tulisan sebagai pengingat terutama untuk diri sendiri dan bukan bermaksud untuk menggurui atau apapun. sekedar share dan eksplor saja. maaf jika tak berkenan. trima kasih.
Panggilan kohei adalah kelaziman untuk menyebut adik
seperguruan, atau yang memiliki tingkat yang lebih rendah.
Panggilan sempei (bahasa jepang) merupakan kelaziman untuk
menyebut kakak seperguruan (senioritas), atau yang memiliki tingkat yang lebih
tinggi, umumnya disandang untuk kualifikasi kyu 3 sampai Dan 3.
Panggilan sensei merupakan kelaziman untuk menyebut guru,
instruktur, atau umumnya yang telah memiliki tingkatan sabuk hitam, Dan 3
keatas atau pelatih kepala sampai Dan 6.
Panggilan renshi atau guru ahli utama untuk menyebutkan
yudansha yang telah memiliki kualifikasi Dan 7 dan Dan 8. Panggilan shihan atau
hanshi adalah maha guru atau guru besar untuk penyebutan yudansha yang telah
memiliki kualifikasi Dan 9 dan Dan 10. Diantara tingkatan-tingkatan ini
memiliki hirarki untuk saling menghormati dan memberikan ucapan salam
penghormatan sesamanya.
Rudianto, Dody. 2010. seni beladiri karate. jakarta : golden terayon press
Etika dalam bersosialisasi di segala lingkungan adalah
mengucapkan salam dengan sesama karateka. Begitu pula dalam karate. Salam
merupakan hal yang sangat penting, Karena disinilah letak arti filosofi
terdalam, kerendahan hati, dan semangat untuk terus belajar. Dengan mengucapkan
salam berarti kita telah menghormati sesama karateka. Lafal salam karate adalah
“osh”, yang merupakan kependekan dari kata oshinabu yang berarti pantang
menyerah. Sikap dalam mengucapkan salam adalah sikap siap sempurna dan membungkukan
badan pada saat mengucapkan kata “osh”
Etika dan sikap hormat pada pasangan saat melakukan latihan
kumite harus diperlihatkan selama melakukan kumite. Ketika latihan kihon
(dasar) di dojo, karateka harus melangkah ke depan dengan kecepatan dan tenaga,
memperlihatkan semangat tinggi. Ketika berlatih kumite di dojo, tiap karateka
diwajibkan melakukan gerakan melangkah ke belakang untuk memperlihatkan sikap
hormat dan terima kasih kepada pasangan yang telah membantunya dalam melakukan
latihan “karate diawali dengan penghormatan dan diakhiri dengan penghormatan”.
Latihan kumite dimulai dan diakhiri oleh masing-masing
pasangan dengan sikap musubi dachi adalah sikap berdiri, tumit menyentuh lantai
dan ujung kaki membentuk sudut 45o, tangan terbuka dan menyentuh
bagian luar paha, berhadap-hadapan dan saling memberi hormat dengan
membungkukkan badan.
Rudianto, Dody. 2010. seni beladiri karate. jakarta : golden terayon press
Pada awal dan akhir latihan karate, harus selalu dilakukan
upacara tradisional karate (reishiki) yang dipimpin oleh karateka tingkat
tertinggi yang mengikuti latihan pada saat itu. Para karateka membentuk sebuah
barisan sesuai dengan tingkatannya. Dimulai dari yang paling tinggi di sebelah
kiri hingga yang paling rendah di sebelah kanan. Sensei / instruktur yang
bertugas pada saat itu berdiri di depan barisan. Ada dua versi upacara karate
ini, ada yang dilakukan berdiri dan yang dilakukan dengan cara duduk.
Masing-masing cara digunakan pada kondisi yang berbeda.
Upacara karate yang umumnya dilakukan oleh perguruan di
Indonesia, biasanya menggunakan urutan sebagai
berikut :
-Pembacaan sumpah karate
-Penghormatan bendera merah putih dan panji-panji perguruan
-Berdoa dan pemusatan konsentrasi : dimulai dengan
aba-aba mokuto, lalu diikuti dengan menundukkan kepala, memejamkan mata,
mengatur pernafasan, dan berdoa dalam hati. Soal aba-aba mokuto itu, ada yang
menyebutnya mokuso atau makuso. Bagi orang Indonesia memang agak sulit
melafalkan bahasa jepang ini, keduanya sesungguhnya punya arti, mokuso artinya
menenangkan pikiran, sedangkan mokuto adalah berdoa dalam hati. Jadi sama-sama
benarnya.
-Penghormatan kepada pelatih
-Penghormatan kepada sesame rekan karateka dan tempat
latihan
Rudianto, Dody. 2010. seni beladiri karate. jakarta : golden terayon press
politeknik kesehatan milik kita
terdiri dari berbagai profesi
mendidik dan menghasilkan
tenaga kesehatan yang handal
sebagai abdi kesehatan
mari kita jadi teladan
hai mahasiswa poltekkes bandung tercinta
bersikap ramah trampil dan bijaksana
warnai profesi kita
dengan kedisiplinan
menjadi acuan kita
menjalin suatu kerjasama
keperawatan dan kebidanan
kesehatan gigi.........analis dan gizi
kesehatan lingkungan
dibawah naungan poltekkes bandung
mahasiswa poltekkes selalu berjuang
bantu masyarakat tingkatkan kesehatan
tujuan kita membangun bangsa
indonesia sehat sejahtera
kembangkanlah profesi kita
ke seluruh nusantara
Pendiri KUSHIN
RYU Karate Do adalah Kiyotada Sannosuke Ueshima yang lahir pada tahun 1893 di
wilayah Hyogo (Kobe), di Kota Akou - Jepang.
Setelah berusia 3 tahun ia mulai belajar seni beladiri (aliran Konshin
Yujoyutsu) di Akademi Matsubara di Kota Akou dibawah bimbingan guru Kiyotaka
Kajei Matsubara.
Menginjak usia 9 tahun ia mulai mengenal Tuan Sugaya atau
Jigaya. Seorang pegawai kepolisian di kota
Akou, ia seorang penduduk asli Okinawa. Dari
dialah Ueshima mulai belajar bentuk-bentuk Karate Kata Channan dan Kata
Kushanku (Kata Channan merupakan dasar Kata Pian yang diciptakan Ankou Itosu,
salah satu kata orisinil yang dikembangkan dan dirubah menjadi KATA PIAN).
Pada tahun
1918, saat berusia 25 tahun, Ueshima menerima gelar secara serempak
sebagai ahli aliran Konshin Yujoyitsu dari tangan Guru Matsubara dan
guru Guikyo Masazi Akada sebagai Guru terakhirnya dan juga
guru dari Matsubara sendiri.
Kemudian, Ueshima pindah ke kotaOsaka, disana ia mulai
membuka Akademi Konshin ? Ryu Yujoyitsu.
Pada dekade
awal abad ke 20, beberapa guru karate tiba di Okinawa di kota Osaka,
bersama-sama mereka, Ueshima mempelajari dan mempraktikan cabang beladiri ini.
Mereka adalah
:
1.Choki Motobu, mengajar Aliran Tomari-Ja.
2.Kanamori Kinzyo, mengajar aliran Shorin
and Goju.
3.Choshin Chibana, pendiri dan guru aliran
Shorin.
Pada tahun
1932 Ueshima mendirikan Aliran Karate Kushin Ryu, ini merupakan
hasil dari penggabungan aliran Konshin-Ryu Yujoyitsu dengan unsur-unsur Karate
yang ia tambahkan didalamnya.
Pada tahun
1895 Organisasi Beladiri Jepang yang pertama didirikan disebut Dai Nippon
Butokukai (Great Japan Martial Virtue Association).
Pada tahun
1933, Ueshima menerima gelar Guru JUDO (KYOSHI) dari Association of Martial
Virtue of the Great Japan.
Juga pada
tahun 1935 dan untuk pertama kalinya di Jepang, Dewan Asosisasi Beladiri Jepang
yang terhormat menganugerahi dia gelar Guru Karate (KYOSHI) dengan dua orang
lainnya. Para guru yang menerima tanda kehormatan pada kesempatan itu adalah :
1.Choyun Miyagi ( Pendiri aliran Goju )
2.Kiyotada Sannosuke Ueshima ( Pendiri Aliran Kushin
)
3.Yasuhiro Konishi ( Pendiri Aliran Shindo Shizen)
Pada tahun
1946 akhir yaitu perang Dunia ke II terjadi pembubaran Dai Nippon Butokukai
(Great Japan Martial Virtue Association) Pada tahun 1965, beliau menerima gelar
Dan 8 Judo Kodokan, Guru Kanamori Kinzyo, guru aliran Shorin dan Goju dan Guru
karate Ueshima, kembali ke Okinawa disana dan ia mengembangkan Aliran Kushin.
Pada tahun
1940 Guru Kinzyo menerima gelar Guru Karate (RENSHI) dari Dai Nippon Butokukai
(Great Japan Martial Virtue Association) Pada tanggal 6 September 1987, pada
usia 94 tahun, Kiyotada Sannosuke Ueshima, pendiri Kushin Ryu, meninggalkan
para murid untuk selama - lamanya di kota Osaka. Saat ini President
(Soke) kedua Kushin Ryu saat ini dipimpin oleh Ph. Dr HORYUU
MATSUZAKI.
