apurus rinufa

tulisan sebagai pengingat terutama untuk diri sendiri dan bukan bermaksud untuk menggurui atau apapun. sekedar share dan eksplor saja. maaf jika tak berkenan. trima kasih.

Jumat, 26 Februari 2016

the best



The best lah pokoknya

Rabu lalu tepatnya 24 februari 2016 saya kembali keliling untuk menyebarkan brosur. Tetapi kali ini tidak sendiri, melainkan ditemani oleh sang ayah. Antara senang dan tidak enak juga sih. Senangnya karena diantar pakai motor yang pastinya lebih cepat. Gak enaknya karena pasti sudah mengganggunya. Makanya saat berangkat pun saya agak malas-malasan, malah bapak yang kelihatannya lebih semangat. Karena bapak telah lebih siap dibanding saya. Buktinya bapak menunggu saya dari mandi sampai rapi-rapi. Akhirnya jalan kami berdua menyusuri tempat-tempat yang sudah ditentukan.

Setelah sampai di tempat kedua, hujan pun mulai turun. Karena itu sejujurnya saya agak mulai malas untuk meneruskan perjalanan dan berniat untuk pulang saja. Tetapi bapak malah tidak mau, katanya “udah sekarang ajah, baru hujan begini, ada jas hujan”. Saya katakan “besok saja”. Dijawab bapak “besok siapa yang ngantar?”. Ya sudah akhirnya saya mengalah. Daripada saya tetap ngotot yang ada hanya akan membuat bapak kesal. Maka lebih baik ikuti saja. Akhirnya jadilah kami hujan-hujanan di motor dalam perjalanan menuju lokasi selanjutnya. Hingga tujuan tempat terakhir pun selesai dan brosur telah habis, akhirnya kami pulang dengan pakaian basah dan hujan yang mulai reda.

Di perjalanan saya sempat berpikir, ayah atau bapak yang lain belum tentu mau seperti itu. Jangankan hanya mengantar, menunggu saja belum tentu tidak ngomel. Apalagi ditambah hari mendung dan hujan, akan makin menjadi sepertinya. Maka dari itu “the best lah pokoknya mah si bapak”.

Kamis, 25 Februari 2016

pusiiiiiiiiiiiiiiiing



PUSING

Judulnya hari ini itu pusing. Karena apa? Skripsi. Sempat terpikir untuk ganti judul skripsi mengingat judul yang sekarang sudah pernah saya lakukan sebelumnya dan agak ribet mengingat harus menyebar kuesioner dan lainnya. Ditambah juga malam sebelumnya saya di telepon oleh paman dan membicarakan soal proposal skripsi yang saya buat. Memang saya yang meminta paman untuk mengoreksi proposal tersebut. Mengingat saya tak begitu yakin dengan pembimbing skripsi saya. Maka dari itu saya butuh orang lain yang saya nilai kompeten dalam hal ini. Daripada nanti saat sidang saya ditanya-tanya bingung jawabnya.

Tetapi saat berpikir untuk ganti judul yang ada malah saya bingung sendiri, mau ganti judul apa? Pasalnya judul yang berkeliaran diotak saya sudah banyak setelah saya searching di internet. Karena bingung lama-lama kepala saya jadi pusing sendiri memikirkan hal ini. Bingung, pusing dan ragu lengkaplah sudah.

Pasalnya jika saya ganti judul maka isi proposal yang sudah saya buat pasti berubah baik seluruhnya maupun semuanya. Tetapi jika tidak ganti judul, maka terkesan monoton karena sebelumnya saya sudah memakai judul tersebut saat diploma tiga. Entahlah apakah nanti saya akan ganti judul atau tidak. Tetapi jika saya ganti judul pastinya akan kerja dua kali. Jika tidak ganti judul, kemungkinan hanya tinggal menambahkan, mengedit dan memodifikasi kesalahan-kesalahan saja.

