SAAT GELISAH DAN TAK
TENANG
Teringat saat masa di bangku
sekolah menengah pertama yang mengharuskan aku pindah sekolah saat kenaikan
kelas tiga. Walau mungkin kepindahan tersebut terkesan agak aneh. Karena aku
pindah dari sekolah cabang ke sekolah pusat. Mungkin terkesan membingungkan
atau apalah gitu. Karena pindahnya dari cabang ke pusat. Berawal dari sekolah
tersebut yang mempunyai dua tempat dengan nama yang sama sehingga ada cabang
dan pusat. Entah mengapa sampai ada hal seperti itu pun aku tak begitu
mengerti. Karena saat itu yang ada di otakku hanyalah “sekolah”. Akhirnya orang
tua memilih sekolah cabang untukku karena jarak yang lebih dekat. Tetapi
setelah dua tahun aku mendapat pendidikan di sekolah cabang tersebut dan di
tahun ketiga aku bersekolah, sekolah cabang tersebut akan berdiri sendiri
dengan nama sekolah yang baru dan dengan tempat baru pula yang jaraknya lebih
jauh dari sekolah pusat. Mengagetkan sudah pasti. Karena perjanjian awal adalah
sekolah cabang tersebut tetap ada sampai angkatanku lulus. Namun pada
kenyataannya tak seperti itu. Negosiasi pun dilakukan oleh para orang tua agar
selama satu tahun dan sampai lulus tidak pindah ke tempat baru mengingat jarak
yang jauh. Tetapi hasilnya nihil. Akhirnya orang tua ku memutuskan agar aku pindah
ke sekolah pusat dengan meminta kepada pihak sekolah. Permintaan pun di
kabulkan oleh pihak sekolah dengan melihat hasil belajar ku saat itu. Hingga
akhirnya aku pun pindah sekolah. Walau pindahnya dari cabang ke pusat dan
dengan nama sekolah yang sama. Tetapi menurutku yang namanya pindah tetap saja
pindah. Karena di tempat itu aku harus beradaptasi dengan teman-teman,
guru-guru dan lingkungan yang baru. Saat itu ujian yang menurutku cukup berat
dimulai.
Pindah sekolah berarti aku harus
mengulang semuanya dari awal. Harus mengenal ulang guru-guru dan teman-teman
yang baru. Saat itulah aku merasa ada sesuatu yang terjadi pada diriku. Entah
mengapa aku selalu merasa tidak tenang dan selalu gelisah. Entah apa sebabnya?
Sehingga membuat aku sering diam menyendiri dan didukung pula aku duduk sendiri
didalam kelas itu sedang teman-temanku yang lain duduk berdua karena memang
jumlah siswa dalam kelas itu ganjil. Selalu merasa tak tenang dan gelisah tanpa
sebab yang aku sendiri pun tak tahu membuat aku terkadang menangis seorang diri.
Awalnya memang tak ada yang mengetahui kalau aku sering menangis dan
menyendiri. Hingga akhirnya orang tua dan guruku pun mengetahui hal ini karena
mungkin mereka mengamati apa yang aku lakukan. Aku pun sempat dipanggil oleh
guru BP karena sering menyendiri dan dianjurkan mencari teman untuk mengobrol
atau sekedar curhat. Saat itu aku iya kan saja anjuran sang guru dan menyebut
nama teman yang aku kenal walaupun sebenarnya aku tak yakin dengan teman yang
aku sebut itu. Karena tak ingin masalahnya berlanjut dengan guru tersebut maka
hal itu pun aku lakukan. Sesungguhnya saat sang guru itu memanggil ku rasa
gelisah dan tak tenang itu bukan berkurang malah semakin menjadi sehingga aku
hampir tak bisa menahan air mata ku. Tetapi untungnya saja aku berhasil tak
menangis di depan guru itu. Karena jujur sebenarnya aku tak suka di panggil
oleh guru BP saat itu. Entah mengapa? Orang tua ku pun tahu karena saat itu
orang tua ku melihat ku seperti habis menangis. Maka ditanya-tanyalah aku seperti
interogasi. Awalnya memang aku mengelak dan mengatakan tak ada apa-apa. Karena
aku sendiri pun tak tahu apa sebabnya sehingga aku seperti itu. Tetapi akhirnya
air mata ku tak bisa terbendung lagi sehingga buyarlah air mata ku membasahi
pipi dan ku ceritakan semuanya yang terjadi di sekolah hingga aku di panggil
oleh guru BP. Nasehat orang tua saat itu yang aku ingat hanyalah “sabar”. Namun
hal itu tak membuat rasa gelisah dan tidak tenang ku hilang. Hingga akhirnya
aku mencari sendiri solusi dari ketidaktenangan dan kegelisahan hati ku. Maka
kudapatkan solusi dari masalah ku tersebut adalah tahajud. Inilah awal mulanya
aku melaksanakan shalat tahajud dengan tujuan saat itu adalah agar hatiku
tenang dan tidak gelisah.
Jujur saat kegelisahan dan
ketidaktenangan itu datang, sempat aku berpikir untuk berhenti sekolah karena
saat itu mulai timbul rasa malas ke sekolah dalam diriku. Namun rasa malas itu
bukan membuat aku tak pergi ke sekolah malah sebaliknya karena aku hampir
selalu menjadi orang pertama yang tiba dikelas disaat teman-temanku yang lain
belum datang. Karena aku akan lebih gelisah dan tak tenang jika aku terlambat. Entah
pikiran apa yang terbersit dikala itu? Entah pemikiran bodoh atau apalah? Namun
beruntung pemikiran itu aku pikir-pikir ulang. Karena saat itu aku berpikir
lagi “Kalau aku berhenti sekolah, lalu aku mau apa? Mau jadi apa nantinya?
Bagaimana dengan cita-citaku? Bagaimana aku bisa bekerja di tempat yang baik
seperti paman-pamanku?”. Banyak pikiran berkecamuk dalam benakku saat itu jika
aku berhenti sekolah. Karena jika dipikir ulang banyak kerugian yang aku dapat
jika hal tersebut aku lakukan. Maka akhirnya aku berusaha menghilangkan pikiran
yang tak baik itu. Dengan mengingat cerita ibu tentang keberhasilan
adik-adiknya yang berarti adalah pamanku maka itu membuat aku termotivasi untuk
terus berusaha meraih mimpi dan cita-citaku. Hingga akhirnya pemikiran tersebut
hilang dan tak aku lakukan. Alhamdulillah. Namun tetap kegelisahan dan
ketidaktenangan itu ada dalam hatiku.
Akhirnya saat itu aku mulai
merutinkan tahajud agar hatiku tenang dan dalam setiap doa dalam shalat selalu
ku mohonkan agar aku diberi ketenangan hidup. Saat itu aku sadari bahwa
ketenangan hidup itu cukup penting karena hidup rasanya tak nyaman jika hati
ini tak tenang dan gelisah. Alhamdulillah dengan tahajud lama kelamaan kegelisahan
dan ketidaktenangan hatiku perlahan hilang dengan sendirinya. Hingga tak terasa
sudah satu semester aku di sekolah baru tersebut dan aku pun mempunyai teman
yang walau hanya sebatas teman saja. Alhamdulillah juga nilai-nilaiku saat itu
tak menurun walaupun stabil tetapi aku bersyukur karena masih mendapatkan
peringkat lima besar didalam kelas tersebut. Karena saat itu walaupun aku
merasa gelisah dan tak tenang beruntungnya minat belajar ku tak menurun malah
menjadi salah satu solusi agar aku lebih merasa tenang disamping tahajud yang
aku lakukan saat itu. Alhamdulillah akhirnya aku bisa melewati satu semester
itu dengan baik walaupun berliku. Dengan kata lain aku butuh waktu kurang lebih
enam bulan untuk beradaptasi dengan semua hal yang baru di sekolah itu. Alhamdulillah
akhirnya aku tak berhenti sekolah.
Tak hanya di bangku sekolah saja,
tetapi juga saat di bangku kuliah pun ketidaktenangan dan kegelisahan hatiku
kembali lagi terjadi. Bedanya jika saat dibangku sekolah aku tak begitu
mengerti dengan penyebab kegelisahanku tetapi saat dibangku kuliah aku tahu apa
yang membuat aku tak tenang dan gelisah. Saat itu aku duduk di semester tiga
yang berarti sudah satu tahun aku menjalani perkuliahan. Kegelisahan dan tak
tenang muncul kembali ketika itu karena kekecewaanku terhadap lawan jenis.
Entahlah mengapa ada rasa kecewa saat itu? Kekecewaan tersebut memang membuat
aku malas untuk datang ke kampus dan mengikuti kegiatan kampus lainnya karena
pastinya aku akan melihat lawan jenisku itu. Jujur saat itu aku merasa seperti
sudah dibohongi mungkin ini yang membuat aku kecewa. Buruknya diriku adalah aku
tak mau berurusan lagi dengan orang yang telah mengecewakan ataupun
membohongiku jika tak terpaksa. Jangan kan untuk berurusan dengannya untuk
bicara dan sekedar menyapa pun aku tak mau jika itu tak begitu penting bagiku.
Rasa malas, kecewa, gelisah, tak tenang membuat pikiran burukku tentang
mengakhiri pendidikan kembali singgah. Namun saat itu dorongan orang tua dan
orang terdekat ku seperti paman dan lainnya membuat aku berpikir ulang dengan
pikiran buruk tersebut. Orang tua yang selalu mendoakan dan memberi nasehat
kepadaku. Paman ku yang setiap rasa gelisah itu datang selalu setia mendengar curahan-curahan
hatiku melalui telepon dan ucapan-ucapannya yang membuat aku kembali semangat
untuk terus melanjutkan pendidikan tanpa mempedulikan dia yang telah
mengecewakanku. Bukan hanya itu pemikiran-pemikiran ku positif lainnya dan
ingatan-ingatanku tentang keluarga yang pastinya mengharapkan ku sukses dan
berhasil, memotivasi ku untuk terus bertahan dan berjuang menghadapi cobaan
tersebut. Yah aku anggap hal itu adalah cobaan untukku dalam meraih impianku.
Selain kerugian finansial yaitu biaya yang telah dikeluarkan untuk aku kuliah
kerugian lain pun akan aku dapat seandainya saat itu aku benar-benar mengakhiri
pendidikanku hanya karena seseorang yang mungkin saat ini sudah tak penting
lagi bagiku. Aku bersyukur karena pada akhirnya aku bisa melewati itu semua
ditambah dengan nilai IP ku yang stabil dan lebih tinggi darinya hingga
akhirnya aku bisa lulus dengan IPK yang cukup baik untukku.
Hikmah yang bisa aku dapatkan
adalah dikala hatiku gelisah dan tak tenang dalam hidup ini yang harus aku
lakukan hanyalah beribadah kepadaNya memohon ketenangan hati dalam menjalani
hidup ini. Karena jika boleh memilih mungkin lebih baik gelisah dan tak tenang
ketika akan menghadapi tes dibanding gelisah dan tak tenang dalam hidup. Jika
gelisah dan tak tenang saat menghadapi tes itu hanya sebelum dan saat
berlangsungnya tes saja mungkin juga setelah tes yaitu menunggu hasil dari tes
tersebut namun setelah itu kegelisahan perlahan akan hilang. Namun berbeda
dengan kegelisahan dalam hidup ini yang entah sampai kapan rasa itu akan
menggelayut di hati jika tak segera ditangani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar