Cerita minggu pagi 17 januari 2016.
Ketika akan pergi ke kampus tiba-tiba ada seorang ibu tua memanggil saya dan meminta tolong menurunkan
seorang ibu yang ternyata post partum dari dalam angkot. Saya pikir ibu tua dan
ibu post partum itu adalah ibu dan anak. Tetapi ternyata bukan. Ibu post partum
itu ternyata seorang diri, ia mengaku anak yang dilahirkannya meninggal di rumah
sakit dan suaminya kabur, dia juga sempat
mengatakan ingin bunuh diri saja. Saat ditanya tentang
keluarga yang lain, ia hanya menjawab bahwa ia punya keluarga lain di tangerang.
Saya pikir tangerang itu kan luas. Setelah saya tanya lagi ternyata dia bilang
tangerang arah parung. Maka persepsi saya adalah mungkin daerah tangerang
selatan yang mau ke arah parung itu. Dia lalu meminta uang sebesar dua puluh ribu untuk pulang. Karena memang
dia tak mempunyai uang sama sekali. Namun uang di dompet saya pun pas-pasan
hanya ada satu lembar lima puluh ribu dan tak mungkin rasanya saya memberikan
uang kepada ibu itu karena saya pun harus membayar ongkos untuk ke kampus
dengan uang tersebut. Tak lama angkot R01 lewat di depan ibu tersebut dan ia
langsung menghentikan angkot itu ditambah lagi sang supir pun menawarkan
angkutannya. Yang saya bingung adalah jika memang ia ingin pulang ke
keluarganya yang lain yang ia katakan berada di daerah tangerang arah parung,
mengapa ia menghentikan angkot R01 yang sudah jelas bukan trayek ke arah
parung. Karena ibu tersebut sudah masuk ke dalam angkot itu, ya sudah saya
biarkan saja dan saya bayar saja ongkos ibu tersebut langsung kepada supir. Entahlah
endingnya bagaimana ibu itu? Karena angkot yang saya gunakan untuk ke kampus
berbeda dengan angkot yang ibu itu naiki. Pikiran macam-macam sempat muncul di
benak saya. Karena ia sempat mengatakan ingin bunuh diri, jangan-jangan ia naik
angkot tersebut mencari tempat untuk melakukan hal itu. Tapi sudahlah saya juga
punya kepentingan lain saat itu dan saya juga bingung apa yang harus saya
perbuat saat itu.