Rabu, 24 Februari 2016

gak mau



TAK MAU PINDAH

Aku sudah berada di ruang perinatologi sejak november 2012. Sempat sebelumnya di pindah-pindah ke berbagai ruangan karena waktu itu masih masa orientasi sekitar pertengahan 2012. Saat SK (surat keputusan) penempatan itu turun dan aku ditempatkan di ruang perinatologi yaitu ruang untuk bayi yang baru lahir tetapi mengalami masalah, aku kaget dan bingung. Kaget karena saat orientasi tak pernah di ruangan itu. Bingung karena mau apa aku disana? Mengingat saat itu keterampilan aku untuk merawat bayi tak ada dan saat kuliah pun praktek tentang hal itu sangat minim. Ya sudah akhirnya aku ikuti saja.

Akhirnya aku di ruang perina tersebut. Awal aku hanya melihat-lihat saja sesekali membantu teman-teman disana. Seminggu berada disana ada teman yang bertanya “gimana ri di peri? Udah bisa apa aja?” aku jawab saja “ga gimana-gimana koq teh, bisa noh ngelap-ngelap inkubator hehehe” dibalasnya “yaudah ntar juga bisa”. Berakhirlah percakapan itu. Memang seminggu disana aku tak berani banyak melakukan tindakan, saat itu aku hanya baru berani melakukan tindakan pengambilan darah dan memberi minum bayi itu pun belum begitu bisa karena masih kadang gagal. Hingga seminggu disana seorang teman menyuruhku untuk menginfus bayi yang berat badannya sangat rendah yaitu hanya satu kilogram saja. Aku sanggupi saja tetapi dengan pendampingan tentunya, karena aku sendiri pun tak yakin akan tindakan tersebut, tetapi kalau gak gitu kapan aku akan bisa infus bayi? Karena bisa menginfus bayi, belum tentu bisa menginfus anak begitu pun dewasa. Mungkin jika saat ini aku di suruh untuk menginfus orang dewasa, maka akan kaku tindakan yang aku lakukan tersebut, karena sudah cukup lama aku tak pernah menginfus orang dewasa.

Namun setelah beberapa tahun di ruang perina itu, rasanya aku tak mau pindah ke ruangan lain. Ya memang mungkin hanya akan tahu soal bayi saja. Tetapi aku punya alasan tertentu yang membuat aku tak mau pindah. Karena di ruang itu rata-rata pasien adalah bayi yang baru lahir, yang masih bersih dan suci. Selain itu tak pernah ada perawat laki-laki di ruang bayi, yang ada hanya perawat perempuan semua bahkan bisa saja di ruangan itu semuanya perempuan. Sekalipun ada laki-laki itu hanya cleaning service yang tidak setiap saat ada di ruang tersebut. Hal tersebut lebih membuatku nyaman karena tak bertemu dengan lawan jenis yang bukan muhrim, sehingga kemungkinan timbul fitnah pun kecil mengingat juga fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan. Pengunjung pasien pun rata-rata adalah orang tua bayi dan itu pun tak bisa setiap saat hanya pada jam-jam tertentu yaitu saat jam berkunjung, saat menyusui bagi ibunya, dan saat praktek metode kanguru serta saat keadaan gawat. Berada di lingkungan yang rata-rata adalah wanita membuat aku lebih nyaman dan aman dalam melakukan tindakan. Walaupun beban pekerjaan tetaplah ada. Tetapi bukankah semua pekerjaan mempunyai resiko? Begitu pun pekerjaan yang aku lakukan ini.

Setiap ada minat penempatan ruangan, aku pun selalu menuliskan ruangan perina itu. Karena memang tak mau pindah ke ruang lain. Sekalipun harus pindah kalau bisa ruangan tersebut mayoritas perempuan. Karena pekerjaan aku bershift dan ada shift malam, maka jika saat shift malam ada laki-laki rasanya risih karena tak ada ruangan khusus untuk laki-laki dan perempuan di ruang tersebut. Yang ada hanyalah RUANG PERAWAT baik laki-laki maupun perempuan. Aku bersyukur Allah SWT memberikan penempatan kerja di ruang tersebut walaupun awalnya kaget dan bingung karena tak bisa apa-apa. Walaupun sekarang masih banyak kekurangan dalam pekerjaan yang aku lakoni itu. Seandainya ada ruangan perawatan khusus laki-laki dengan perawat dan dokter serta staff lainnya adalah laki-laki semua dan begitupun sebaliknya dengan perempuan maka mungkin itu akan lebih nyaman dan aman.

