SEMOGA ISTIQOMAH
Mendengar kata hijrah, apa yang
terlintas dalam benak kita? Mungkin salah satu yang akan terlintas adalah
hijrah berdasarkan sejarah yang ada yaitu perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama
para sahabat dari Makkah ke Madinah. Atau hijrah menurut pengertian lain adalah
perpindahan untuk menyelamatkan diri dan agama. Banyak pengertian tentang
hijrah dari berbagai sudut pandang. Hijrah dapat diartikan berpindahnya
seseorang atau sekelompok orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan tujuan yang
baik yang biasa sering disebut dengan istilah merantau. Dapat juga diartikan
berubahnya tindakan, perbuatan, sifat dan sikap seseorang dari sesuatu hal yang
tidak baik menjadi baik. Berpindahnya dari sesuatu yang tidak baik menjadi baik
juga dinamakan hijrah. Contohnya dari yang tadinya malas menjadi rajin, dari
yang tadinya tidak pernah shalat menjadi rajin shalat, dari yang tadinya tidak
berhijab menjadi menutup aurat, dan masih banyak lagi.
Tentang hijrah saya jadi teringat
perjalanan hidup saya sendiri yaitu tentang hijab dan pacaran. Saya mulai
berhijab sejak masuk sekolah menengah atas. Sebenarnya keinginan untuk berhijab
sudah ada sejak mulai masuk sekolah menengah pertama, namun sempat tertunda
karena pandangan saya yang salah. Karena saat itu saya melihat orang yang
memakai hijab terkesan ribet dengan hijabnya itu. Ribet dalam memakai hijab.
Saat sudah masuk sekolah menengah pertama dan melihat beberapa teman yang
berhijab maka barulah saya menyadari berhijab itu gampang dan tidak ribet apalagi
sekarang ini banyak hijab instan. Namun saat itu berhijab masih berupa
keinginan dan belum terlaksana. Barulah kemudian saat memasuki sekolah menengah
atas saya melaksanakan keinginan tersebut yaitu berhijab. Yang pasti dalam
berhijab dibutuhkan komitmen, konsisten dan istiqomah dalam berhijab dalam arti
jika sudah berhijab maka janganlah pernah melepas hijabnya itu. Berhijab selain
perintah Allah SWT kepada hambaNya juga banyak terdapat manfaat jika kita
melaksanakannya. Malah kesan ribet yang pernah ada dibenak saya hilang. Yang
ada malah sebaliknya. Yaitu lebih ribet jika kepala tak ditutupi oleh hijab.
Karena jika tak berhijab maka rambut akan terlihat dan pastinya akan malu jika
rambut terlihat acak-acakan ataupun kusut entah karena sebab apapun seperti
tertiup angin misalnya.
Soal pacaran, jujur saya memang
pernah melakukannya. Sebelum saya mengenal dan mengerti apa itu ta’aruf.
Walaupun berhijab, tetapi saya pernah berpacaran. Memang pacaran saya adalah
pacaran yang wajar karena walaupun pacaran tetapi saya tak pernah malam
mingguan. Paling-paling saya hanya jalan ataupun makan berdua saja setelah itu
pulang. Tak ada malam mingguan hingga pulang ke rumah sampai larut malam. Saya
mulai mengenal pacaran sejak masuk perkuliahan selama tiga tahun dan selama itu
pula saya gonta ganti pacar hingga saya mempunyai lima mantan pacar jika saya
tak salah ingat. Awalnya saya mengira bahwa pacaran itu untuk mengenal satu
sama lain yaitu sifat, karakter, watak dan lainnya. Tapi lama-kelamaan saya
merasa bosan dan capek dengan pacaran itu. Karena lima kali pacaran saya tak
menemukan apa yang saya cari. Merasa tak ada kecocokan hingga akhirnya
kandaslah hubungan itu. Tidak cocok dengan kebiasaan sang pacar yang salah
satunya tak mengenal agama bahkan ada juga yang mungkin tak pernah shalat. Ya
walaupun saya pacaran, alhamdulillahnya saya tak pernah meninggalkan shalat.
Selain hal itu adalah kewajiban setiap muslimin dan muslimat, itu juga yang
selalu dipesankan oleh kedua orang tua saya yaitu “jangan pernah tinggalkan shalat lima waktu bahkan kalau bisa yang
sunahnya pun dikerjakan”.
Selepas lulus kuliah dan mulai
bekerja hingga sekarang ini, semenjak itu juga saya memutuskan untuk tidak
pacaran lagi. Karena saya merasa pacaran itu tak ada guna dan manfaatnya yang
ada malah sebaliknya. Pacaran itu buang-buang waktu bahkan kalau pacarannya
menghabiskan banyak biaya bisa dikatakan bahwa pacaran itu juga buang-buang
uang. Lebih baik uangnya dipakai untuk hal lain yang lebih bermanfaat, seperti
bersedekah misalnya.
Mempertahankan hijab dan mengubah
persepsi serta prinsip untuk tidak pacaran terkadang bukanlah hal yang mudah.
Karena saya punya pengalaman sendiri tentang hijab yaitu saat lulus kuliah dan
melamar pekerjaan kemudian dipanggil untuk tes namun sebelum tes sang pengetes
memberitahukan bahwa “jika nanti lulus
tes dan bekerja disini maka hijabnya harus dilepas karena tidak boleh berhijab
di sini, jadi sebelum tes ini teruskan maka bersediakah untuk melepas hijab
saat bekerja?”. Setelah itu saya langsung mundur dan tidak meneruskan tes
tersebut karena saya tak mau melepas hijab saya. Saya pikir juga saat itu
rezeki bukan hanya di tempat itu, masih banyak tempat lain yang bebas berhijab
dalam mencari rezeki. Alhamdulillah saya tidak pernah menyesal hingga sekarang
dengan keputusan saya untuk mundur dari tes itu. Walaupun memang boleh berhijab
namun bukan saat bekerja. Itu artinya saya bisa-bisa pakai lepas hijab jika
saya bekerja di tempat itu. Saya pikir jika saya seperti itu maka saya bukanlah
orang yang komitmen dengan suatu hal karena saya tidak dapat berkomitmen dengan
hijab yang sudah melekat sejak sekolah menengah atas. Walaupun saya belum bisa
berkomitmen sepenuhnya dengan suatu hal setidaknya saya berusaha untuk selalu
melaksanakan komitmen yang ada seperti contohnya berhijab.
Godaan pacaran pun kadang datang.
Apalagi saat-saat sedang sendiri dan melihat di sekitar bergandengan dengan
pasangan mereka yang belum muhrim. Terkadang keinginan untuk seperti itu
kembali muncul dan saat seperti itu maka saya harus mengubah persepsi saya
tentang pacaran seperti yang saya sebutkan diatas mengenai guna dan manfaatnya.
Saya hanya bisa berharap semoga
saya bisa terus mempertahankan hijab ini dan tidak pacaran hingga waktunya
tiba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar