dan legalitas keperawatan. Bukan saya tak mau latihan di puspem, namun apa daya hari libur saya tak selalu hari minggu. Jika tak libur lalu latihan karate, jujur saya tak berani. Mengingat waktu yang bentrok dan jaga kesehatan pula. Walaupun latihan karate ini adalah olahraga untuk kesehatan tetap saja jika dilakukan dalam kondisi badan tak baik maka dampaknya pun akan tak baik pula, yang ada nanti setelah latihan kemudian kerja atau pun setelah kerja kemudian latihan tanpa ada jeda waktu istirahat yang didapat malah sebaliknya yaitu yang disebut dengan istilah KECAPEAN. Maka dari itu saya putuskan latihan jika saya sedang bebas dari pekerjaan. Karena yang namanya kerja pasti capek apalagi dibidang pelayanan 24 jam yang terkena shift dan harus standbye jika sewaktu-waktu dibutuhkan.

Jika saya korbankan dan paksakan untuk tetap atau selalu latihan karate di puspem setiap hari minggu, kemudian jika terjadi sesuatu siapa yang akan bertanggung jawab?. Misalnya seharusnya hari minggu saya kerja shift atau ada acara lain yang penting dan berhubungan dengan profesi ataupun keluarga, namun saya korbankan untuk tetap latihan sehingga bolos kerja. Mungkin jika bolosnya satu atau dua kali tak masalah. Namun jika setiap hari minggu saya bolos kerja dengan alasan yang sama, apakah akan dijamin saya tidak mendapatkan peringatan dari tempat pekerjaan? Karena tak semua tempat atau instansi pekerjaan mendukung dengan kegiatan karate ini. Kecuali jika memang bekerja dibidang olahraga atau lainnya yang sangat berhubungan sekali dengan karate.


Jujur saya suka dengan karate. Saya suka dengan cara berkelahi yang baik. Saya juga suka melihat film action yang ada berantem atau perkelahiannya. Namun dalam hidup ini saya pun mempunyai prioritas mana yang harus saya dahulukan dan menomorsatukan. Saya akui karate bukanlah nomor satu dalam hidup saya. Karena banyak hal lain yang lebih harus saya prioritaskan yang juga mendukung kehidupan saya nantinya. Namun saya juga tak mau lepas dari karate. Sejujurnya saya ingin tetap bisa latihan karate walaupun saya akui susah mencari waktu yang pas untuk latihan sehingga saya jarang datang ke puspem. Namun saya juga tak tahu apa yang akan terjadi nanti. Karena ada contoh karateka wanita yang sudah menikah setelah itu hilang dari karate dan mengurus rumah tangga. Itulah yang saya takutkan sebenarnya.

Minggu, 12 Juni 2016

rujuk balik

RUJUK BAWA BALIK

Kamis 26 mei 2016 kebetulan saat itu sedang dinas sore dan ada rencana pasien perinatologi dengan atresia yeyenum yang akan dirujuk ke rumah sakit lain jika memang tempatnya ada. Mengingat sang dokter di rumah sakit kami sedang tidak ada selama beberapa waktu sedangkan sang pasien harus segera dioperasi maka dari itu sang dokter menyarankan agar pasien tersebut di rujuk ke rumah sakit lain yang mempunya dokter bedah anak.

Sekitar pukul 14.00 wib sang keluarga mengabarkan bahwa ada tempat untuk sang pasien di rumah sakit (RSAB) rujukan. Kemudian konfirmasilah kami kepada rumah sakit rujukan itu dan sekitar pukul 15.00 wib kami mendapat kabar dari mereka untuk membawa pasiennya sekarang. Karena itu maka langsunglah kami membawanya.

