apurus rinufa

tulisan sebagai pengingat terutama untuk diri sendiri dan bukan bermaksud untuk menggurui atau apapun. sekedar share dan eksplor saja. maaf jika tak berkenan. trima kasih.

Selasa, 29 September 2015

lembaran dan kepingan

LEMBARAN & KEPINGAN YANG BERHARGA
150415
Lembaran dan kepingan yang berharga? Lembaran yang berharga, apakah itu? kepingan yang berharga, apakah itu? yang kalau kata orang sih “hijau itu mata liat itu” apakah itu? uang? Yah uang lah yang saya maksud disini. Lembaran dan kepingan yang berharga yaitu uang.
Semua orang yang masih hidup di dunia ini pastilah butuh uang. Jangankan yang hidup, meninggal pun masih membutuhkan uang. Iya kan? Kenapa begitu? Ingat loh sekarang ini dalam prosesi pemakaman tidak gratis ini berarti pemakaman membutuhkan biaya dengan kata lain meninggal pun masih membutuhkan uang. Jika yang meninggal saja masih butuh uang lalu bagaimana dengan yang masih hidup? Entah setuju atau tidak dengan pernyataan ini “hanya orang munafik lah yang mengatakan bahwa ia tak butuh uang”. Entah butuh banyak atau sedikit yang namanya butuh tetaplah butuh. Yaitu butuh uang.
Sempat saya berpikir bagaimana jika di jaman sekarang ini yang namanya “uang” ditiadakan? Mungkin sebelum ada “uang” kehidupan ini masih tetap berjalan dengan sistem barter. Masih ingat kan dengan sistem barter? Yaitu tukar menukar barang? Bagaimana jika sistem barter diterapkan dikehidupan yang sekarang ini? Entahlah.
Tentang uang saya baru tersadar karena beberapa hari lalu saat melihat jumlah saldo atm yang cukup membuat saya termenung. Bagaimana jika saldo di atm saya nol? Yang berarti saya tak punya uang lagi. Karena mengingat akhir-akhir ini pemasukan sedang minim yang ada malah sebaliknya. Akhirnya ya sudah saldo atm lah imbasnya. Lalu bagaimana saya hidup jika saya tak punya uang? Saya jadi tersadar mengapa banyak orang mati-matian bekerja atau berbuat sesuatu entah baik atau buruk untuk mendapatkan uang agar dapat bertahan hidup. Begitupun juga saya. Masa saya mau minta lagi dengan orangtua. Malu donk....
Betapa pentingnya uang dalam hidup ini. Wajar juga mungkin jika hampir setiap tahun setiap tanggal satu mei bertepatan dengan hari buruh para buruh hampir selalu berdemo dan tuntutan dalam demo tersebut hampir setiap tahunnya adalah sama yaitu menuntut upah. Sayangnya yang sering berdemo menuntut upah hanyalah selalu buruh. Kenapa tidak ada dari profesi lain yang berdemo menuntut upah yang sesuai standar yah? Dari itu saya berpikir tentang keuangan dalam rumah tangga. Mengingat pengeluaran saya saja jika dihitung-hitung nominalnya cukup banyak untuk bayar ini lah untuk bayar itu lah. Dan ingat loh itu pengeluaran saya yang masih single. Saya berpikir bagaimana dengan mereka yang sudah berumah tangga dengan upah yang seadanya dan yang bekerja hanya lah kepala rumah tangga yang membawahi anggotanya yaitu anak-anak dan istri. Bagaimana mereka bisa mengatur keuangan mereka dengan pemasukan yang ada? Bagaimana cara mereka mencukupi kebutuhan hidup tanpa harus meminjam sana sini? Jika dipikir pengeluaran dalam rumah tangga mungkin adalah pembayaran listrik, air, belanja, uang sekolah anak, mungkin juga cicilan rumah dan mungkin masih banyak yang lainnya. Yang pasti jika dihitung-hitung nominal pengeluaran dalam rumah tangga pastilah tidak sedikit. Bagaimana mereka mencukupi kebutuhannya tanpa berhutang dan dengan upah seadanya yang mungkin disesuaikan dengan UMR?
Bagaimana jika seandainya sang kepala keluarga tak bekerja dan sakit lalu tak punya uang untuk berobat dan pastinya tak punya uang untuk memenuhi kebutuhan lainnya? Haduh jujur saya tak bisa membayangkan hal itu. Apalagi jika hal itu terjadi kepada saya.
Saya teringat ketika dahulu saat masih sekolah dan pastinya setiap bulan pihak sekolah selalu memberikan kartu untuk pembayaran sekolah. Karena saat itu saya masih harus membayar sekolah. Mungkin berbeda dengan sekarang. Setiap bulan saya selalu menyerahkan kartu pembayaran sekolah tersebut kepada orang tua saya terutama bapak tanpa berbicara apapun karena saya tau pasti bapak telah mengerti kenapa saya memberi kartu tersebut. Saat itu saya tak pernah berpikir ada atau tidaknya uang. Saya tidak pernah memikirkan apakah orangtua saya memiliki uang atau tidak untuk membayarnya? Karena saat itu menurut saya itu sudah kewajiban orangtua untuk membayar biaya sekolah karena sudah kewajiban orangtua juga untuk menyekolahkan anaknya jika punya anak. Itulah yang ada dipikiran saya saat itu. Memang orangtua saya tak pernah mengeluh punya uang atau tidak. Biasanya mereka hanya bilang “nanti yah” atau “nanti dulu yah belum gajian”. Dan saya pun tak tau berapa penghasilan bapak saya saat itu. sekalipun saya pernah tau mungkin saya hanya sekedar tau dan tak mengerti bagaimana sulitnya keuangan orang tua saya saat itu. bagaimana sulitnya mengatur keuangan agar saya bisa sekolah dan kebutuhan lain terpenuhi tanpa harus berhutang? Bagaimana mati-matiannya orangtua bekerja agar anak-anaknya dapat bertahan hidup? Dan biasanya orangtua akan melakukan apapun agar anaknya itu tidak mengalami kesulitan.
Dan saya baru tersadar akan semua itu ketika saya melihat saldo atm saya yang semakin hari semakin menipis karena lebih sering diambil isinya. Lembaran lembaran yang berharga. Yang jika tak ada mungkin orang akan mengalami susah dalam hidup ini. Lembaran lembaran dan kepingan kepingan receh yang juga berharga. Mungkin kepingan receh untuk sebagian orang tak berharga tapi tak berlaku untuk sebagian orang lainnya. Walaupun dalam hidup ini uang bukanlah segalanya dan bukan hanya uang pula yang dibutuhkan manusia dalam hidup. Tapi tetap jika tak punya uang bagaimana bisa manusia dapat bertahan hidup sekarang ini? Mungkin arti lembaran berharga tidak harus selalu uang. Tetapi lembaran berharga itu juga bisa saja berupa dokumen penting. Namun terkadang dari dokumen tersebut kita bisa mendapatkan uang atau dengan kata lain mungkin dokumen tersebut bisa diuangkan. Yah itulah lembaran dan kepingan yang berharga.

Jangan menganggap sepele tentang lembaran dan kepingan itu walaupun hanya berupa lembaran selembar atau kepingan yang hanya sekeping. Ingat suatu saat kita bisa saja sangat membutuhkan itu semua. Karena tak akan jadi seribu jika tak ada seratus. Tak akan jadi sepuluh ribu jika tak ada seribu. Apa maksudnya? Ingat loh jika tak ada seratus maka yang seharusnya nominal adalah seribu akan menjadi sembilan ratus dan juga sebaliknya yaitu jika tak ada seribu yang harusnya berjumlah sepuluh ribu maka akan berjumlah sembilan ribu bukan? Walaupun mungkin terkadang orang mengatakan “akh Cuma seratus atau seribu ini koq”. Eits jangan anggap sepele tak ada seratus tak bisa jadi seribu dan tak ada seribu tak bisa jadi sepuluh ribu. 

Senin, 28 September 2015

memahami bayi (baby baby bala bala)

MEMAHAMI BAYI
290415

Apa yang kita rasakan atau apa yang akan kita lakukan jika keluarga, anak atau bahkan diri sendiri diperlakukan sesuatu hal yang notabenenya adalah “negatif”? Misalnya saat pasien bayi menangis di tengah malam yang sudah jelas kita tahu bahwa bayi itu menangis karena haus dan pastinya membutuhkan minum namun kita hanya tidur dan membiarkannya. Pikirkan jika bayi itu adalah anak kita. Tegakah kita seperti itu padanya? Membiarkannya kehausan. Mungkin akan berbeda halnya jika pasien bayi tersebut memang puasa dan menangis karena mungkin dia kesakitan. Karena sesungguhnya suara tangis bayi yang kehausan dengan suara tangis bayi yang kesakitan atau mengalami nyeri pasti rasanya tak akan sama. Seandainya bayi itu adalah anak kita. Apa yang akan kita lakukan? Tak mungkin rasanya jika seorang ibu yang normal dalam artian waras akan membiarkan anaknya mengalami hal seperti itu tadi. Kecuali jika ada sesuatu dengan ibu tersebut bisa saja dia membiarkannya. Anggaplah bayi itu adalah anak kita. Tegakah kita berbuat seperti itu? Dimana kepedulian kita? Walaupun mungkin terkadang orang tua kandungnya sendiri belum tentu memedulikannya. Bahkan bisa saja kehadirannya sangat tidak diinginkan. Namun bisakah kita cuek begitu saja? Jujur sesungguhnya saya pun belum sepenuhnya dengan “kepedulian”. Namun saat mendengar bayi menangis sangat kencang dan tak ada yang memedulikannya maka yang ada dipikiran saya adalah seandainya itu anak saya, tegakah saya seperti itu? Yang mungkin bayi itu hanya butuh minum beberapa menit bahkan hanya dalam hitungan detik bisa saja susu yang kita buat langsung dilahapnya.

Entah kepedulian tersebut hanya milik seseorang yang telah memiliki anak atau tidak. Karena memang notabenenya jika dia belum memiliki anak mungkin akan cuek dengan hal diatas. Namun bisa dimaklum kah hal tersebut? Rasanya tidak bisa sepenuhnya dimaklumkan. Karena pikirkan jika itu terjadi pada anak kita sendiri atau jika itu terjadi pada diri kita sendiri. Rela kah kita dibiarkan begitu saja? Maaf bukan saya menyalahkan, wajar saja rasanya jika ada orang yang ingin memiliki anak namun belum diberi juga oleh Tuhan karena yang saya perhatikan adalah saat bayi tersebut menangis dia sendiri pun cuek. Kasarnya bagaimana Tuhan akan memberinya keturunan yaitu seorang anak jika dia saja terhadap anak orang lain cuek? Maaf bukan saya menjudge namun cobalah berpikir dengan logika dan realistis serta ambil hikmah positifnya mengapa begini dan mengapa begitu?


Karena jujur saja saya pun dahulu seperti itu. Sangat tak suka dengan anak kecil. Yang ada malah saya stres duluan menghadapi anak kecil. Walaupun sekarang juga belum tentu saya tidak stres sendiri menghadapinya. Namun entah mungkin ini yang terbaik untuk saya atau tidak ketika saya ditempatkan di ruangan bayi yang saya sendiri pun bingung mau berbuat apa di ruang tersebut? Apa yang saya mengerti tentang bayi? Namun seiring berjalannya waktu lama-lama saya sedikit mengerti tentang mereka. Ingat loh hanya sedikit dan itu pun baru sedikit mengerti. Bukan memahami. Karena akan berbeda mengerti dengan memahami. Dan rasanya saya pun harus banyak belajar lagi tentang mereka terutama dari sumber terpercaya dan juga dari pengalaman.  Yaitu pengalaman mereka yang telah mempunyai anak yang mungkin dengan ikhlas mengsharenya kepada orang lain. Karena akan terasa sempurna rasanya jika teori, praktik dan pengalaman dijadikan satu. Dan ingat pula anggaplah mereka yaitu bayi sebagai anakmu sendiri. Tegakah jika anakmu diperlakukan seperti itu?

Minggu, 27 September 2015

SAKIIIIIIT

SAKIT
260315
Siapa sih manusia di dunia ini yang tak pernah sakit? Baik sakit ringan, sedang sampai berat sekalipun? Adakah manusia yang tak pernah sakit? Rasanya mustahil yah. Walaupun saya rasa tak ada manusia yang menginginkan sakit. Normalnya begitu bukan?

Lalu saat kita jatuh sakit apa saja yang ada dipikiran kita. Mungkin pikiran macam-macam yang terkadang menakutkan bisa saja menghantui kita. Walaupun mungkin sakitnya tak parah namun sakit yang tak kunjung sembuh membuat kita terkadang berprediksi yang tidak-tidak. Yah contohnya prediksi soal kematian. Bisa saja karena kita diberi sakit oleh Allah SWT baru lah kita mengingat akan kematian yang bisa saja mendatangi kita lewat sakit tersebut. Jadilah pikiran macam-macam ada diotak kita. Yah tak salah memang jika berpikir seperti itu. Namun saya rasa jangan lah terlalu berlebihan. Ingat lagi saat kita sakit “tak ada sakit yang tak ada obatnya kecuali mati”. Yah kalo selama penyakit kita masih ada obatnya sebaiknya jangan terlalu memikirkan kematian. Ingat yah obat, bukan kesembuhan. Bedakan hal itu. Karena memang ada beberapa penyakit yang jika kita sudah terjangkit penyakit itu bisa saja tak akan sembuh total namun bukan berarti tak ada obatnya. Walaupun mungkin obat tersebut bukan untuk kesembuhan tetapi membuat kita bertahan untuk hidup. Yah dengan kata lain mungkin menunda kematian.

Yah memang wajar sih jika kita sakit yang ada dipikiran kita adalah kematian tapi saya rasa yang harus dipikirkan jangan lah hanya soal kematian saja namun kesiapan kita menghadapi kematian. Yah kalo cuma dipikirin ajah buat apa tanpa ada tindakan lainnya. Maksudnya jangan hanya memikirkan mati, tapi lakukan suatu persiapan untuk menghadapinya yah contohnya dengan amal baik mungkin.

Ingat tentang sakit, saya jadi teringat tentang pasien dewasa saya terdahulu. Mengingat sekarang saya hampir 3 tahun tak menangani pasien dewasa tetapi bayi baru lahir. Saat sakit, betapa pentingnya kehadiran seseorang. Baik itu pasangan (suami atau istri), anak, orangtua, kerabat, sahabat, teman, atau apapun itu. Karena saat sakit tak semua hal dapat kita lakukan seorang diri. Walaupun hal tersebut rasanya mudah dan kecil untuk dilakukan saat kita sakit. Yah contohnya saja makan. Saat sehat jenis makanan apapun mungkin dapat dengan mudah masuk kedalam tubuh kita. Tapi akan berbeda kondisinya saat kita sakit. Makanan yang biasa kita makan enak saat sehat bisa saja saat kita sakit, makanan tersebut menjadi tak enak bahkan membuat kita enek jika memakannya bahkan hingga memuntahkannya kembali. Itulah mungkin yang biasa terjadi. Itulah yang saya katakan pentingnya kehadiran seseorang saat sakit. Yah walaupun bukan hanya saat sakit saja kehadiran seseorang itu penting. Namun saat sakitlah kehadiran seseorang menjadi amat sangat penting dan amat sangat dibutuhkan. Yang mungkin saat kita sehat dalam sehari-hari orang tersebut bisa saja menjadi tak penting bahkan sering kali kita mengabaikan kehadirannya.

Saya ingat saat masih menangani pasien dewasa ada pasien yang ditinggal sendiri. Saya tanya “kemana keluarganya?”. Ada yang mengatakan “tidak punya”, “keluarganya jauh belum datang”, “sedang keluar dulu beli makan”, atau “kerja dulu nanti datang lagi”. Yah tidak hanya satu pasien yang saya tanyakan memang. Karena dalam melakukan tindakan keperawatan terkadang perawat tak bisa berdiri sendiri. Terkadang membutuhkan oranglain untuk berkolaborasi termasuk salah satunya pihak keluarga. Dan jika pihak keluarga tak ada terkadang kita susah untuk melakukan tindakan yang sudah diinstruksikan oleh dokter. Saat itu saya mulai berpikir pentingnya keluarga dalam hidup. Mungkin ada hubungannya pentingnya mempunyai pasangan hidup dan anak dalam kehidupan sehari-hari kita. Yah saat kita sakit siapa yang akan mengurus kita secara langsung jika bukan pasangan atau anak kita? Entah pikiran picik atau tidak, jika tujuan kita membutuhkan pasangan atau anak untuk hal tersebut. Namun pada kenyataannya itulah yang terjadi. Tak heran rasanya jika banyak pasangan yang mungkin belum diberi amanah untuk memiliki anak mereka biasanya terus berusaha untuk memilikinya. Terkadang segala cara pun dilakukan. Entah dengan mengadopsi ataupun melakukan program dokter. Yah itulah yang terjadi. Entah picik atau tidak, jika tujuan berumah tangga atau nikah adalah ingin memiliki keturunan. Yah hal itu mungkin juga penting. Namun apakah menjadi satu-satunya tujuan sebuah pernikahan? Sehingga jika tujuan tersebut tak dapat terpenuhi membuat salah satu dari pasangan tersebut berpaling hingga bahkan meninggalkannya? Yah bicara mengenai sakit membuat saya bicara mengenai keluarga terutama pasangan dan anak. Karena begitulah adanya memang yang rasanya terjadi.

Seorang anak jika sakit pasti membutuhkan orangtua begitu juga sebaliknya mungkin. Seorang suami atau istri saat sakit pasti membutuhkan orang yang seharusnya menemani hidupnya yang mungkin juga membutuhkan orang yang dicintai dan mencintainya. Yang pasti saat sakit pastinya kita membutuhkan keluarga entah siapa itu dan hubungannya apa.
Sakit itu kafarah dosa. Jujur saya pribadi sebenarnya tak mengerti dengan arti “kafarah dosa” itu. Yang saya tau sakit itu sebuah peringatan atau cobaan dari Allah SWT untuk hambanya. Kalo sakit itu berupa ujian atau cobaan, bersyukurlah diberi sakit. Karena itu berarti Allah SWT mempercayai kita untuk menghadapi cobaan atau ujian tersebut. Yah seperti seseorang yang akan naik tingkat pasti melalui ujian dulu kan? Begitupun halnya dengan sakit mungkin. Namun jika sakit yang diberikan oleh Allah SWT adalah berupa peringatan. Baiknya kita mengoreksi diri kita. Apa saja yang telah kita perbuat? Apakah perbuatan kita terhadap sesama sudah benar menurut Allah SWT? Apakah ada perbuatan atau sikap kita yang menyakiti ataupun merugikan oranglain? Apakah sudah benar kita memperlakukan diri kita sendiri?

Terkadang sakit itu dibuat oleh manusia itu sendiri. Itulah yang saya amati. Karena tak mungkin ada akibat jika tak ada sebab. Contohnya sakit thypus yang biasanya terjadi pada orang yang mempunyai banyak kegiatan di luar rumah sehingga tak memperhatikan pola makan, pola tidur dan jam istirahat dari waktu 24 jam dalam sehari yang telah diberikan Allah SWT pada kita. Tak salah memang dengan banyak kegiatan. Namun pola makan dan pola istirahat serta tidur jangan sampai terabaikan. Jika perlu bantuan multivitamin mengapa tak dilakukan secara rutin jika memang kegiatan kita seabrek. Sesungguhnya itulah yang kiranya terjadi pada saya. Entah kegiatan saya diluar rumah banyak atau tidak. Saat ini saya hanya kerja, kuliah dan beberapa kegiatan olahraga yang memang sudah menjadi program harian, mingguan ataupun bulanan saya. Dan masih banyak kegiatan lain yang belum bisa saya lakukan saat ini selain dikarenakan terbentur waktu dan biaya hehehe.

Mungkin kuliah dan kerja yang bisa dibilang agak berat. Kenapa? Tak jarang saya tak pulang ke rumah kurang lebih 24 jam dikarenakan kerja lalu langsung kuliah. Yah berangkat malam dari rumah untuk kerja dan pulang pagi langsung berangkat kuliah tanpa pulang dulu ke rumah. Karena jika pulang ke rumah tak sempat dan akan terlambat. Gak enak rasanya jika tak mengikuti mata kuliah dari awal. Toh jika saya pulang pun rasanya bukan mengurangi rasa letih saya namun akan menambah rasa lelah saya karena baru pulang dan harus berangkat lagi. Lebih baik sekalian tak pulang hehehe. Yah mungkin bisa dibayangkan setelah kerja dimalam hari yang pastinya kurang tidur dan paginya harus langsung berangkat kuliah. Bisa dibayangkan bagaimana letihnya badan saya. Yah sudah semua itu adalah konsekueni dan resiko dari kegiatan yang saya jalani. Namun satu hal yang harus dilakukan jika dalam kondisi tersebut adalah jangan lupa makan dan jika perlu tambah multivitamin. Karena jika hal tersebut saya abaikan, akan bagaimana dengan badan saya. Sudah kurang tidur, asupan makanan pun tak ada. Yang pada akhirnya jatuh sakit. Nauzubillah jangan sampai terjadi.

Kegiatan olahraga? Beberapa kegiatan olahraga saya haruskan dalam hidup saya. Kenapa? Tujuan saya berolahraga adalah untuk mencegah sakit berat yang mungkin membuat saya harus dirawat jika itu terjadi. Jujur saya tak mau sakit. Dan saya rasa bukan hanya saya yang tak ingin sakit. Namun mungkin semua manusia tak menginginkan hal itu terjadi.

Mengapa saya tak ingin sakit? Selain pernah ada teman SMA yang mengatakan kepada saya saat saya tak latihan karate karena sakit, dia berkata “karateka koq sakit”. Yah apa salahnya dengan karateka sakit? Toh karateka juga manusia kan? Namun mungkin memang aneh rasanya jika nama karateka diidentikkan dengan sakit. Karena latihan karate kan olahraga yang tentunya mungkin bertujuan agar sehat. Namun jika setelah latihan yang terjadi adalah sebaliknya yah memang rasanya ada yang tak beres atau aneh gitu. Yah memang setelah latihan karate tak heran jika badan terasa sakit apalagi jika orang tersebut belum terbiasa dengan latihan karate. Atau pun setelah latihan wajah atau organ tubuh lain ada yang biru-biru bahkan sampai berdarah. Namun hal itu semua terjadi jika ada hal yang seharusnya dilakukan tetapi tak dilakukan. Contohnya harusnya jika ada pukulan kita menangkis namun ternyata kita tak mampu untuk menangkis yah jadi lah wajah bonyok biru-biru hahaha. Atau badan terasa sakit mungkin dikarenakan pemanasan dan pelenturan yang tak beres atau tak dilakukan dengan benar oleh karateka itu sendiri. Yah intinya jika latihan karate dilakukan sesuai dengan prosedur dari awal latihan sampai akhir latihan saya rasa hal buruk insya Allah tak akan terjadi, salah satunya yaitu sakit.

Karena ada yang pernah mengatakan “karateka koq sakit”. Saya jadi berpikir, bagaimana jika saya sebagai perawat sakit bahkan sampai di rawat? Pastinya banyak hal yang terpengaruh akan hal itu. Jika saya sakit bahkan sampai di rawat, bagaimana dengan kerja dan kuliah saya? Mungkin saja jika itu terjadi saya akan merugikan teman kerja saya. Yang seharusnya saya bekerja dan menangani pekerjaan, bisa saja pekerjaan tak tertangani dengan baik karena kurang sumber daya manusianya. Dan berapa mata kuliah yang akan saya lewati jika saya sakit bahkan dirawat yang membuat saya kemungkinan tak bisa mengikuti perkuliahan dengan semestinya.

Dan mungkin saya akan malu pada diri sendiri jika hal itu terjadi. Malu karena “perawat koq sakit” atau “perawat koq dirawat”. Yah miris rasanya tapi itulah mungkin yang akan terjadi. Bukan hal yang tak mungkin memang jika perawat pun sakit bahkan bisa sampai dirawat. Jangankan perawat, dokter ahli sekalipun bisa saja kan mengalami hal seperti itu. Namun yang ada dipikiran saya jika perawat sakit adalah “gimana mau merawat orang lain, jika merawat diri sendiri saja gak bisa. Tuh buktinya sakit dirawat pula”. Entah lah itu hanya pikiran picik saya atau gimana. Mungkin itu hanya sekedar bayangan saja jika ada orang yang menyeletuk kemungkinan seperti itu celetukannya. Oh iya pernah juga saya mendengar celetukan orang tua saya, saat anak teman saya yang sesama perawat sakit sehingga tidak bisa masuk kerja. Begini celetukannya “perawat koq anaknya bisa sakit, emang ga bisa dilihat gejalanya”. Yah saya jawab saja “yah atuh gimana sakit kan kadang dadakan ga tau kapannya”. Tapi celetukan orang tua saya membuat saya merenung memikirkannya. Saya pikir tak ada salahnya juga celetukan tersebut sebagai bahan untuk koreksi. Jangan sampai kita merawat orang lain tetapi diri sendiri bahkan anak tak terawat oleh kita. Yah memang sakit mah sakit ajah. Emang udah waktunya sakit. Tapi kan semuanya pasti ada sebab musabab. Ada baiknya belajarlah dari hal itu agar tak terjadi lagi hehehe.

Sakit mungkin adalah hal yang lumrah pada manusia. Tanpa memandang siapa manusia itu. Namun seperti yang saya katakan di atas. Terkadang sakit karena ulah sendiri. Yah maksudnya ulah manusia itu sendiri yang tak memperhatikan kesehatannya. Terkadang manusia pula yang tak mau atau tak berani memeriksakan kesehatannya. Yang biasanya dikarenakan takut jika mengetahui hal apa yang terjadi pada dirinya mengenai kesehatannya. Entah itu wajar atau tidak. Namun itu semua sebenarnya adalah sebuah pencegahan. Jika kita tak segan memeriksakan kesehatan kita saat kita merasa ada gejala yang menurut kita tak biasa terjadi pada diri kita atau pemeriksaan kesehatan rutin yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu, kemungkinan hal buruk bisa saja dicegah. Tetapi bukan berarti hal buruk atau terburuk tidak akan terjadi. Semua hal bisa saja terjadi. Namun setidak-tidaknya pencegahan sudah dilakukan. Dan jika pencegahan sudah dilakukan tetapi tetap jatuh sakit ya sudah memang itu yang sudah Allah SWT berikan. Toh manusia hanya berusaha kan. Ingat saja itu yang terbaik yang Allah SWT berikan walaupun rasanya pasti tak enak.  Apa yang enak dari sakit? Rasanya tak ada. Walaupun mungkin bisa libur dari segala aktivitas tapi yang namanya sakit tetaplah tak enak. Dan kalau itu sudah terjadi pengobatanlah yang seharusnya dilakukan hingga akhir hehehe.

Ingat lagi saat kita di beri sakit oleh Allah SWT yang harus kita lakukan adalah mengobati sakit tersebut. Bukan menyalahkan Allah SWT kenapa saya di beri sakit? Sakit itu juga musibah. Dan baiknya saat kita diberi musibah mungkin harusnya kita tawakal dan sabar serta jangan lupa berdoa kepada Allah SWT memohon diberi yang terbaik. Jadi saat sakit kita harus berobat, berdoa, bertawakal, dan bersabar. Mungkin empat point tersebut yang menurut saya sangat penting yang harus kita lakukan saat sakit.

Namun ada hal miris yang terkadang membuat kita mungkin tertegun mendengarnya. Saat sakit yang seharusnya berobat menjadi tak berobat. Bukan karena si sakit tak mau berobat. Namun karena ada satu hal yang membuat dia tak bisa berobat yaitu biaya. Yah kalau sudah bicara soal biaya saya pun tak berani banyak berpendapat. Karena ini mungkin ada hubungannya dengan pemerintah. Seperti kita ketahui sekarang-sekarang ini pemerintah sudah menyediakan fasilitas jaminan kesehatan apapun nama dan jenisnya yang mungkin bisa digunakan untuk rakyat. Namun nyatanya seperti apa? mungkin bisa dinilai sendiri. Saya tak mau bicara soal jaminan kesehatan ini. Karena saya tak begitu memahaminya juga. Takut-takut yang ada saya malah salah bicara.

Namun ada hal yang menurut saya aneh. Kenapa aneh? Misal kita bekerja di tempat A yang mungkin tempat itu bagus namun saat kita sakit ternyata kita tak mendapat sedikit pun fasilitas kesehatan dari tempat kita bekerja itu. Menurut saya itu aneh. Kenapa? Karena bisa saja kita sakit karena letih setelah bekerja di tempat itu dan mungkin juga kurang istirahat. Tapi apa yang kita dapat saat kita sebagai karyawan sendiri sakit? Adakah jaminan kesehatan dari tempat kita bekerja? Jika ada yah syukur namun jika tidak? Yah amat sangat miris rasanya menurut saya. Dan apa yang akan dilakukan jika sudah begitu? Tetap bertahan bekerja ditempat itu kah? Atau cari tempat bekerja lain? Yah semua itu kembali kepada individu masing-masing hehehe.

Ada juga yang pemerintah telah sediakan fasilitas jaminan kesehatan namun rakyatnya yang tak mau berusaha. Contohnya anaknya sakit dan tak punya biaya untuk berobat. Tenaga kesehatan sudah mengusahakan bagaimana agar anaknya dapat diobati. Namun terkadang orangtua si anak yang hanya duduk manis tak berbuat apa-apa. Menemani anaknya pun terkadang tidak sama sekali. Nah kalau sudah seperti itu mau bagaimana? Menyalahkan pemerintah atau tenaga kesehatan kah? Dan sekalipun orangtua anak tersebut tidak mengerti karena ketidaktahuan informasi. Menurut saya seharusnya orangtua anak tersebut mencari tahu apa yang dia butuhkan dan seharusnya dia tahu. Bukan hanya duduk manis. Bukankah jika tak tahu baiknya mencari tahu? Bukankah seperti itu?

Sakit memang wajar tapi perlu kita ketahui juga mengapa kita sampai jatuh sakit? Dan kita pun harus menyadari hal itu. Bagaimana jika sakit tersebut karena faktor usia? Sekalipun faktor usia saya rasa tak akan parah jika sedari awal kita mencegahnya dan sekalipun sudah terkena penyakit tersebut baiknya adalah menanggulanginya bukan memperparah keadaan yang sudah terjadi.


Teringat juga “lima perkara sebelum datang lima perkara” yang salah satunya adalah “sehat sebelum sakit”. Jadi saat kita sehat jagalah semaksimal mungkin kesehatan kita. Jika kita tak mau jatuh sakit. Tapi kalau ingin sakit sih yah terserah hehehe.

ta'aruf itu seperti apa??????????????????????

TA’ARUF ITU SEPERTI APA?
270915
Ta’aruf satu kata yang mungkin sering didengar. Tetapi sebenarnya bagaimana sih ta’aruf itu? terkadang ada orang yang bilang gak mau pacaran. Lalu apakah ia melakukan ta’aruf? Ta’aruf itu seperti apa? dia bilang tak pacaran. Namun kemana-mana selalu berdua dengan lawan jenis yang bukan muhrim. Berboncengan berdua dengan mesra. Berpegangan dan berpelukan saat dibonceng. Berduaan didalam mobil. Berfoto mesra berdua. Jalan-jalan berdua. Pergi berdua. Makan berdua. Kesana dan kesini berdua pula. Jika itu bukan pacaran, lalu disebut apa? dekat saja kah? Apakah jika hanya sekedar dekat seperti itu? parahnya lagi terkadang hal ini pun dilakukan oleh orang-orang yang jelas mengerti tentang agama, mengerti tentang batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan.

Jujur saya memang pernah pacaran, namun hal tersebut tak pernah berlangsung lama seperti bertahun-tahun. Hanya berlangsung selama beberapa bulan bahkan hanya hitungan hari atau minggu saja. Kemudian bubar. Jadi pacar hari ini, seminggu kemudian bertemu lalu putus. Itulah yang terjadi. Namun dari yang pernah saya alami walaupun hanya beberapa bulan, tak ada yang saya dapatkan. Tak ada manfaat yang saya peroleh dari pacaran. Hanya kesana-kesini berdua sebagai teman jalan, teman ngobrol, atau antar jemput seperti ojek hahaha. Jika sebagai teman ngobrol dan membicarakan hal yang bermanfaat seperti diskusi mungkin itu masih ada baiknya. Namun sayangnya saat pacaran yang dibicarakan biasanya bukan sesuatu yang bermanfaat bahkan terkadang hanya sebuah omong kosong belaka.


Seperti yang pernah saya dengar bahwa katanya didalam islam sebenarnya tak ada yang namanya pacaran. Yang ada hanyalah ta’aruf. Kata ta’aruf yang sering didengar dan digembor-gemborkan itu sebenarnya seperti apa? Jujur setelah saya alami sendiri bahwa pacaran tak memberi manfaat apapun dan hanya membuang waktu, lama-kelamaan saya jadi malas untuk pacaran. Ya inginnya sih ta’aruf yang sering dibicarakan itu. Tetapi bagaimana ta’aruf itu sendiri pun saya tak tau? Seperti apa yang disebut ta’aruf itu? apa bedanya ta’aruf dengan pacaran? Malas rasanya menerka-nerka ta’aruf itu seperti apa, tanpa adanya contoh sebagai bukti nyata dalam hidup bahwa “seperti ini loh ta’aruf itu”.

Sabtu, 26 September 2015

putus

PUTUS
200315
Kata “putus” pasti sudah gak asing lagi ditelinga. Yah entah apa yang putus atau tentang apa putusnya itu? Hehehe. Mungkin untuk kali ini lebih ke tentang orang pacaran lah istilahnya. Buat gue pribadi,
KALO EMANG UDAH PUTUS YAH PUTUS AJAH GAK ADA ISTILAHNYA BALIKAN LAGI ATAU CLBK CINTA LAMA BERSEMI KEMBALI ATAU CINTA LAMA BELUM KELAR ATAU APALAH ISTILAHNYA YANG PENTING INTINYA SEPERTI ITU hehehe.....
Yah kalo emang konsisten yang namanya udah “putus” dalam sebuah hubungan yang dibilang katanya “pacaran” yaudah putus ajah dan ga ada yang namanya istilah balikan. Kalo emang orang itu punya komitmen, berprinsip dan teguh pendirian (cieileeeh cakep bangetz dah tuh kata), yah kalo udah putus sekalipun si doi merengek-rengek minta balikan atau gimana gitu yah tetap pada kata “tidak” kecuali beda halnya jika balikannya bukan sebagai “pacar” wkwkwk yah ningkat dikit lah masa balikan masih ajah jadi “pacar” yah setidak-tidaknya menjadi pasangan yang resmi gitu hehehe.
Itu juga yang saya lakukan dan tekadkan dalam diri saya “tak ada istilah balikan jika sudah ada kata putus”. Itu juga yang saya katakan kepada pacar saya dahulu yang sekarang pastinya sudah menjadi mantan. Saya bilang “kalo kita sampe putus ga ada yang namanya balikan lagi dan jangan heran jika bertemu saya akan cuek sama kamu” yah saya juga mikir lagi kalo sudah jodoh memang tak akan kemana. Iyah memang tapi prosesnya bukan pacaran lagi. Seperti yang saya katakan diatas kalo pun balikan tidak menjadi “pacar” lagi tetapi meningkat ke tahap yang lebih tinggi pastinya.
Teringat beberapa waktu lalu ada yang menanyakan kepada saya soal pacar. “punya pacar?” dan saya menggelengkan kepala menandakan “tidak” tetapi yang bertanya menyimpulkan “belum”. Bedakan antara “tidak” dengan “belum”. Jika tidak yah pasti mungkin tidak akan terjadi. Tetapi jika belum kemungkinan akan terjadi namun belum terjadi. Kenapa saya bedakan? Karena sesungguhnya saya tak menginginkan hal itu terjadi. Yah soal pacar. Jujur saya tak mau dan tak ingin punya pacar lagi. Karena saya berpikir mau berapa mantan lagi jika saya punya pacar lagi? Entah picik atau gimana? Yang namanya punya pacar biasanya pacaran dan biasanya rentan dengan istilah putus dan pastinya jika sudah putus istilahnya bukan pacar lagi donk tapi mantan. Kasarnya menikah saja bisa cerai apalagi pacar atau pacaran yang tak ada ikatan secara resmi. Yang resmi saja bisa ambruk gimana yang tak resmi. Hehehe. Ingat loh itu semua pemikiran saya. Jika berbeda pemikiran ya sah-sah saja karena setiap orang pasti berbeda pada orang kembar sekalipun hehehe.

Yah intinya kalo emang udah putus yah putus ajah ga ada lagi yang namanya istilah balikan hehehe. Kalo hari ini putus ya sudah tak ada istilahnya besok lusa atau kapan kapan balikan lagi hahaha. Jadi inget satu judul lagu “putus nyambung putus nyambung putus nyambung sekarang putus besok nyambung lagi kalo laku hari ini putus ya putus ajah” hahaha.

Minggu, 06 September 2015

KEBEBASAN, BEBAS TERBATAS

untuk odop "one day one posting"
KEBEBASAN, BEBAS TERBATAS

Bebas, satu kata yang mungkin pastinya diinginkan setiap orang terutama oleh orang yang merasa hidupnya terganggu atau terhalangi oleh suatu hal. Bebas yang berarti tanpa beban tanpa belenggu oleh suatu apapun. Kebebasan yang berarti bebas seluas-luasnya. Bebas bisa juga termasuk ke dalam suatu hak. Hak setiap manusia yang hidup. Bahkan dapat dikatakan hak asasi manusia. Yang berarti juga bebas merupakan hak asasi setiap manusia. Ini artinya setiap manusia harus memiliki suatu kebebasan. Seperti contohnya bebas berpendapat, bebas berekspresi, bebas berkreasi, dan bebas-bebas lainnya. Tetapi ada yang perlu diingat dan tak boleh dilupakan yaitu bahwa bebas itu hak setiap manusia, kebebasan itu hak asasi manusia, tetapi semua itu ada batasnya, yang berarti bebas terbatas. Mengapa sudah bebas tapi masih dibatasi? Yah penting rasanya suatu kebebasan itu tetap harus dibatasi agar tak merugikan orang lain serta tak melanggar norma dan aturan hukum yang berlaku. Jika bebas tak dibatasi maka bisa saja akibatnya akan fatal. Contohnya ada maling kemudian ditangkap oleh warga lalu dihakimi massa yang dengan kata lain yaitu main hakim sendiri. Jika hal itu tidak dibatasi maka setiap orang yang maling akan habislah nyawanya ditangan massa itu. Maka dari itu perlu adanya pembatasan dalam hal kebebasan sekalipun. Contoh lain jika bebas itu tak dibatasi dalam hal ekspresi ataupun kreasi seni dan semacamnya, akan berapa banyak orang yang akan memakai busana semaunya dengan alasan kebebasan berekspresi dan berseni. Maka inilah perlunya pembatasan. Boleh bebas berpendapat, boleh bebas berekspresi, boleh bebas berkreasi dan lainnya selama itu tidak melanggar norma dan aturan yang berlaku baik dalam suatu masyarakat atau negara sekalipun. Seperti contoh tadi yaitu memakai busana semaunya apakah tak bertentangan dengan norma yang berlaku di suatu tempat? Walaupun lama-kelamaan bisa saja norma tersebut bergeser. Tapi satu hal yang tak bisa hilang begitu saja yaitu norma agama. Jika norma sosial bisa saja bergeser tetapi itu pun tak bisa begitu saja hilang tanpa adanya suatu proses. Jika dalam norma agama sudah tentu pasti memakai busana semaunya apalagi sampai memperlihatkan aurat sudah pasti bertentangan dengan norma tersebut. Maka itu pentingnya bebas terbatas.

Bebas berpendapat. Hati-hati dalam hal ini. Kita memang bebas mengeluarkan pendapat kita tentang suatu hal baik yang sesuai dengan hati kita ataupun yang bertentangan. Tapi perlu diingat lagi jika pendapat kita tuangkan dalam lisan maka hati-hatilah dengan kata-kata yang kita keluarkan karena khawatir akan menyinggung perasaan orang lain. Maka mungkin lebih bebas kita menuangkan pendapat kita jika dalam bentuk tulisan yang bisa disusun dengan kata-kata yang rapih. Jika lewat lisan maka bisa akan menusuk langsung ke hati. Ingat pepatah yang mengatakan bahwa “mulutmu adalah harimaumu”. Maka berhati-hatilah dalam berbicara sekalipun itu adalah kebebasan kita dan juga hak kita dalam berpendapat.

Bebas juga merupakan satu kata yang sangat diidamkan oleh rakyat Indonesia saat dahulu masih dalam masa penjajahan jepang dan belanda. Kebebasan suatu keadaan yang juga sangat-sangat diimpikan oleh warga indonesia. Bebas dari bangsa jepang dan belanda. Bebas yang berarti merdeka. Bebas dari belenggu penjajah. Bebas sebebas-bebasnya.


Bebas, kebebasan, bebas terbatas. Marilah kita nikmati kebebasan hidup ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa harus melanggar norma hukum, norma sosial dan terutama norma agama yang kita anut sesuai dengan keyakinan masing-masing. Setiap norma pastinya bertujuan baik. Maka janganlah merasa kesal jengkel atau marah karena ada perbuatan kita yang tak sesuai dengan norma walaupun kebebasan itu hak setiap manusia. Tapi cobalah berpikir ulang mengapa hal tersebut dilarang. Mungkin saja perbuatan yang kita lakukan bukan saja merugikan orang lain tetapi juga dapat merugikan diri sendiri oleh karena itu hal tersebut dilarang dalam norma.

Rabu, 02 September 2015

SYARAT HARUS BERBAHASA INDONESIA BAGI PEKERJA ASING DIHAPUSKAN? HARUSKAH? ADILKAH?

untuk odop "one day one posting"

SYARAT HARUS BERBAHASA INDONESIA BAGI PEKERJA ASING DIHAPUSKAN? HARUSKAH? ADILKAH?

Jujur saja saya sempat kaget setelah mengetahui berita tentang penggunaan atau syarat wajib dan tes bahasa indonesia bagi pekerja asing dihapuskan? Yang ada dipikiran saya adalah mengapa dihapuskan? Adilkah? Karena bukankah saat kita warga negara indonesia akan berkunjung ataupun bekerja ke tempat lain bahkan negara lain, maka kita harus menyesuaikan segala sesuatunya dengan apa yang ada di tempat tersebut termasuk dalam berkomunikasi yakni bahasa yang digunakan. Bukankah seperti itu yang kita lakukan? Bahkan hal tersebut menjadi syarat bukan? Seperti misalnya ada pelajar indonesia yang ingin berkuliah di universitas al-azhar kairo tentunya ada tes bahasa arab agar bisa lulus dan akhirnya kuliah disana? Bukankah seperti itu? Begitu pun dengan tempat lain. Yang intinya adalah dimana kita berada maka selayaknya kita menyesuaikan segala sesuatunya dengan apa yang ada disana terkecuali sesuatu yang berhubungan dengan keagamaan cukup bertoleransi saja. Bukankah seperti itu?

Seperti yang kita ketahui bahwa bahasa indonesia yang kita gunakan dalam keseharian merupakan bahasa resmi tanah air indonesia yang juga merupakan bahasa persatuan bangsa indonesia. Jika bahasa indonesia dikatakan bahasa resmi negara Republik Indonesia maka seharusnya siapa pun yang berada di tanah air Indonesia harus menggunakan bahasa indonesia dengan baik tanpa memandang siapa dia dan dari mana dia? Jika tak bisa wajarlah dimaklumi tetapi bukan berarti tak diharuskan. Jika tak bisa maka berusahalah agar bisa. Bahasa persatuan bangsa indonesia ini berarti siapa pun yang menggunakan bahasa indonesia di tanah air indonesia maka mungkin bisa dikatakan ia cinta akan persatuan dan kesatuan bangsa.

Apa bedanya bahasa indonesia dengan bahasa asing lain seperti bahasa inggris? Dan apa persamaannya? Kedua bahasa itu sama-sama kita harus pelajari karena keduanya diujikan dalam sebuah tes. Perbedaannya adalah mengapa bahasa inggris yang merupakan bahasa asing kita pelajari bahkan juga ada tesnya? Alasan yang saya ketahui saat sekolah adalah karena bahasa inggris merupakan bahasa internasional dan bukan hanya bahasa inggris saja tetapi ada beberapa bahasa asing lain yang juga merupakan bahasa internasional. Karena itu maka bahasa asing dipelajari di sekolah-sekolah bahkan ada sekolah yang memberikan beberapa materi tentang bahasa asing. Baru saya sadari saat saya sekolah ada juga pelajaran tentang bahasa daerah berdasarkan tempat dimana kita berada saat itu. Walaupun misal ada yang berasal dari jawa tetapi ia bersekolah di daerah sunda maka ia pun harus mempelajari bahasa sunda bukan bahasa jawa. Tetapi yang terkadang menjadi pertanyaan saya adalah mengapa sekarang ini palajaran tentang bahasa daerah tak ada. Apakah semua murid sudah pintar dengan bahasa daerahnya masing-masing?


Ada apa dibalik penghapusan wajib bahasa indonesia bagi pekerja asing? Haruskah hal itu terjadi? Adilkah? Jika begitu bisakah syarat wajib bahasa asing bagi pekerja indonesia di luar negeri dihapuskan juga? Ada sesuatu yang mengganjal rasanya dengan keputusan tersebut. Jika dikatakan seseorang yang berada di indonesia tidak bisa langsung berbahasa indonesia mungkin hal ini masih bisa dimaklumi. Tetapi bukan berarti kewajibannya dihapus. Pekerja asing di indonesia itu bukan hanya satu atau dua hari saja dan bukan juga hanya main untuk sekedar liburan atau lainnya. Tetapi mereka di indonesia bisa saja bertahun-tahun dan dalam waktu lama tersebut bukan hal yang tak mungkin jika pekerja asing itu berinteraksi dengan warga tanah air Indonesia. Jika pekerja asing tak diwajibkan bahasa Indonesia bagaimana bisa dia berkomunikasi dengan warga indonesia yang belum tentu semua warga indonesia mengerti dengan bahasa yang ia gunakan? Jadi apa alasan yang benar-benar bisa diterima dan logis tentang penghapusan wajib bahasa indonesia bagi pekerja asing?