Aku sudah berada di ruang perinatologi
sejak november 2012. Sempat sebelumnya di pindah-pindah ke berbagai ruangan
karena waktu itu masih masa orientasi sekitar pertengahan 2012. Saat SK (surat
keputusan) penempatan itu turun dan aku ditempatkan di ruang perinatologi yaitu
ruang untuk bayi yang baru lahir tetapi mengalami masalah, aku kaget dan
bingung. Kaget karena saat orientasi tak pernah di ruangan itu. Bingung karena
mau apa aku disana? Mengingat saat itu keterampilan aku untuk merawat bayi tak
ada dan saat kuliah pun praktek tentang hal itu sangat minim. Ya sudah akhirnya
aku ikuti saja.
Akhirnya aku di ruang perina tersebut.
Awal aku hanya melihat-lihat saja sesekali membantu teman-teman disana.
Seminggu berada disana ada teman yang bertanya “gimana ri di peri? Udah bisa
apa aja?” aku jawab saja “ga gimana-gimana koq teh, bisa noh ngelap-ngelap
inkubator hehehe” dibalasnya “yaudah ntar juga bisa”. Berakhirlah percakapan
itu. Memang seminggu disana aku tak berani banyak melakukan tindakan, saat itu
aku hanya baru berani melakukan tindakan pengambilan darah dan memberi minum
bayi itu pun belum begitu bisa karena masih kadang gagal. Hingga seminggu
disana seorang teman menyuruhku untuk menginfus bayi yang berat badannya sangat
rendah yaitu hanya satu kilogram saja. Aku sanggupi saja tetapi dengan
pendampingan tentunya, karena aku sendiri pun tak yakin akan tindakan tersebut,
tetapi kalau gak gitu kapan aku akan bisa infus bayi? Karena bisa menginfus
bayi, belum tentu bisa menginfus anak begitu pun dewasa. Mungkin jika saat ini
aku di suruh untuk menginfus orang dewasa, maka akan kaku tindakan yang aku
lakukan tersebut, karena sudah cukup lama aku tak pernah menginfus orang
dewasa.
Namun setelah beberapa tahun di ruang
perina itu, rasanya aku tak mau pindah ke ruangan lain. Ya memang mungkin hanya
akan tahu soal bayi saja. Tetapi aku punya alasan tertentu yang membuat aku tak
mau pindah. Karena di ruang itu rata-rata pasien adalah bayi yang baru lahir,
yang masih bersih dan suci. Selain itu tak pernah ada perawat laki-laki di
ruang bayi, yang ada hanya perawat perempuan semua bahkan bisa saja di ruangan
itu semuanya perempuan. Sekalipun ada laki-laki itu hanya cleaning service yang
tidak setiap saat ada di ruang tersebut. Hal tersebut lebih membuatku nyaman
karena tak bertemu dengan lawan jenis yang bukan muhrim, sehingga kemungkinan
timbul fitnah pun kecil mengingat juga fitnah
lebih kejam dari pada pembunuhan. Pengunjung pasien pun rata-rata adalah
orang tua bayi dan itu pun tak bisa setiap saat hanya pada jam-jam tertentu
yaitu saat jam berkunjung, saat menyusui bagi ibunya, dan saat praktek metode
kanguru serta saat keadaan gawat. Berada di lingkungan yang rata-rata adalah
wanita membuat aku lebih nyaman dan aman dalam melakukan tindakan. Walaupun
beban pekerjaan tetaplah ada. Tetapi bukankah semua pekerjaan mempunyai resiko?
Begitu pun pekerjaan yang aku lakukan ini.
Setiap ada minat penempatan ruangan, aku
pun selalu menuliskan ruangan perina itu. Karena memang tak mau pindah ke ruang
lain. Sekalipun harus pindah kalau bisa ruangan tersebut mayoritas perempuan.
Karena pekerjaan aku bershift dan ada shift malam, maka jika saat shift malam
ada laki-laki rasanya risih karena tak ada ruangan khusus untuk laki-laki dan
perempuan di ruang tersebut. Yang ada hanyalah RUANG PERAWAT baik laki-laki
maupun perempuan. Aku bersyukur Allah SWT memberikan penempatan kerja di ruang
tersebut walaupun awalnya kaget dan bingung karena tak bisa apa-apa. Walaupun
sekarang masih banyak kekurangan dalam pekerjaan yang aku lakoni itu.
Seandainya ada ruangan perawatan khusus laki-laki dengan perawat dan dokter
serta staff lainnya adalah laki-laki semua dan begitupun sebaliknya dengan
perempuan maka mungkin itu akan lebih nyaman dan aman.
Setuju mba. Kenyamanan dlm bekerja itu yg utama
BalasHapusSetuju mba. Kenyamanan dlm bekerja itu yg utama
BalasHapus