Sang teman mengatakan kepada saya bahwa “rujuknya dengan si A yah”. Saya jawab “yaudah tak apa yang penting tidak sendiri”. Saat saya memberitahu si A untuk rujuk, apa yang ia katakan? Si A mengatakan “rujuk sendiri ajah”. Saya katakana “tidak mau jika merujuk sendiri”. Lalu si A mengatakan lagi “yaudah berdua dengan siswa ajah” Dengan gampangnya ia mengatakan seperti itu. Tidak berpikir apa yah? Pasien itu tanggung jawab kita, bukan siswa yang sedang praktik. Memang kalau ada masalah apa-apa mereka yang akan ditanya-tanya dan tanggung jawab dengan keluarga serta rumah sakit. Mengapa saya tak mau merujuk sendiri? Supaya jika terjadi hal yang tak diinginkan di jalan ada saksi mata dan bukan berstatus sebagai siswa praktik, bisa dijadikan tukar pikiran juga. Mungkin suatu saat si A tersebut mau kali yah merujuk sendiri dengan siswa? Karena itu yang ia katakan kepada saya dan saya kecewa dengan hal tersebut. Memang bisa yah merujuk itu sendiri? Tim code blue saja untuk pasien dewasa minimal 5-7 orang kemudian untuk neonates jika terjadi gagal napas dibutuhkan 3 orang. Itu sih yang saya ketahui. Maaf juga jika sok tahu. Yang pasti saya tak mau jika harus merujuk sendiri. Beruntungnya ada seorang teman yang masuk malam dan kebetulan ada di ruangan saat sore hari dan juga mau dengan sukarela tanpa diminta untuk menemani saya merujuk pasien tersebut. Yang pasti orang tersebut bukan si A.

Sekitar pukul 16.00 barulah kami berangkat ke rumah sakit tersebut karena harus mempersiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan pasien dan rujukan pula. Sekitar pukul 18.30 sampailah kami di IGD rumah sakit rujukan karena macet. Sampai sana pasien yang kami bawa memang langsung ditangani oleh sang perawat pria dan ia mengatakan bahwa kami jangan pulang dulu sebelum sang pasien mendapat kamar dan dibawa ke ruang perawatan. Kemudian sekitar jam 19.00 wib keluarga di suruh mendaftarkan pasien di bagian pendaftaran. Entah dikonsulkan dahulu pasien yang kami bawa tersebut atau tidak, yang pasti kami menunggu hingga akhirnya sekitar pukul 20.00 wib sang perawat pria itu memberi surat permintaan kamar kepada keluarga untuk kemudian mendaftar lagi ke bagian pendaftaran.
 

Tak lama setelah kami sampai di IGD rumah sakit rujukan, ada lagi pasien bayi yang dirujuk dari RSSA Karawaci dengan spina bifida. Parahnya ia merujuk tidak dengan orang tua di ambulan namun memakai kendaraan pria karena macet maka sang orang tua pasien tersebut tak sampai bersamaan dengan ambulan dan juga surat rujukan hanya ada di keluarga pasien sehingga susah lah perawat IGD untuk melakukan anamnesa dan lainnya. Sehingga pelayanan pun menjadi terhambat yang seharusnya sudah ditangani menjadi terlambat.

Disela-sela menunggu tersebut dan juga ada perawat dari RSSA Karawaci yang juga merujuk pasien perinatologi, tiba-tiba sang perawat pria menunjukkan kepada kami surat rujukan yang berasal dari rumah sakit kami.
“ini pasienmu bukan” kata sang perawat pria.
“dari RSU sih, tapi bukan dari ruangan kami” kata kami (aku dan teman) sambil melihat dan membaca sekilas surat tersebut.
“tapi rujukannya dari rumah sakitmu kan?” kata sang perawat pria sambil menunjukkan kepala surat rujukan tersebut
Karena tak bisa mengelak maka kami pun menjawab “iya”
“nih pasiennya kejang, ada rujukan tanpa ambulans dan perawat”
“pulang paksa kali” jawab kami berusaha untuk mengelak
“kalau pulang paksa ada keterangannya, masalah nih” kata perawat pria dan kami hanya bisa diam setelah itu ia pun pergi.

Akhirnya perawat RSSA itu pun mengetahui soal perawat pria yang menunjukkan kepada kami sebuah surat rujukan. Kami pikir itu hanya teguran sebagai peringatan dan pemberitahuan saja. Saat perawat pria itu pergi saya menyuruh teman untuk mengontak orang yang kira-kira berasal dari ruangan pasien itu, namun nihil karena orang yang kami kontak tak mengetahui. Ya sudah dengan tenang dan santai kami menunggu pasien yang memang kami rujuk dari awal dan bukan pasien yang kami temukan tiba-tiba di rumah sakit rujukan.

Walaupun pada pukul 20.00 wib pasien yang kami bawa dari ruang perinatologi sudah ada tempat, namun kami masih tetapi harus menunggu yaitu menunggu diantar. Karena itulah jawaban yang saya dapat saat bertanya kepada perawat pria yang sedari awal menerima pasien tersebut. Karena penasaran saya pun tanya lagi “diantar jam berapa?” dan ia hanya menjawab” sekitar jam 9 atau setengah sepuluh”. Tanpa bertanya lagi kerana ia pun telah pergi, saya jadi bingung kenapa baru diantar jam segitu. Tapi ya sudahlah akhirnya saya tunggu saja sampai jam itu tiba. Usut punya usut saat perawat pria tersebut operan dia menyebutkan bahwa ruang perawatan untuk pasien yang kami bawa dengan ambulan baru bisa diantar malam karena ruangannya baru siapa sekitar jam segitu. Entahlah.

Tibalah sekitar pukul 22.00 saat sang pasien yang kami bawa siap diantar ke ruangan, tiba-tiba sang dokter yang jaga malam memanggil kami sebagai perawat dari RSU dan menunjukkan pasien yang kejang tadi yang membawa rujukan tanpa perawat dan ambulan. Dokter tersebut menyatakan bahwa pasien itu butuh PICU dan tidak tahu apakah ada tempat atau tidak, jika tak ada tempat maka kami harus membawa kembali pasien kejang yang berasal dari ruang anak ke RSU. Kami berusaha mengelak karena itu bukan pasien dari ruangan kami. Namun sang dokter mengatakan bahwa tapi masih RSU kan? Masih tanggung jawab rumah sakit sana. Karena bingung maka langsunglah kami menelepon kepala ruang, sambil menunggu keputusan kami disuruh oleh sang dokter untuk menganamnesa keluarga pasien kejang tersebut.

Kami menanyakan bagaimana ia bisa sampai IGD RSAB ini. Ia menjawab keluar rumah sakit awal sekitar jam 4 sore kemudian ia pulang dulu dan langsung ke IGD RSAB ini dengan taxi. Kemudian kami pun menanyakan apakah ia boleh pulang atau pulang paksa. Namun sang keluarga mengaku ia boleh pulang, ia pun mengatakan saat pagi sang dokter bilang nanti dirujuk pakai ambulan namun saat sore sang perawat ruang anak bilang rujuk lepas jadi tidak pakai ambulan. Karena masih penasaran, kami pun menanyakan apa saja barang yang dibawa atau diberikan dari RS awal. Ia mengatakan hanya surat rujukan ini dan hasil rontgen. Maksudnya kami diberikan pesanan pulang atau tidak pasien ini? Karena ia mengatakan bahwa diperbolehkan pulang. Walaupun saat di IGD RSAB rujukan pasien kejang. Namun kami tidak tahu saat pulang kondisinya seperti apa, karena sang keluarga mengatakan boleh pulang. Tadinya jika ada pesanan pulang kami akan minta untuk melihat apakah benar sang pasien boleh pulang atau pulang paksa dan juga anjuran selanjutnya? Namun karena bukti tersebut tak ada ya sudah susah juga kami mengelak kepada pihak RSAB rujukan itu.

Akhirnya kami pun mendapat kabar dari RSU bahwa pasien kejang tersebut jika memang keluarga mau balik lagi silakan saja dengan catatan belum tentu ada tempat dan kemungkinan jika tempat penuh maka stay saja di IGD RSU. Karena keluarga setuju maka setelah kami mengantar pasien dari perinatology ke ruang perawatan yang memang sudah ada sejak jam 8an tadi, maka saat pulang kami membawa pasien kejang yang berasal dari ruang anak yang membawa rujukan tanpa ambulan dan perawat.

Sesuatu dan pengalaman banget. Merujuk pasien yang kemudian saat pulang membawa pasien balik dengan pasien yang berbeda dan kami tidak tahu apa-apa walaupun asal sang pasien adalah dari RSU atau RS yang sama.

Saat paginya inilah info yang didapatkan

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah jika pasien seperti kasus tersebut tak diberikan pesanan pulang sebagai bukti? Karena menurut info yang saya dapat status pasien keluar rumah sakit adalah pulang dan bukan rujuk walaupun diberikan rujukan. Sekalipun dikatakan rujuk lepas, menurut peraturan tidak ada ataupun tidak boleh rujuk lepas. Itulah yang membingungkan dan belum terjawab sehingga membuat saya masih penasaran.