klb



GARA-GARA KLB

Belum lama terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di suatu ruangan perawatan di sebuah rumah sakit pemerintah. Entah apa penyebab dari KLB tersebut belum diketahui pasti. Yang jelas dengan adanya KLB itu banyak hal yang berubah. Mulai dari orang yang akan datang ke ruangan itu, alat-alat medis dan alat lainnya yang biasanya tak mudah didapat atau diminta. Namun dengan adanya KLB banyak alat baru yang diberikan. Walaupun tak semuanya baru karena ada juga yang diberikan tetapi bekas dipakai ruangan lain. Karena sesuatu hal maka diberikanlah barang itu.

Mungkin itulah hikmah terjadinya KLB. Walaupun bukanlah sesuatu yang membanggakan dengan adanya KLB tersebut. Karena penyebab KLB tersebut adalah banyaknya kasus GE di sebuah ruangan perawatan. Tetapi dengan adanya hal tersebut banyak orang-orang yang lebih memperhatikan. Biasanya mereka hanya sekedar tahu saja tanpa memberi solusi apapun. Namun karena dampak dengan adanya KLB tersebut sudah ada beberapa pasien yang nyawanya tidak tertolong. Selain alat yang biasanya sulit didapat menjadi mudah, perubahan lainnya juga adalah petugas ruangan harus lebih ekstra memperhatikan dan memonitor pasien-pasien tersebut.

Semoga KLB tersebut cepat berlalu dan pengadaan barang tak sulit untuk diminta serta diperoleh, dibuat kebijakan baru yang tidak merugikan pihak manapun.

Selasa, 23 Februari 2016

ldr



LONG DISTANCE RELATIONSHIP

Long distance relationship atau yang lebih dikenal dengan istilah LDR dimana dapat diartikan merupakan suatu hubungan jarak jauh. Biasanya hubungan ini terjadi pada pasangan lawan jenis yang berbeda tempat tinggal baik dengan status sudah menikah ataupun belum. Setujukah dengan LDR tersebut? Mungkin jika hubungan ini bagi yang belum menikah tidak akan menjadi masalah. Dengan LDR tersebut yang tidak bertemu setiap waktu akan mengurangi suatu hal yang tidak diinginkan. Tetapi jika sudah menikah masih LDR ini yang menurut saya pribadi kurang sukai. Mengapa? Menurut saya, coba lihat dan kaji lagi tujuan seseorang itu menikah untuk apa? Apakah hanya sebagai status? Atau untuk membina sebuah keluarga? Mendapatkan keturunan? Menyatukan dua orang berbeda? Menggenapkan separuh agama? Atau tujuan lainnya?

Menurut saya, jika menikah hanya sebagai status maka wajar saja seseorang tenang dan betah dengan LDR. Tetapi jika tujuannya selain itu yang pasti bertujuan baik dan salah satunya yang telah disebutkan diatas, maka jika saya pribadi yang mengalami belum tentu saya setuu, mau, sanggup dan mampu menjalaninya. Apalagi jika LDR dalam waktu lama dan tidak ada ketentuan kapan akan berakhir?

Karena saya berpikir, jika tujuan menikah untuk menyatukan dua orang maka bagaimana bisa bersatu kalau caranya saja sudah berpisah? Kemudian jika tujuan untuk memperoleh keturunan, bagaimana bisa mempunyai anak jika bertemu saja jarang. Yang bertemu setiap hari saja belum tentu gampang memperoleh keturunan apalagi yang intensitas pertemuannya sangat jarang. Bagaimana akan bisa membina sebuah keluarga, jika yang akan dibina saja berada jauh. Apakah bisa pembinaan dilakukan melalui jarak jauh? Bagaimana sepasang suami istri dapat melakukan ibadah secara bersama-sama seperti shalat berjamaah setiap waktu jika keduanya saja selalu berada di tempat yang berbeda dan berjarak jauh?

Inilah mengapa saya pribadi agak kurang setuju dengan LDR. Pahitnya, kalau mau LDR dalam waktu yang tak jelas untuk apa menikah dahulu? Ataupun mungkin ada komitmen sebelumnya, siapa yang akan mengalah agar LDR sebisa mungkin dihindarkan dan tidak terjadi.