Jujutsu
Jujutsu (juga dieja Jujitsu,
Ju-Jitsu atau Jiu-Jitsu)adalah
sebuah sebutan kolektif untuk beberapa aliran seni beladiri yang berasal dari Jepang. Jujutsu
pada dasarnya adalah bentuk-bentuk pembelaan diri yang bersifat defensif dan
memanfaatkan "Yawara-gi" atau teknik-teknik yang bersifat fleksibel,
dimana serangan dari lawan tidak dihadapi dengan kekuatan, melainkan dengan
cara "menipu" lawan agar daya serangan tersebut dapat digunakan untuk
mengalahkan dirinya sendiri. Dari seni beladiri Jujutsu ini, lahirlah beberapa
seni beladiri lainnya yang mempunyai konsep defensif serupa, yaitu Aikido dan Judo, keduanya juga
berasal dari Jepang.
Jujutsu terdiri atas
bermacam-macam aliran (Ryuha), namun pada garis besarnya terbagi atas dua
"gaya", yaitu tradisional dan modern. Gerakan dari kedua macam
"gaya" Jujutsu ini adalah hampir sama, namun jurus-jurus Jujutsu
modern sudah disesuaikan dengan situasi pembelaan diri di jaman modern,
sedangkan jurus-jurus Jujutsu tradisional biasanya mencerminkan situasi
pembelaan diri di saat aliran Jujutsu yang bersangkutan diciptakan. Sebagai
contoh, Jujutsu yang diciptakan di jaman Sengoku Jidai (sebelum Shogun Tokugawa berkuasa) menekankan pada
pertarungan di medan perang dengan memakai baju besi (disebut Yoroi Kumi Uchi),
sedangkan yang diciptakan di jaman Edo (sesudah Shogun Tokugawa berkuasa) menekankan pada beladiri
dengan memakai pakaian sehari-hari (Suhada Jujutsu).
Teknik-teknik Jujutsu pada
garis besarnya terdiri atas atemi waza (menyerang bagian yang lemah dari tubuh
lawan), kansetsu waza/gyakudori (mengunci persendian lawan) dan nage waza
(menjatuhkan lawan). Setiap aliran Jujutsu memiliki caranya sendiri untuk
melakukan teknik-teknik tersebut diatas. Teknik-teknik tersebut lahir dari
metode pembelaan diri kaum Samurai (prajurit perang jaman dahulu) di saat mereka
kehilangan pedangnya, atau tidak ingin menggunakan pedangnya (misalnya karena
tidak ingin melukai atau membunuh lawan).
Aliran Jujutsu yang tertua di
Jepang adalah Takenouchi-ryu yang didirikan tahun 1532 oleh Pangeran Takenouchi
Hisamori. Aliran-aliran lain yang terkenal antara lain adalah Shindo
Yoshin-ryu yang didirikan oleh Matsuoka Katsunosuke pada tahun 1864,
Daito-ryu yang didirikan oleh Takeda Sokaku pada tahun 1892, Hakko-ryu
yang didirikan Okuyama Ryuho pada tahun 1942, dan banyak aliran lainnya.
Di Indonesia, ada beberapa
perguruan Jujutsu/Ju-Jitsu yang cukup populer. Di berbagai kota besar dapat
dijumpai perguruan-perguruan Jujutsu/Ju-Jitsu, antara lain PORBIKAWA[1] (Persatuan
Beladiri Ishikawa) yang didirikan oleh Master Ishikawa (dan diteruskan oleh
murid utama beliau, Bp. Tan Sing Tjay), perguruan Jiujitsu Club Indonesia
(JCI) [2] yang
didirikan oleh Bp. Ferry Sonneville pada tahun 1953, perguruan Institut
Ju-Jitsu Indonesia (IJI) didirikan oleh Bp. Sitompul pada tahun
1982, perguruan Goshinbudo Jujutsu Indonesia (GBI) [3] yang didirikan
oleh Bp. Ben Haryo pada tahun 1997, perguruan Take Sogo Budo yang
didirikan oleh Bp. Hero Pranoto, dan perguruan Samurai Jujutsu Indonesia
(SJJI) yang didirikan oleh Bp. Budi Martadi.
Perguruan PORBIKAWA, JCI,
IJI dan Take Sogo Budo telah mengembangkan berbagai teknik beladiri
baru yang disesuaikan dengan bangsa Indonesia, misalnya dengan mengkombinasikan
teknik-teknik dari beladiri lain kedalam silabusnya dan menciptakan
teknik-teknik baru yang lebih sesuai dengan situasi pembelaan diri di
Indonesia. Sehingga disebut sebagai perguruan yang independen dan tidak
terikat dengan tradisi dari negara asal Jujutsu (Jepang).
Pendekatan yang berbeda
diambil oleh Perguruan Goshinbudo Jujutsu Indonesia (GBI)[4] berafiliasi
dengan JKF-Wadokai (beraliran Wado) dan Kokusai Dentokan Renmei (beraliran Hakko-ryu) [5]
sedangkan Samurai Jujutsu Indonesia (SJJI) berafiliasi dengan Kokusai
Jujutsu Renmei[6]. Kedua perguruan diatas beraliran
Jujutsu tradisional/murni, karena gerakannya didasarkan pada teknik-teknik
Jujutsu Jepang sesuai aslinya, tanpa perubahan atau inovasi lokal dari
anggota-anggota yang ada di Indonesia.
Di perguruan GBI misalnya, diajarkan waza (teknik) yang berasal dari Hakko-ryu
Jujutsu, Shindo Yoshin-ryu Jujutsu dan Ryoishinto-ryu Jujutsu, Sedangkan di
perguruan SJJI, diajarkan teknik dari Hontai Takagi Yoshin-ryu Jujutsu, Asayama
Ichiden-ryu Jujutsu dan beberapa aliran lainnya. Karena itu kedua perguruan ini
disebut sebagai Jujutsu tradisional atau "ortodoks".
Ciri khas Jujutsu tradisional
antara lain adalah tidak memiliki format pertandingan/kompetisi, serta masih
menjalin hubungan dengan hombu dojo (dojo induk) yang ada di negara asal
Jujutsu, yaitu Jepang. Sedangkan Jujutsu modern (seperti Gracie Jiu-Jitsu dari Brazil) biasanya
menekankan pada pertandingan/kompetisi dan sudah tidak memiliki hubungan dengan
negara asalnya.
Kata adalah
suatu rangkaian gerakan yang berasal dari kihon atau gerakan dasar. Kata
merupakan ikhtisar tehnik bertarung yang diciptakan oleh master budo (bela
diri) berdasarkan ilmu beladiri dan pengalaman yang ia dapatkan. Banyak sekali
kata-kata yang telah tercipta, jumlahnya mencapai puluhan. Kata-kata tersebar
di berbagai aliran (ryu) karate yang juga berjumlah puluhan. Di dunia (WKF:
World Karate Federation) hanya empat aliran karate yang diakui,
diantaranya adalah; 1. Go Ju Ryu, 2. Shito Ryu, 3. Wado Ryu dan 4. Shotokan
Ryu.
Pada
dasarnya kata bukan milik aliran tertentu karena kata diciptakan sebelum
aliran dibentuk. Kata diciptakan oleh master budo yang berasal dari 3
daerah kerajaan kecil di kepulauan Okinawa.
Kerajaan-kerajaan itu adalah; 1. Naha
(budo-nya dikenal dengan nama Naha-Te), 2. Tomari (budo-nya dikenal dengan nama
Tomari-Te) dan 3. Shuri (budo-nya dikenal dengan nama Shuri-Te). Seiring dengan
perkembangan zaman kata-kata ini kini menjadi ciri khas suatu aliran dan
ditampilkan dengan gaya
aliran itu sendiri. Contoh, kata Seipai Go Ju Ryu akan sedikit berbeda dengan
kata Seipai yang ditampilkan oleh Shito Ryu, begitupun kata Bassai Dai Shito
Ryu akan sedikit berbeda dengan kata Bassai Dai yang ditampilkan oleh Shotokan
Ryu.
Kushin Ryu
sebagai aliran yang saat ini belum termasuk dalam aliran yang diakui oleh WKF
mempunyai kata-kata yang sama dengan yang dimiliki oleh keempat aliran di atas
namun ditampilkan dengan ciri khas Kushin Ryu, seperti; Passai (Bassai
Dai-Shito Ryu, Shotokan Ryu), Kushan Ku (Kanku Dai-Shotokan Ryu),
Seienchin/Seiyunchin (Shito Ryu, Go Ju Ryu), Seisan (Wado Ryu, Shito Ryu, Go Ju
Ryu), Chinto (Wado Ryu, Gankaku-Shotokan Ryu) dsb.
Kushin Ryu mempunyai ciri khas bertarung yang berbeda dengan keempat aliran di
atas sehingga berpengaruh terhadap kata-kata yang dimiliki. Seperti kata Kushan
Ku Kushin Ryu akan sedikit berbeda dengan milik Wado Ryu, begitu pun dengan
kata-kata yang lainnya. Tehnik bertarung Kushin Ryu diambil dari tehnik-tehnik
Naha-Te, Tomari-Te dan Shuri-Te. Ini menyebabkan Kushin Ryu menjadi fleksibel
dalam menampilkan berbagai macam kata.