apurus rinufa

tulisan sebagai pengingat terutama untuk diri sendiri dan bukan bermaksud untuk menggurui atau apapun. sekedar share dan eksplor saja. maaf jika tak berkenan. trima kasih.

Kamis, 24 November 2016

serasa akan copot

SERASA MAU COPOT

29 oktober 2016
Pulang dinas pagi saat itu saya berniat menemui teman di sekitar kebon nanas tangerang untuk mengantar sertifikatnya yang selama ini saya simpan. Seperti biasa saya selalu menggunakan angkuta kota. Saat itu angkot yang saya tumpangi memang tak banyak penumpang bahkan hanya tinggal saya sendiri dan karena macet maka angkot pun melewati jalan yang bukan seharusnya untuk menghindari macet. Saat lewat jalan lain tiba-tiba saja angkot berhenti dan saya lihat sudah ada motor dengan penumpangnya. Entah apa yang persis terjadi saya pun tak tahu karena saat itu saya tak memperhatikan jalan, sibuk dengan handphone khawatir teman saya menunggu. Saya rasa sepertinya angkot tersebut seperti hendak menabrak motor. Saya pikir semua akan selesai dengan meminta maaf. Namun ternyata tidak karena setelah itu sang pengendara motor tiba-tiba saja menonjok supir angkot. Keduanya tak ada yang mau mengalah. Sama-sama saling merasa benar. Tidak sang pengendara motor dan tidak juga sang supir angkot. Jalanan pun saat itu menjadi semakin macet. Karena angkot dan motor tidak berjalan. Sedangkan di belakang angkot banyak kendaraan lain yang menunggu karena akan melewati jalan tersebut. Akhirnya saya turun dari angkot tersebut karena ingin segera menemui teman. Kemudian angkot dan motor pun dipinggirkan agar kendaraan lain dapat lewat. Setelah itu entahlah apa yang terjadi dengan supir angkot dan pengendara motor itu. Karena saya langsung bergegas meninggalkan tempat tersebut. Saat kejadian itu rasanya jantung terasa mau copot. Melihat secara langsung orang menonjok dengan sangat marah. Sedangkan si supir angkot agak tak berdaya. Karena susah untuk melawan pengendara motor itu.

Sang pengendara motor yang membawa penumpang sangat marah seolah-olah dia tak pernah berbuat salah. Padahal rasanya tak ada satu pun yang terluka. Yah tidak tahu juga apakah motornya lecet atau tidak. Yang pasti saya rasa hal tersebut sebenarnya bisa diselesaikan tanpa emosi. Tapi begitulah jika orang merasa selalu benar padahal semua itu juga belum tentu. Tak mungkin juga dalam mengendarai motor dia tak pernah sekalipun tak berbuat kesalahan seperti menyalip misalnya atau hal lainnya. Jadi agak sombong juga lah si pengendara motor itu sampai mengejar sang supir angkot. Supir angkot pun entah salah atau tidak, saya tak mendengar ucapan maaf darinya. Hanya teriakan sang istri supir “tolong suami saya jangan dipukuli”.

Dalam keadaan seperti itu sebenarnya saya bingung apa yang harus saya lakukan. Di satu sisi saya tidak mengetahui persis bagaimana kejadiannya yang tiba-tiba saja membuat sang pengendara motor itu marah. Namun di sisi lain rasanya saya geram dengan aksi tonjok pengendara motor yang menunjukkan bahwa dirinya seolah-olah paling benar. Maka akhirnya saya pun memutuskan untuk pergi saja melanjutkan tujuan saya menemui teman dan memberi sertifikat padanya. Namun tetap saja sepanjang jalan rasanya jantung saya masih mau copot, cemas, gelisah dan deg-degan membuat saya takut hingga akhirnya saya bertemu dengan teman dan menceritakan apa yang barusan saya alami. Berumtunglah dia mengerti dan membuat aku sedikit tenang hingga akhirnya aku pulang ke rumah dan meninggalkan temanku itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar