apurus rinufa

tulisan sebagai pengingat terutama untuk diri sendiri dan bukan bermaksud untuk menggurui atau apapun. sekedar share dan eksplor saja. maaf jika tak berkenan. trima kasih.

Kamis, 04 Juli 2019

OBAT


HALALKAH JUAL OBAT PASIEN???

Februari 2018 pertama kali menginjakkan kaki di ruangan ini. Saat itu ada keluarga pasien mengatakan bahwa “infus habis” yang berarti cairan infus harus ganti yang baru. Saya pun segera mencari cairan infus tersebut, namun cairan yang seharusnya saya berikan itu tak ada. Hingga akhirnya saya memberi cairan infus lain, dimana sebelumnya saya bertanya kepada dokter yang sedang magang “cairan infus apa yang kandungannya hampir sama dengan RL”. Atas jawabannya tersebutlah saya akhirnya mengganti cairan infus tersebut.

Kemudian, saat ada pasien baru dari poli dan harus dilakukan infus saya pun harus menunggu pihak keluarga mengambil obat dan peralatan infus karena ternyata tidak ada stok sama sekali / kosong.

Kemudian saat jam pemberian obat siang hari, saya tak bisa memberikan obat karena obat dan alatnya tidak ada di kotak obat pasien.

Kemudian saat ada pasien yang harus dilakukan tindakan rawat luka saya pun tak dapat melakukannya karena kassa dan verban serta cairan pembersih luka tidak ada / kosong.

Nah atas pengalaman itulah akhirnya saya sering menyetok obat dan alatnya sendiri / khusus dengan tujuan jika sewaktu-waktu butuh bisa langsung dipakai dan tidak harus menunggu keluarganya kembali dari apotik yang akhirnya memakan waktu.

Mengapa menyetok sendiri? Karena saya pernah menyetok bebas namun ketika saya mau pakai pun tidak ada, hilang dan kosong beserta tempatnya tak ada jejak. Entah kemana? Mungkin dicemilin wkwkwk atau bahkan mungkin dibawa pulang atau dijual. Entahlah

Beberapa kali saya menemukan kejanggalan dimana saya mengumpulkan beberapa obat dengan maksud untuk pasien jika sewaktu-waktu dibutuhkan namun beberapa kali juga obat tersebut hilang tak berbekas dan bersisa. Kalau memang benar-benar dipakai oleh pasien rasanya yang hilang tidak semuanya dan pasti ada sisanya serta tempat penyimpanan pun harusnya masih ada.

Begitupun cairan infus, pagi sampai sore hari saya melihat cairan infus tersebut masih banyak sehingga saya berpikir sampai besok pagi dengan jumlah pasien yang sama seharusnya masih ada bahkan mungkin akan lebih. Namun saya salah perkiraan karena ketika esok  harinya saya mengecek cairan infus pasien yang terpasang bukanlah cairan infus yang seharusnya melainkan cairan infus lain. Saya pun bingung kenapa bukan cairan infus yang seharusnya yang terpasang? Saya pun mencari cairan infus yang kemarin saya lihat masih banyak dan ternyata kosong tak bersisa.

Kabar angin berhembus, entah benar atau tidak? Karena yang mengatakan pun adalah teman sejawat dan petugas sekitar yang mengetahui bahwa OBAT DIJUAL.

Saat itu kebetulan sedang akan ada acara ruangan dan kejadian diatas terjadi pun beberapa hari sebelum acara tersebut. Alhamdulillah akhirnya saya tak bisa mengikuti acara tersebut karena ada pekerjaan lain yang insya Allah halal. Doa saya terkabul. “Ya Allah jika acara tersebut tidak baik untuk saya, mohon saya tidak diikutkan”. Alhamdulillah Allah SWT memberi jalan. Sehari sebelum acara saya ditelepon untuk pekerjaan dan saya pun langsung menerimanya. Jika acara tersebut memakai uang hasil penjualan obat pasien, apakah HALAL???. Entahlah hati saya dari awal sudah tidak sreg dengan acara ruangan tersebut.

Mungkin kabar angin bahwa obat di bawa pulang atau pun di jual itu benar. Namun saya pun tidak memiliki bukti nyata dan hanya mendengar sekilas dari teman sejawat. Saksi pun dari teman sejawat juga.

Saya pun sering kali merasa ada yang aneh dan janggal. Cairan pembersih luka saat terakhir saya melihat masih ada satu kardus saat sore hari sebelum pulang dinas pagi, namun esok harinya saya kaget karena tinggal setengah kardus. Mengingat perawatan luka lebih sering dilakukan pada pagi hari yaitu saat dinas pagi. Kebetulan saat itu pasien yang membutuhkan perawatan luka tidak banyak.

Kemudian  saya mengumpulkan obat minum yang harga per kapsulnya 7000 rupiah dan saat itu obat ada dalam satu plastik obat besar mungkin jumlahnya lebih dari 10. Obat tersebut sisa pasien meninggal dan sisa pasien lain. Ketika ada pasien membutuhkan obat tersebut dan ternyata obat tersebut sedang kosong di apotik saya pun berpikir untuk menggunakan obat sisa yang telah saya kumpulkan namun saat itu lagi-lagi obat kosong dan tidak ada sama sekali. Saya ingat betul sebelumnya tak ada pasien yang mendapatkan obat tersebut.

Saya baru engeh ketika ada seorang teman meminta kassa dan verband gulung kepada Katim untuk dibawa. Saya pun jadi ingat bahwa saudara teman saya tersebut sedang sakit pasca tersiram air panas oleh dirinya sendiri. Saya pun ingat dimana cairan pembersih luka dan obat seharga 7000 per kapsul sebanyak satu bungkus itu hilang tak bersisa. Akhirnya curiga lah saya. Saya pun ingat beberapa kali saya menyimpan obat untuk pasien pun hilang tak bersisa bahkan hilang dengan tempatnya sekaligus. Seorang teman mengatakan obat ditaro di laci meja yang terkunci dan kunci tersebut hanya dibawa olehnya yang mengambil obat dan alat baik untuk sendiri atau mungkin dijual.

Itulah beberapa alasan saya mengapa mengumpulkan obat dan alatnya serta menyimpannya sendiri? Yang pasti saya melakukannya untuk pasien dan terutama agar obat tidak dijual atau dibawa pulang (DICEMILIN).

Berdasarkan kronologi diatas apakah HALAL jika menjual obat pasien?????
Korupsi kecil yang dimulai dengan hal ini yaitu membawa pulang dan menjualnya.




KERETA


KETIKA NAIK KERETA

Hayo siapa yang sering naik kereta? KRL atau Commuter Line? Yang sering naik kereta, pasti sering dong ngalamin yang namanya desak-desakan atau rebutan kursi untuk duduk wkwkwk.

Buat gue pribadi sih yah kalau emang udah niat naik kereta harus siap-siaplah untuk tidak kebagian tempat untuk duduk kecuali kalau ANDA termasuk salah satu kriteria kursi prioritas yaitu ibu hamil, lansia, penyandang cacat dan ibu membawa balita ingat yah BALITA bukan ANAK wkwkwk.

Gue pribadi sih berpikirnya gini, kalau emang ada tempat untuk gue duduk ya berarti emang rejeki dah tapi kalau ga dapat yaudah berarti emang bukan rejeki. Jadi ga usah rebutan masuk kereta KRL cuma buat ngejar dapat tempat duduk. Apalagi sampai mendahului orang yang akan keluar dari gerbong kereta. Toh kalau rejeki juga pasti ga kemana kan???

Tapi kalau ANDA termasuk sebagai salah satu kriteria kursi prioritas yah boleh lah nyari-nyari tempat duduk bahkan mungkin bisa meminta orang yang bukan prioritas untuk berdiri, itu sih kalau berani yah wkwkwk. Karena belum tentu setiap orang mau dan sadar, KOMA kali ah hehehe.

Gue pribadi sih memprioritaskan ibu hamil, ibu membawa BALITA bukan ANAK dan LANSIA dengan usia kira-kira 60 tahunan lah. Karena setau gue dikatakan LANSIA itu adalah usia 60 tahun keatas. Eh iya ada satu lagi penyandang cacat yah. Tapi biasanya kalau penyandang cacat ini udah langsung diarahkan oleh petugas KRL nya untuk duduk. Itu sih setau gue yaaaaah.




Seperti tulisan diatas itu adalah pengalaman pribadi gue. Awalnya gue bingung kenapa ketika dia mengatakan “kursi prioritas” seseorang langsung bangun berdiri memberi tempat duduknya. Karena yang gue lihat dia itu seorang wanita muda sendirian dan tidak membawa anak. Tapi gue mikir lagi, apa jangan-jangan sedang hami muda. Kan wanita yang sedang hamil baru beberapa minggu memang tidak begitu terlihat. Gue sih pikir positifnya kayak gitu. Wallahua’lam benar tidaknya. Tetapi setidaknya bisa jadi trik lah supaya orang-orang yang memang harusnya dapat tempat duduk bisa duduk hehhe.

ISTIQOMAH


SEMOGA ISTIQOMAH

Mendengar kata hijrah, apa yang terlintas dalam benak kita? Mungkin salah satu yang akan terlintas adalah hijrah berdasarkan sejarah yang ada yaitu perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat dari Makkah ke Madinah. Atau hijrah menurut pengertian lain adalah perpindahan untuk menyelamatkan diri dan agama. Banyak pengertian tentang hijrah dari berbagai sudut pandang. Hijrah dapat diartikan berpindahnya seseorang atau sekelompok orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan tujuan yang baik yang biasa sering disebut dengan istilah merantau. Dapat juga diartikan berubahnya tindakan, perbuatan, sifat dan sikap seseorang dari sesuatu hal yang tidak baik menjadi baik. Berpindahnya dari sesuatu yang tidak baik menjadi baik juga dinamakan hijrah. Contohnya dari yang tadinya malas menjadi rajin, dari yang tadinya tidak pernah shalat menjadi rajin shalat, dari yang tadinya tidak berhijab menjadi menutup aurat, dan masih banyak lagi.

Tentang hijrah saya jadi teringat perjalanan hidup saya sendiri yaitu tentang hijab dan pacaran. Saya mulai berhijab sejak masuk sekolah menengah atas. Sebenarnya keinginan untuk berhijab sudah ada sejak mulai masuk sekolah menengah pertama, namun sempat tertunda karena pandangan saya yang salah. Karena saat itu saya melihat orang yang memakai hijab terkesan ribet dengan hijabnya itu. Ribet dalam memakai hijab. Saat sudah masuk sekolah menengah pertama dan melihat beberapa teman yang berhijab maka barulah saya menyadari berhijab itu gampang dan tidak ribet apalagi sekarang ini banyak hijab instan. Namun saat itu berhijab masih berupa keinginan dan belum terlaksana. Barulah kemudian saat memasuki sekolah menengah atas saya melaksanakan keinginan tersebut yaitu berhijab. Yang pasti dalam berhijab dibutuhkan komitmen, konsisten dan istiqomah dalam berhijab dalam arti jika sudah berhijab maka janganlah pernah melepas hijabnya itu. Berhijab selain perintah Allah SWT kepada hambaNya juga banyak terdapat manfaat jika kita melaksanakannya. Malah kesan ribet yang pernah ada dibenak saya hilang. Yang ada malah sebaliknya. Yaitu lebih ribet jika kepala tak ditutupi oleh hijab. Karena jika tak berhijab maka rambut akan terlihat dan pastinya akan malu jika rambut terlihat acak-acakan ataupun kusut entah karena sebab apapun seperti tertiup angin misalnya.

Soal pacaran, jujur saya memang pernah melakukannya. Sebelum saya mengenal dan mengerti apa itu ta’aruf. Walaupun berhijab, tetapi saya pernah berpacaran. Memang pacaran saya adalah pacaran yang wajar karena walaupun pacaran tetapi saya tak pernah malam mingguan. Paling-paling saya hanya jalan ataupun makan berdua saja setelah itu pulang. Tak ada malam mingguan hingga pulang ke rumah sampai larut malam. Saya mulai mengenal pacaran sejak masuk perkuliahan selama tiga tahun dan selama itu pula saya gonta ganti pacar hingga saya mempunyai lima mantan pacar jika saya tak salah ingat. Awalnya saya mengira bahwa pacaran itu untuk mengenal satu sama lain yaitu sifat, karakter, watak dan lainnya. Tapi lama-kelamaan saya merasa bosan dan capek dengan pacaran itu. Karena lima kali pacaran saya tak menemukan apa yang saya cari. Merasa tak ada kecocokan hingga akhirnya kandaslah hubungan itu. Tidak cocok dengan kebiasaan sang pacar yang salah satunya tak mengenal agama bahkan ada juga yang mungkin tak pernah shalat. Ya walaupun saya pacaran, alhamdulillahnya saya tak pernah meninggalkan shalat. Selain hal itu adalah kewajiban setiap muslimin dan muslimat, itu juga yang selalu dipesankan oleh kedua orang tua saya yaitu “jangan pernah tinggalkan shalat lima waktu bahkan kalau bisa yang sunahnya pun dikerjakan”.

Selepas lulus kuliah dan mulai bekerja hingga sekarang ini, semenjak itu juga saya memutuskan untuk tidak pacaran lagi. Karena saya merasa pacaran itu tak ada guna dan manfaatnya yang ada malah sebaliknya. Pacaran itu buang-buang waktu bahkan kalau pacarannya menghabiskan banyak biaya bisa dikatakan bahwa pacaran itu juga buang-buang uang. Lebih baik uangnya dipakai untuk hal lain yang lebih bermanfaat, seperti bersedekah misalnya.

Mempertahankan hijab dan mengubah persepsi serta prinsip untuk tidak pacaran terkadang bukanlah hal yang mudah. Karena saya punya pengalaman sendiri tentang hijab yaitu saat lulus kuliah dan melamar pekerjaan kemudian dipanggil untuk tes namun sebelum tes sang pengetes memberitahukan bahwa “jika nanti lulus tes dan bekerja disini maka hijabnya harus dilepas karena tidak boleh berhijab di sini, jadi sebelum tes ini teruskan maka bersediakah untuk melepas hijab saat bekerja?”. Setelah itu saya langsung mundur dan tidak meneruskan tes tersebut karena saya tak mau melepas hijab saya. Saya pikir juga saat itu rezeki bukan hanya di tempat itu, masih banyak tempat lain yang bebas berhijab dalam mencari rezeki. Alhamdulillah saya tidak pernah menyesal hingga sekarang dengan keputusan saya untuk mundur dari tes itu. Walaupun memang boleh berhijab namun bukan saat bekerja. Itu artinya saya bisa-bisa pakai lepas hijab jika saya bekerja di tempat itu. Saya pikir jika saya seperti itu maka saya bukanlah orang yang komitmen dengan suatu hal karena saya tidak dapat berkomitmen dengan hijab yang sudah melekat sejak sekolah menengah atas. Walaupun saya belum bisa berkomitmen sepenuhnya dengan suatu hal setidaknya saya berusaha untuk selalu melaksanakan komitmen yang ada seperti contohnya berhijab.

Godaan pacaran pun kadang datang. Apalagi saat-saat sedang sendiri dan melihat di sekitar bergandengan dengan pasangan mereka yang belum muhrim. Terkadang keinginan untuk seperti itu kembali muncul dan saat seperti itu maka saya harus mengubah persepsi saya tentang pacaran seperti yang saya sebutkan diatas mengenai guna dan manfaatnya.

Saya hanya bisa berharap semoga saya bisa terus mempertahankan hijab ini dan tidak pacaran hingga waktunya tiba.

IGD


PINDAH IGD

Rasa disambar petir disiang ketika saya mendengar berita mengenai pemindahan saya ke ruangan IGD. Salah satu ruangan yang saya takuti. Mengapa? Jujur saja saya tidak bisa hecting. Saya termasuk orang yang suka panik duluan kalau ada apa-apa dan entahlah saya bingung harus bagaimana.

Satu tahun lebih di ruangan kusta dan sekarang harus pindah ruangan dikarenakan ada pegawai CPNS baru. Rasanya seperti dahulu ketika di RSU Kabupaten Tangerang. Ketika tahu bahwa ditempatkan di ruang perinatology atas. Dimana saat itu saya tidak menyukai anak-anak dan takut dengan pasiennya.

Rasanya sedih harus pindah ke IGD. Bukan sedih karena berpisah dengan teman-teman ruangan kusta. Namun sedih karena saya tidak tahu apakah ketika di IGD saya masih bisa ibadah sambil bekerja. Apakah masih bisa shalat dhuha, tahajud, mengaji dan zikir ketika bekerja. Apalagi sebentar lagi memasuki bulan suci Ramadhan. Apakah saya bisa shalat tarawih di ruangan ketika sedang bekerja? Sedih pula karena berpisah dengan pasien jompo yang suka menemani saat dinas.

Entah apa rencana ALLAH SWT dibalik pemindahan saya ini. Yang pasti semua ada hikmahnya. Tapi entahlah…..